artikel

calendar_today

13 Oktober 2023

Investasi di Saham Syariah

Investasi Syariah

Investasi syariah adalah bentuk investasi yang bertujuan untuk mengembangkan harta yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam agama Islam. Prinsip utama dalam investasi syariah adalah bentuk investasi yang didalamnya tidak terdapat unsur riba, zhalim, dan gharar.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

مَا دَامَ لَيْسَ فِيْهِ ظُلْمٌ وَلاَ غَرَرٌ وَلاَ رِبًا فَالأَصْلُ الصِحَّةُ

“Selama dalam akad tidak terdapat unsur kezaliman, gharar (ada unsur ketidakjelasan), dan riba, maka akad tersebut sah.” (Syarh Al-Mumthi’, 9:120)

 

Investasi syariah dapat juga melibatkan penggunaan instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti saham syariah, sukuk, properti syariah dan lain-lain. Prinsip-prinsip syariah juga membatasi jenis perusahaan atau sektor yang dapat diinvestasikan, seperti larangan investasi dalam industri alkohol, perjudian, atau produk yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.

 

Investasi syariah memiliki beragam bentuk akad yang disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing pihak, baik akad yang bersifat syirkah (mudharabah, musyarakah) maupun akad yang bersifat jual beli (murabahah, ijarah, istishna atau salam).

Investasi syariah yang berbasis syirkah juga mendorong adanya pembagian keuntungan dan risiko kerugian antara investor dan pihak pengelola. Investasi syariah juga menghindari praktik riba, zhalim dan gharar.

 

Tujuan utama dari investasi syariah adalah untuk mencapai keuntungan finansial yang halal, dengan teta berkomitmen untuk mematuhi prinsip-prinsip syariah. Dalam beberapa tahun terakhir, investasi syariah telah berkembang pesat di seluruh dunia, dengan tersedianya produk dan layanan keuangan yang memenuhi kebutuhan investor yang ingin berinvestasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

 

1. Pengertian Saham Syariah

Saham syariah adalah saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam Islam. Saham-saham tersebut wajib mematuhi ketentuan-ketentuan syariah yang melarang atau menghindari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

 

2. Fatwa Tentang Saham Syariah

Dalam pembahasan saham syariah kali ini kita akan membahas saham secara umum (saham biasa) baik saham pada perusahaan terbuka yang beredar di pasar modal maupun saham pada perusahaan diluar pasar modal, termasuk juga saham yang ditawarkan melalui platform layanan urun dana (securities crowdfunding) dan tidak membahas saham istimewa (prefered stock).

Dalam pembahasan yang berkaitan dengan saham sebuah perusahaan dinyatakan sebagai saham syariah kita akan menukil dari Buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Al Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA maka kita akan melihat dan membaginya  menjadi 2 sisi, yaitu:

A. Saham Syariah jika dilihat dari tujuan pendiriannya.

Para ulama kontemporer sepakat bahwa saham perusahaan yang tujuan pendiriannya bergerak dibidang usaha haram, maka haram juga membeli sahamnya. Diantara fatwanya adalah sebagai berikut :

1. Keputusan Majma’ Al Fiqh Al Islami (Divisi Fikih OKI) dengan keputusan No.63 (1/7) tahun 1992, yang berbunyi,

"Tidak ada perbedaan pendapat akan keharaman hukum membeli Saham perusahaan, tujuan pendiriannya bergerak di bidang haram, seperti perusahaan ribawi, perusahaan yang memproduksi barang haram, atau perusahaan yang memperdagangkan barang”. (Journal Majma' al Fiqh al Islami, edisi VI, jilid II, hal 1273 – Harta Haram Muamalat Kontemporer Bab. 4.6.2.5.7).

2. Keputusan Al Majma' Al Fiqh Al Islami (divisi fikih Rabithah Alam Islami), daurah ke-XIV, tahun 1995, yang berbunyi, "Para anggota Al Majma' sepakat bahwa haram hukumnya membeli saham perusahaan yang tujuan pendiriannya bergerak di bidang usaha haram, seperti transaksi riba, atau memproduksi barang barang haram, ataupun memperdagangkan barang” (Qararat Al Majma' al Fiqhyal Islami, hal 297 - Harta Haram Muamalat Kontemporer Bab. 4.6.2.5.7).

