artikel
16 Desember 2025
Cengli! Cara Menghitung Return On Sales, Analisis Penjualan Usaha No Ribet
Penjualan atau sales sering dianggap sebagai indikator utama kesuksesan bisnis. Banyak perusahaan terlihat tumbuh karena omzet naik, transaksi ramai, dan laporan penjualan terus meningkat. Namun kenyataannya, kenaikan penjualan tidak selalu sejalan dengan peningkatan keuntungan. Tidak sedikit bisnis dengan omzet besar justru memiliki margin tipis, bahkan kesulitan menghasilkan laba yang sehat.
Di sinilah pentingnya memahami Return on Sales (ROS), sebuah rasio keuangan yang mengukur seberapa efektif penjualan benar-benar diubah menjadi keuntungan. Tanpa memahami ROS, Anda berisiko keliru menilai kinerja perusahaan hanya dari angka penjualan semata.
Apa Itu Return on Sales?
Return on Sales (ROS) adalah rasio profitabilitas yang mengukur seberapa besar keuntungan yang dihasilkan perusahaan dari setiap rupiah penjualan. Rasio ini membantu menilai apakah penjualan benar-benar menghasilkan laba, bukan sekadar meningkatkan omzet.
Menurut Strike Money, ROS menunjukkan efisiensi perusahaan dalam mengonversi penjualan menjadi laba operasional. Riset McKinsey & Company menyebutkan bahwa ROS di atas 10 persen tergolong sangat sehat, karena mencerminkan margin yang kuat, daya tawar harga yang baik, serta pengendalian biaya yang efektif. Semakin tinggi ROS, semakin berkualitas penjualan perusahaan.
Secara teknis, ROS dihitung dengan membagi laba operasional (operating income) dengan penjualan bersih (net sales). Rasio ini memperlihatkan apakah aktivitas penjualan benar-benar menciptakan nilai bagi perusahaan.
Baca juga: Jebret! Cara Dapat Modal Usaha 10 Miliar via Securities Crowdfunding Cair Cepat!
Investopedia juga menjelaskan bahwa Return on Sales (ROS) digunakan untuk menilai efisiensi operasional perusahaan. Kenaikan ROS menandakan perbaikan kinerja dan margin, sementara penurunan ROS dapat menjadi sinyal tekanan biaya atau melemahnya profitabilitas. Karena itu, ROS sangat berkaitan dengan operating profit margin.
Dalam perspektif akademik, Aning Fitriana dalam buku Analisis Laporan Keuangan menjelaskan bahwa Rasio Pengembalian Penjualan merupakan bagian dari rasio profitabilitas yang menunjukkan tingkat keuntungan perusahaan setelah membayar biaya-biaya variabel produksi. Rasio ini membantu melihat seberapa besar laba yang benar-benar tersisa dari kegiatan usaha inti.
Singkatnya, ROS membantu Anda menilai kualitas penjualan, bukan hanya besar kecilnya omzet, tetapi juga kemampuan perusahaan mengelola biaya dan menghasilkan laba yang berkelanjutan.
Mengapa Return on Sales Itu Penting?
Return on Sales penting karena menunjukkan apakah penjualan benar-benar menghasilkan laba. ROS membantu melihat kualitas omzet dengan mengukur seberapa efisien perusahaan mengubah penjualan menjadi keuntungan operasional, bukan sekadar ramai transaksi.
1. ROS Menentukan Kualitas Penjualan
Penjualan yang tinggi belum tentu sehat. ROS menjadi penentu apakah setiap rupiah penjualan menyisakan laba atau justru habis oleh biaya. Semakin tinggi ROS, semakin berkualitas penjualan dan semakin kuat struktur bisnis perusahaan.
Baca juga: Cair! 7 Cara Pembiayaan Modal Usaha Syariah 10 Miliar Buat Proyek dan Ekspansi!
2. ROS Mengukur Efisiensi Bisnis
ROS berfungsi sebagai indikator efisiensi operasional. Kenaikan ROS menandakan biaya terkendali dan margin membaik, sedangkan penurunan ROS dapat menjadi sinyal awal adanya tekanan biaya atau penurunan kinerja usaha.
3. ROS Lebih Jujur daripada Omzet
Omzet bisa terlihat besar, tetapi ROS menunjukkan kondisi sebenarnya. Rasio ini membantu membedakan pertumbuhan nyata dengan pertumbuhan semu, sehingga perusahaan dan investor tidak terjebak ilusi penjualan.
4. ROS Penting untuk Keputusan Investasi
Dalam analisis keuangan, ROS digunakan untuk menilai kelayakan dan keberlanjutan laba. Rasio ini membantu investor memahami apakah bisnis mampu menghasilkan keuntungan yang konsisten dari aktivitas utamanya.
Faktor yang Mempengaruhi ROS
Return on Sales mencerminkan seberapa efektif penjualan diubah menjadi laba. Nilai rasio ini tidak muncul secara kebetulan, tetapi dipengaruhi oleh struktur pendapatan, laba operasional, dan efisiensi pengelolaan biaya.
