berita
2 Desember 2025
Nah Loh! 6 Fakta Drama Pembekuan Bea Cukai yang Bikin 16 Ribu Pegawai Dag-dig-dug
Perhatian publik kembali tertuju pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah berbagai kasus Bea Cukai mencuat dan memunculkan pertanyaan besar tentang kualitas pelayanan serta integritas lembaga yang menjadi gerbang utama perdagangan lintas negara.
Di tengah tekanan opini dan kebutuhan reformasi, pernyataan tegas Purbaya ancam bekukan Bea Cukai menjadi titik penting yang menandai dimulainya agenda pembenahan besar di sektor kepabeanan. Kebijakan ini tidak hanya menjadi sinyal pemerintah untuk melakukan penataan ulang sistem, tetapi juga membuka harapan akan perubahan yang lebih fundamental dan terukur bagi ekosistem perdagangan nasional.
1. Ultimatum Purbaya Disampaikan di Dua Forum Resmi
Isyarat reformasi besar pertama kali terdengar pada Kamis (27/11/2025), ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan pernyataan tegas usai Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta. Sebagaimana dikutip dari Detik pada Selasa (2/12/2025), Purbaya menyebut pemerintah memberi waktu satu tahun bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memperbaiki kinerja dan memperbaiki kepercayaan publik.
Baca juga: 5 Indikasi Ekonomi RI Gaspol Lagi, Yang Gercep Panen Yang Lambat Ketinggalan!
Pernyataan tersebut tidak berhenti di ruang parlemen. Pada Senin (1/12/2025) Menkeu Purbaya kembali menegaskan ultimatum yang sama dalam Rapimnas Kadin Indonesia di Park Hyatt Jakarta, forum yang dihadiri para pemimpin industri dan asosiasi pengusaha. Momentum tersebut membuat sinyal reformasi terasa semakin nyata dan terarah.
Bagi pengusaha, penyampaian dalam dua forum berbeda memperlihatkan bahwa agenda ini bukan wacana sesaat, tetapi rencana kebijakan yang sedang bergerak ke tahap eksekusi.
2. Alasan Purbaya Mau Bubarkan Bea Cukai
Pernyataan Purbaya ancam bekukan Bea Cukai tidak muncul tiba-tiba. Tekanan publik semakin meningkat setelah berbagai kasus Bea Cukai mencuat dan menimbulkan krisis kepercayaan terhadap integritas dan kualitas pelayanan lembaga tersebut. Kritik muncul dari pengusaha, pelaku logistik, dan masyarakat akibat berulangnya dugaan praktik pungutan tidak resmi, under-invoicing, serta lambatnya proses pelayanan yang menyebabkan hambatan arus barang di pelabuhan.
Purbaya menilai bahwa perbaikan internal harus dilakukan secara menyeluruh dan terukur, bukan sekadar kosmetik. Ia menegaskan bahwa pemerintah membutuhkan sistem kepabeanan yang bersih, modern, dan mendukung percepatan perdagangan nasional.
3. Ancaman Pembekuan Bea Cukai dan 16.000 Pegawai Dirumahkan
Pernyataan Purbaya ancam bekukan Bea Cukai bukan sekadar retorika. Pemerintah membuka opsi pembekuan DJBC sepenuhnya jika pembenahan tidak mencatat hasil signifikan dalam satu tahun. Konsekuensinya sangat besar: sekitar 16.000 pegawai Bea Cukai berpotensi dirumahkan sebagaimana dikutip dari Sindo News.
Bagi pengusaha ekspor impor, ancaman ini menimbulkan dua perspektif. Jangka pendek mungkin terasa penuh ketidakpastian dan potensi gangguan operasional. Namun, dalam jangka panjang, langkah radikal ini bisa menjadi awal terciptanya sistem kepabeanan yang lebih bersih, lebih efisien, dan lebih berdampak langsung pada kelancaran bisnis.
4. Pemerintah Memulai Reformasi dengan Digitalisasi dan AI
Pemerintah menjelaskan bahwa proses pembenahan sudah mulai berjalan. Salah satu langkah penting adalah penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) di sejumlah titik pemeriksaan Bea Cukai untuk mendeteksi under-invoicing, yaitu pelaporan nilai barang impor lebih rendah daripada nilai riilnya.
Bagi pengusaha, transformasi digital ini menjadi titik harapan baru. Pengawasan berbasis AI dapat mempercepat proses clearance, mengurangi pemeriksaan manual yang sering menyebabkan kemacetan, serta menutup ruang interaksi yang berpotensi menimbulkan penyimpangan. Jika dilaksanakan dengan konsisten, dunia usaha dapat menikmati layanan yang lebih profesional dan prediktif.
5. Bea Cukai Pernah Dibekukan pada Tahun 1985
Langkah besar seperti ini bukan hal baru dalam sejarah Indonesia. Pada periode 1985 hingga 1995, Presiden Soeharto membekukan Bea Cukai dan menyerahkan fungsi kepabeanan kepada perusahaan Swiss, Société Générale de Surveillance (SGS). Kebijakan tersebut dilakukan untuk memberantas pungli dan penyelundupan yang saat itu marak terjadi.
Mengetahui sejarah tersebut, pengusaha memahami bahwa ancaman pembekuan saat ini bukan gertakan kosong. Pemerintah memiliki preseden kuat dan dasar tindakan yang jelas apabila pembenahan internal tidak berhasil.
6. Pengusaha Ekspor Impor Mengharapkan Perubahan Nyata
Dari sudut pandang pengusaha, satu tahun ke depan akan menjadi masa yang sangat penting. Para pelaku ekspor impor berharap reformasi yang dilakukan mampu menghasilkan perubahan yang benar-benar terasa, bukan hanya administrasi atas kertas. Harapannya sederhana namun fundamental: proses lebih cepat, lebih transparan, lebih terukur, dan berorientasi pada pelayanan.
Reformasi Bea Cukai yang berhasil akan membuka peluang peningkatan daya saing ekspor, menekan biaya logistik yang selama ini membebani perusahaan, serta memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global. Pada akhirnya, dalam dunia perdagangan internasional, waktu adalah aset paling mahal, dan kepastian regulasi adalah fondasi kepercayaan.
Baca juga: Oke Gas! Ini Jurus Menkeu Purbaya Ngejar Ekonomi Indonesia Tembus 8% di 2029!
Gelombang reformasi di tubuh Bea Cukai memasuki babak baru. Ultimatum satu tahun yang disampaikan pemerintah menjadi momentum evaluasi yang akan menentukan masa depan lembaga kepabeanan Indonesia. Dengan ancaman pembekuan serta modernisasi berbasis teknologi, publik dan dunia usaha kini menantikan bukti nyata bahwa pelayanan kepabeanan dapat menjadi lebih bersih, cepat, dan profesional.
Jika perubahan benar-benar terjadi, Indonesia berpeluang memperkuat fondasi perdagangan internasional dan meningkatkan daya saing logistik nasional secara signifikan.