3. Keputusan Dewan Syariah Nasional lebih merinci tentang kegiatan usaha perusahaan yang diharamkan dalam fatwa nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah, Bab IV, Pasal VIII, yang berbunyi :

“Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syari'ah Islam, antara lain, adalah:

Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;

  1. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
  2. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta   memperdagangkan makanan dan minuman yang haram;
  3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat. (Himpunan Fatwa DSN 2006, hal 119 - Harta Haram Muamalat Kontemporer Bab. 4.6.2.5.7).

B. Saham Syariah jika dilihat dari Keuangan dan Permodalannya

Bila sebuah perusahaan, kegiatan usahanya halal akan tetapi terdapat dalam pembiayaannya sesuatu yang mengandung unsur riba atau menyimpan uangnya di bank ribawi, atau tercantum dalam anggaran dasarnya untuk bertransaksi dengan bank ribawi, bagaimanakah hukum membeli saham perusahaan tersebut?

 

Para ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hal ini.

1. Pendapat Pertama

boleh membeli saham perusahaan jenis ini dengan syarat:

a. Tetap meyakini haram hukumnya transaksi riba;

b. Tidak tercantum dalam anggaran dasar perusahaan pasal yang menyatakan bahwa perusahaan akan melakukan transaksi pembiayaan ribawi;

c. Besarnya pinjaman dalam bentuk riba tidak lebih dari 30% modal keseluruhan perusahaan;

d. Besarnya uang yang disimpan pada bank ribawi tidak lebih dari 30% modal keseluruhan perusahaan;

e. Besarnya pemasukan perusahaan dari transaksi riba/haram tidak lebih dari 5% dari keseluruhan pemasukan perusahaan;

f. Dan setelah menerima deviden, maka keuntungan dari riba wajib dibersihkan dan disalurkan untuk kepentingan sosial.

 

Pendapat ini didukung oleh AAOIFI, Dewan Syariah Bank Al Rajhi (Al Ma'ayir AsSyari'yyah, hal 299. Dr. Mubarak Al Sulaiman, Al Iktitab wal Mutajarah BilAshum, hal 15) dan Dewan Syariah Nasional dalam fatwa Tentang Investasi Dana Reksa Syariah Pasal 10 dengan rincian sebagai berikut :

"Kondisi Emiten yang Tidak Layak Suatu Emiten tidak layak diinvestasikan oleh Reksa Dana Syariah:

a. Apabila struktur hutang terhadap modal sangat bergantung kepada pembiayaan dari hutang yang pada intinya merupakan pembiayaan yang mengandung unsur riba;

b. Apabila suatu emiten memiliki nisbah hutang terhadap modal lebih dari 82% (hutang 45%, modal 55 %);" (Himpunan Fatwa DSN, jilid I. hal.120).

Yang menjadi dalil pendapat ini adalah alhajah (kebutuhan yang mendesak) akan keberadaan perusahaan yang modalnya berasal dari saham masyarakat yang bergerak di bidang telekomunikasi, listrik, air bersih, perkebunan, peternakan, angkutan umum; darat, laut dan udara. Perusahaan jenis ini membutuhkan modal yang sangat besar. Dan hampir tidak mungkin modal tersebut berasal dari sekelompok orang tertentu. Biasanya para pengelola perusahaan tersebut adalah orang-orang yang tidak mengerti aturan syariat dalam hal muamalat, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan melakukan transaksi dengan bank ribawi dalam hal simpan-pinjam dan sebagainya. Maka bila membeli saham perusahaan tersebut dihukumi haram dikhawatirkan kebutuhan umat akan jasa dan produk yang diberikan perusahaan tersebut tidak terpenuhi sehingga kehidupan umat di era modern akan menjadi tidak tertata dan tidak berbudaya.

 

Tanggapan Penulis dalam menanggapi

1. Pendapat Pertama

Dalil ini tidak kuat, karena sebagian emiten (perusahaan yang modalnya berasal dari saham masyarakat) memang dibutuhkan dalam kehidupan umat, namun sebagian lagi tidak demikian halnya, maka menyamaratakan hukum boleh untuk semua emiten tidaklah tepat. Kemudian juga, jika umat Islam sadar akan syariat mereka dan seluruh umat memboikot, tidak membeli saham perusahaan yang bercampur transaksi haram dapat dipastikan perusahaan tersebut akan tunduk dengan keinginan umat dan akan mengumumkan ke khalayak ramai bahwa perusahaan yang mereka dirikan sesuai dengan syariat Islam. Sebagaimana kenyataannya pada saat ini di dunia perbankan, dimana seluruh bank ribawi berpacu untuk membuka unit syariah, karena bank ribawi mulai ditinggalkan umat dan umat beralih ke bank syariah.