Karena itu, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ROS penting agar Anda tidak keliru menilai kinerja bisnis hanya dari angka penjualan. Berikut faktor-faktor utama yang menentukan tinggi rendahnya Return on Sales.
1. Jenis Pendapatan yang Digunakan
ROS dipengaruhi oleh apakah perusahaan menggunakan net sales atau revenue. Net sales sudah dikurangi retur dan potongan penjualan, sehingga biasanya lebih mencerminkan pendapatan riil, terutama pada sektor ritel.
2. Besaran Laba Operasional
ROS hanya menghitung laba dari aktivitas inti bisnis. Pajak, bunga, dan pendapatan non-operasional tidak termasuk. Semakin besar laba operasional terhadap penjualan, semakin tinggi ROS.
3. Efisiensi Biaya Operasional
Kemampuan perusahaan mengendalikan biaya produksi, distribusi, dan operasional sangat menentukan ROS. Biaya yang tidak efisien akan langsung menekan rasio ini meskipun penjualan tinggi.
4. Kualitas Produk dan Jasa
Produk dan layanan yang kuat memberi ruang bagi margin yang lebih sehat. Daya tawar harga yang baik membantu perusahaan mempertahankan ROS di level optimal.
5. Kinerja Manajemen
ROS mencerminkan seberapa efektif manajemen menjalankan bisnis inti. Pengambilan keputusan operasional yang tepat akan meningkatkan efisiensi dan profitabilitas.
6. Kemampuan Menghasilkan Arus Kas Operasional
ROS yang sehat menunjukkan perusahaan mampu menghasilkan kas dari penjualan. Ini menjadi dasar untuk pembagian hasil, reinvestasi, dan kemampuan membayar kewajiban.
Rumus Return on Sales (ROS) dan Contoh Analisisnya
Return on Sales (ROS) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk melihat seberapa efektif penjualan perusahaan diubah menjadi laba operasional. Rasio ini membantu menilai kualitas penjualan, bukan sekadar besar kecilnya omzet.
Rumus Return on Sales
Return on Sales dihitung dengan rumus berikut:
Return on Sales = (Laba Operasional / Penjualan Bersih) × 100%
Rumus ini fokus pada kinerja bisnis inti karena hanya menggunakan laba operasional dan penjualan bersih, tanpa memasukkan pajak maupun beban bunga.
Contoh Perhitungan dan Analisis ROS
Contoh 1: ROS Moderat
Misalkan Perusahaan C memiliki:
a. Laba operasional: Rp100 juta
b. Penjualan bersih: Rp1,5 miliar
Perhitungannya:
ROS = (Rp100.000.000 / Rp1.500.000.000) × 100% = 6,7%
Analisis:
ROS sebesar 6,7 persen menunjukkan perusahaan sudah menghasilkan laba dari penjualannya, namun margin keuntungannya masih terbatas. Kondisi ini bisa disebabkan oleh biaya produksi atau operasional yang relatif tinggi.
Contoh 2: ROS Tinggi
Misalkan Perusahaan D memiliki:
a. Laba operasional: Rp250 juta
b. Penjualan bersih: Rp2 miliar
Perhitungannya:
ROS = (Rp250.000.000 / Rp2.000.000.000) × 100% = 12,5%
Analisis:
ROS sebesar 12,5 persen tergolong sehat dan kuat. Perusahaan mampu mengonversi penjualan menjadi laba dengan efisien. Margin yang baik ini menunjukkan pengendalian biaya yang efektif dan daya tawar harga yang relatif kuat.
Baca juga: Gaspol! 10 Strategi Bisnis Logistik 2026 Biar Cuan Melesat dan Banyak Orderan!
Contoh 3: ROS Rendah
Misalkan Perusahaan E memiliki:
a. Laba operasional: Rp60 juta
b. Penjualan bersih: Rp1,2 miliar
Perhitungannya:
ROS = (Rp60.000.000 / Rp1.200.000.000) × 100% = 5%
Analisis:
ROS sebesar 5 persen menandakan margin yang tipis. Walaupun penjualan terlihat cukup besar, sebagian besar pendapatan habis untuk menutup biaya. Jika kondisi ini berlanjut, perusahaan berisiko mengalami tekanan arus kas dan kesulitan meningkatkan keuntungan.
Penjualan yang tinggi tidak otomatis mencerminkan bisnis yang sehat. Return on Sales (ROS) membantu melihat apakah omzet benar-benar menghasilkan laba atau hanya menutup biaya. Rasio ini menunjukkan kualitas penjualan, efisiensi operasional, dan kekuatan margin perusahaan.
Melalui ROS, pengusaha dapat mengevaluasi kinerja bisnis secara lebih akurat, sementara investor dapat menilai keberlanjutan laba dan kelayakan usaha. Dengan memahami ROS, keputusan bisnis dan investasi tidak lagi bertumpu pada angka penjualan semata, tetapi pada kemampuan perusahaan menciptakan keuntungan yang nyata dan berkelanjutan.






