berita
23 Desember 2025
Woles! Ini Jurus Purbaya Atur Defisit APBN dan Lawan Prediksi Horror Bank Dunia!
Isu defisit APBN 2025 kembali menjadi perhatian publik setelah Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Desember 2025. Dalam laporan tersebut, Bank Dunia memperingatkan bahwa kesehatan fiskal Indonesia berpotensi menghadapi tekanan dalam jangka menengah, seiring proyeksi pelebaran defisit hingga mendekati batas psikologis 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2027.
Namun pemerintah menilai proyeksi tersebut tidak bisa dibaca secara linier. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa arah defisit APBN sepenuhnya berada dalam kendali kebijakan fiskal pemerintah, bukan semata hasil ramalan eksternal.
Defisit APBN 2025 Kembali Jadi Sorotan
Perdebatan mengenai defisit APBN menguat karena perbedaan antara proyeksi dan realisasi. Hingga Oktober 2025, realisasi defisit APBN Indonesia tercatat sekitar 2,0% terhadap PDB, masih jauh di bawah ambang batas 3% sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Baca juga: Ngeri-Ngeri Sedap! 7 Dampak Defisit APBN 560 Triliun Bagi Pengusaha dan Investor
Sementara itu, UU APBN 2026 sendiri mematok defisit di level 2,7% terhadap PDB. Perbedaan inilah yang membuat prediksi Bank Dunia soal defisit APBN 2025 dan tahun-tahun berikutnya menjadi sorotan, terutama bagi pasar dan pelaku ekonomi.
Prediksi Bank Dunia: Defisit APBN Mendekati 3% hingga 2027
Dalam laporan Indonesia Economic Prospects, Bank Dunia memproyeksikan defisit keseimbangan fiskal Indonesia berada di level 2,8% terhadap PDB pada 2025 dan bertahan di angka yang sama pada 2026. Defisit tersebut kemudian diperkirakan melebar menjadi 2,9% terhadap PDB pada 2027, nyaris menyentuh batas maksimal defisit fiskal nasional.
Sebagaimana dikutip dari Bisnis Indonesia pada Selasa (23/12/2025), proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi defisit sepanjang 2025, sehingga memunculkan kekhawatiran bahwa tekanan fiskal Indonesia akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan.
Penyebab Defisit APBN 2025 Menurut Bank Dunia
Bank Dunia menilai pelebaran defisit tidak lepas dari tekanan berat di sisi pendapatan negara. Inilah yang disebut sebagai penyebab defisit APBN 2025 dalam perspektif lembaga internasional tersebut.
Rasio pendapatan negara terhadap PDB diproyeksikan turun signifikan dari 13,5% pada 2022 menjadi hanya 11,6% pada 2025, sebelum sedikit membaik ke level 11,8% pada 2026. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor utama:
a. Penurunan harga komoditas global
b. Percepatan pengembalian pajak atau restitusi
c. Pengalihan dividen BUMN ke Danantara
“Pendapatan yang berkurang akibat penurunan harga komoditas, percepatan pengembalian pajak, serta pengalihan dividen BUMN ke Danantara menjadi faktor utama,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.
Utang Naik, Ruang Belanja Menyempit
Tekanan pada pendapatan berimplikasi langsung terhadap posisi utang pemerintah. Bank Dunia memproyeksikan rasio utang Pemerintah Pusat meningkat dari 39,8% terhadap PDB pada 2024 menjadi 40,5% pada 2025, 41,1% pada 2026, dan 41,5% pada 2027.
Yang lebih mengkhawatirkan, rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan negara telah mencapai 20,5% hingga Oktober 2025. Artinya, hampir seperlima pendapatan negara digunakan hanya untuk membayar bunga utang, sehingga mempersempit ruang belanja untuk sektor produktif.
Atas dasar itu, Bank Dunia mengingatkan bahwa risiko fiskal domestik cukup nyata dan dapat menguji disiplin fiskal pemerintah jika tidak diantisipasi secara tepat.
Menkeu Purbaya: Defisit Bukan Takdir, Tapi Soal Kepiawaian
Menanggapi peringatan tersebut, Purbaya menilai prediksi lembaga internasional perlu ditempatkan secara proporsional. Pemerintah, menurutnya, memiliki pengalaman bahwa proyeksi sering kali tidak sepenuhnya mencerminkan realisasi kebijakan.
“Ya suka-suka dia, dia prediksi boleh, nggak prediksi juga nggak apa-apa. Tapi kan selama ini sering meleset,” ujar Purbaya sebagaimana dikutip dari Sindonews.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa besar kecilnya defisit sepenuhnya bergantung pada kemampuan pemerintah mengelola pendapatan dan belanja negara.
“Defisit melebar atau enggak tergantung kepiawaian kita untuk mengendalikan belanja dan meningkatkan pendapatan dari pajak, bea cukai, maupun PNBP,” tegasnya.
Strategi Pemerintah Menekan Defisit APBN 2026
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Keuangan menempuh sejumlah langkah konkret. Salah satunya adalah optimalisasi teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence dalam pengawasan pelabuhan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Teknologi ini ditujukan untuk menutup celah kebocoran penerimaan negara. Purbaya bahkan menyebut potensi tambahan penerimaan dari perbaikan sistem ini mencapai minimal Rp1 triliun.
“Dari perbaikan AI kita bisa dapat Rp1 triliun minimal. Nanti kita perbaiki lagi yang lain-lain, harusnya kebocoran bea cukai akan berkurang secara signifikan,” jelasnya.
Baca juga: Ngeri! 10 Negara Asia dengan Rasio Utang Paling Tinggi, Posisi Indonesia di Mana?
Di sisi belanja, pemerintah juga menegaskan komitmen disiplin fiskal.
“Belanja kita kendalikan. Bisa melebar, bisa saja enggak tergantung kebutuhan. Tapi saya yakin kita akan kendalikan di level yang masih berkesinambungan ke depannya,” ujar Purbaya.
Peringatan Bank Dunia soal defisit APBN 2025 hingga 2027 mencerminkan risiko fiskal yang patut diwaspadai. Namun pemerintah menilai prediksi tersebut bukanlah kepastian.
Selama pendapatan negara diperkuat, kebocoran ditekan, dan belanja dikendalikan secara disiplin, defisit APBN diyakini tetap dapat dijaga dalam batas aman. Di sinilah perbedaan sudut pandang antara lembaga internasional dan otoritas fiskal nasional muncul, bukan sebagai konflik, melainkan sebagai dinamika kebijakan.