 

2. Pendapat Kedua

Haram hukumnya membeli saham perusahaan, yang kegiatan usahanya halal akan tetapi terdapat dalam pembiayaannya sesuatu yang mengandung unsur riba atau menyimpan uangnya di bank ribawi, atau tercantum dalam anggaran dasarnya untuk bertransaksi dengan bank ribawi. Pendapat ini merupakan keputusan berbagai lembaga fikih internasional, di antaranya:

a. Keputusan Majma' Al Fiqh Al Islami (divisi fikih OKI) dengan keputusan No. 63 (1/7) tahun 1992, yang berbunyi :

"Haram hukumnya membeli saham perusahaan yang terkadang melakukan transaksi yang diharamkan, seperti riba, sekalipun kegiatan usaha perusahaan tersebut bergerak di bidang yang dihalalkan”(Journal Majma' al Fiqh al Islami, edisi VI, jilid II, hal 1273).

b. Keputusan Al Majma' al Fiqhyal Islami (divisi fikih Rabithah Alam Islami) dalam keputusan muktamar ke XIV di Mekkah pada tahun 1995, yang berbunyi : "Seorang muslim tidak boleh membeli Saham milik perusahaan yang sebagian transaksinya dalam bentuk riba" (Qararat Al Majma' al Fikihy al Islami, muktamar XIV, hal 31).

c. Keputusan Lembaga fatwa kerajaan Arab Saudi, nomor fatwa: 11967, yang berbunyi :

"Tidak boleh membeli dan menjual saham milik perusahaan yang di antara transaksinya mengandung riba dalam hal simpan-pinjam”. (Fatawa lajnah daimah, jilid XIII, hal 494).

Dalil dari pendapat ini bahwa hubungan antara pemegang saham dan perusahaan adalah akad wakalah, dimana status pemegang saham sebagai muwakkil (pihak yang mewakilkan) dan perusahaan sebagai wakil. Maka jika seorang muslim tahu bahwa sebuah perusahaan melakukan transaksi riba dan tetap membeli saham perusahaan tersebut sesungguhnya ia mewakilkan kepada perusahaan tersebut untuk melakukan transaksi riba. Ini pertanda bahwa ia menyetujui transaksi riba sekalipun mulut dan hatinya mengatakan tidak. Padahal teks-teks Alquran dan hadis jelas mengharamkan riba sekalipun sedikit. (Dr. Mubarak Al Sulaiman, AlIktitab wal Mutajarah Bil Ashum, hal 16).

Wallahu a'lam, pendapat kedua yang mengharamkan untuk membeli saham perusahaan yang kegiatan usahanya halal akan tetapi sebagian transaksinya terdapat hal yang diharamkan lebih kuat. Karena bila halal bercampur dengan yang haram maka hukum haramnya lebih dominan, seperti air bersih bercampur najis.

 

Saham Syariah

Saham syariah adalah saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam Islam. Saham-saham tersebut wajib mematuhi ketentuan-ketentuan syariah yang melarang atau menghindari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Prinsip-prinsip utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang menerbitkan saham syariah meliputi:

A. Riba

Perusahaan dilarang melakukan praktik ribawi diantaranya :

  1. Perusahaan dilarang melakukan pinjaman ribawi baik kepada lembaga keuangan maupun kepada pihak lainnya.
  2. Perusahaan dilarang menempatkan dana perusahaan di lembaga keuangan ribawi.
  3. Penerbit dilarang memiliki pendapatan yang tidak halal seperti pendapatan riba, investasi yang mengandung riba dan lain-lain.
  4. Perusahaan dilarang melakukan perjanjian-perjanjian yang didalamnya terdapat unsur-unsur riba dan yang dilarang secara syariat islam.

B. Gharar

Dalam menjalankan usahanya, perusahaan dilarang melakukan kegiatan yang tergolong kedalam tindakan gharar yang dilarang oleh syariat islam, yaitu sebuah tindakan jual-beli yang tidak jelas kesudahaanya yang bila salah satu pihak mendapatkan keuntungan maka pihak lain mengalami kerugian. Adapun gharar yang dilarang diantaranya :

  1. Qimar (Perjudian), perusahaan dilarang melakukan segala bentuk perjudian dalam menjalankan usahanya.
  2. Perusahaan dilarang melakukan hal-hal yang mengandung perbuatan yang melalaikan seseorang dari shalat, zikrullah, dan menimbulkan kebencian serta permusuhan.
  3. Perusahaan dilarang melakukan transaksi yang mengandung unsur spekulasi yang dilarang secara syariat Islam.

C. Zalim

Dalam menjalankan usahanya, perusahaan dilarang melakukan segala bentuk perbuatan zalim, yaitu setiap perbuatan yang melampaui syariat Islam. Dan diantara bentuk-bentuk transaksi yang diharamkan karena mengandung kezaliman yaitu :

1)     Ghisysy, yaitu dengan cara menyembunyikan cacat barang atau menampilkan barang yang bagus dan menyembunyikan barang yang jelek diantara barang bagus tersebut.

2)     Najsy, yaitu perusahaan dalam transaksinya melakukan penawaran atau permintaan palsu, penipuan dan ketidakjujuran dalam menjelaskan barang/jasa.

3)     Menjual, membeli dan menawar barang yang terlebih dahulu dijual, dibeli dan ditawar oleh orang lain.

4)     Ikhtikar, yaitu menahan (menimbun) barang yang merupakan hajat orang banyak dengan tidak menjualnya agar permintaan bertambah dan harga menjadi naik, saat itulah kemudian ia menjualnya.

5)     Memproduksi, mendistribusikan atau menjual barang atau jasa yang diharamkan atau yang digunakan untuk maksiat.

6)     Dilarang melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).

7)     Dilarang melakukan transaksi yang mengandung unsur kezaliman dan transaksi yang diharamkan secara syariat, baik transaksi terhadap supplier, pembeli maupun transaksi didalam internal perusahaan (akad terhadap karyawan, akad para pemegang saham dan yang semisal)

D. Dalam media promosi usahanya, perusahaan dilarang melakukan hal-hal yang dilarang syariat seperti namun tidak terbatas pada:

1)     Menampilkan aurat baik aurat pria maupun aurat wanita.

2)     Mengandung musik.

3)     Menggunakan patung-patung atau lukisan makhluk bernyawa.

4)     Menggunakan media informasi, penggunaan kata-kata dan/atau kalimat-kalimat yang melanggar ketentuan syariat atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Perusahaan yang menerbitkan saham syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang independen untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Dewan ini memberikan pengawasan terhadap kesyariahan kepada perusahaan agar tetap memenuhi kriteria syariah.

 

Investor yang tertarik pada saham syariah biasanya mencari perusahaan yang beroperasi dalam sektor-sektor yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan memperoleh pendapatan dari aktivitas yang halal. Hal ini memungkinkan mereka untuk berinvestasi dengan keyakinan bahwa mereka tidak melanggar prinsip-prinsip agama Islam.

 

Investasi dalam saham syariah dapat dilakukan melalui reksa dana syariah atau langsung membeli saham dari perusahaan yang terdaftar dalam indeks saham syariah di pasar modal. Perlu dicatat bahwa kriteria dan pedoman untuk saham syariah dapat bervariasi di setiap negara atau lembaga keuangan yang berbeda.

 

Investasi Saham Murni Syariah Yang Halal – Disini Tempatnya

Penjelasan tetang investasi yang murni sesuai syariah contoh 0% riba

Ketika kita ingin berinvestasi, sebelum menentukan kemana kita akan berinvestasi maka kita hendaknya telah memastikan bahwa harta yang akan kita investasikan adalah berasal dari harta yang halal, karena dengan harta halal meskipun nilainya sedikit namun membawa keberkahan yang banyak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللَّهُ بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا كَمَا

يُرَبِّى أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوصَهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ

“Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014).

search

Informasi Terbaru

Ingin Berinvestasi di LBS Urun Dana?

Temukan peluang investasi pada bisnis-bisnis murni syariah hanya di LBS Urun Dana

Investasi Sekarang

Copyright 2024. PT LBS Urun Dana berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

PT LBS Urun Dana adalah penyelenggara layanan urun dana yang menyediakan platform berbasis teknologi untuk penawaran efek (securities crowdfunding) di mana melalui platform tersebut penerbit menawarkan instrumen efek kepada investor (pemodal) melalui sistem elektronik yang telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan.

Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.57/POJK.04/2020 tentang “Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi” Pasal 27, kami menyatakan bahwa :

  • OTORITAS JASA KEUANGAN TIDAK MEMBERIKAN PERNYATAAN MENYETUJUI ATAU TIDAK MENYETUJUI EFEK INI, TIDAK JUGA MENYATAKAN KEBENARAN ATAU KECUKUPAN INFORMASI DALAM LAYANAN URUN DANA INI. SETIAP PERNYATAAN YANG BERTENTANGAN DENGAN HAL TERSEBUT ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM.
  • INFORMASI DALAM LAYANAN URUN DANA INI PENTING DAN PERLU MENDAPAT PERHATIAN SEGERA. APABILA TERDAPAT KERAGUAN PADA TINDAKAN YANG AKAN DIAMBIL, SEBAIKNYA BERKONSULTASI DENGAN PENYELENGGARA.
  • PENERBIT DAN PENYELENGGARA, BAIK SENDIRI SENDIRI MAUPUN BERSAMA-SAMA, BERTANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA ATAS KEBENARAN SEMUA INFORMASI YANG TERCANTUM DALAM LAYANAN URUN DANA INI.

Sebelum melakukan investasi melalui platform LBS Urun Dana, anda perlu memperhitungkan setiap investasi bisnis yang akan anda lakukan dengan seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisa (due diligence), yang diantaranya (namun tidak terbatas pada); Analisa kondisi makro ekonomi, Analisa Model Bisnis, Analisa Laporan Keuangan, Analisa Kompetior dan Industri, Risiko bisnis lainnya.

Investasi pada suatu bisnis merupakan aktivitas berisiko tinggi, nilai investasi yang anda sertakan pada suatu bisnis memiliki potensi mengalami kenaikan, penurunan, bahkan kegagalan. Beberapa risiko yang terkandung pada aktivitas ini diantaranya:

Risiko Usaha

Risiko yang dapat terjadi dimana pencapaian bisnis secara aktual tidak memenuhi proyeksi pada proposal/prospektus bisnis.

Risiko Gagal Bayar

Gagal bayar atas efek bersifat sukuk, seperti kegagalan penerbit dalam mengembalikan modal dan bagi hasil/marjin kepada investor.

Risiko Kerugian Investasi

Sejalan dengan risiko usaha dimungkinkan terjadi nilai investasi yang diserahkan investor menurun dari nilai awal pada saat dilakukan penyetoran modal sehingga tidak didapatkannya keuntungan sesuai yang diharapkan.

Dilusi Kepemilikan Saham

Dilusi kepemilikan saham terjadi ketika ada pertambahan total jumlah saham yang beredar sehingga terjadi perubahan/penurunan persentase kepemilikan saham.

Risiko Likuiditas

Investasi anda melalui platform layan urun dana bisa jadi bukan merupakan instrumen investasi yang likuid, hal ini dikarenakan instrumen efek yang ditawarkan melalui platform hanya dapat diperjualbelikan melalui mekanisme pasar sekunder pada platform yang sama, dimana periode pelaksanaan pasar sekunder tersebut juga dibatasi oleh peraturan. Anda mungkin tidak dapat dengan mudah menjual saham anda di bisnis tertentu sebelum dilaksanakannya skema pasar sekunder oleh penyelenggara. Selain itu, untuk efek bersifat sukuk, anda tidak dapat melakukan penjualan sukuknya hingga sukuk tersebut jatuh tempo atau mengikuti jadwal pengembalian modal yang sudah ditentukan.

Risiko Pembagian Dividen

Setiap Investor yang ikut berinvestasi berhak untuk mendapatkan dividen sesuai dengan jumlah kepemilikan saham. Seyogyanya dividen ini akan diberikan oleh Penerbit dengan jadwal pembagian yang telah disepakati di awal, namun sejalan dengan risiko usaha pembagian dividen ada kemungkinan tertunda atau tidak terjadi jika kinerja bisnis yang anda investasikan tidak berjalan dengan baik.

Kebijakan Keamanan Informasi

Kami berkomitmen melindungi keamanan pengguna saat menggunakan layanan elektronis urun dana dengan:

  • Implementasi ISO/IEC 27001:2013 ISMS guna mewujudkan Confidentiality, Integrity dan Availability informasi.

  • Selalu mentaati segala ketentuan dan peraturan terkait keamanan infromasi yang berlaku di wilayah Republik Indonesia serta wilayah tempat dilakukannya pekerjaan.

  • Melakukan perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement) terhadap kinerja Sistem Manajemen Keamanan Informasi.

Bank Kustodian

  • Peran Bank Kustodian terbatas pada pencatatan, penyimpanan dan penyelesaian transaksi.

  • Bank Kustodian tidak bertanggung jawab atas klaim dan gugatan hukum yg ditimbulkan dari risiko investasi dan risiko-risiko lainnya di luar cakupan peran Bank Kustodian yang telah disebutkan di atas, termasuk kerugian yang ditimbulkan oleh kelalaian pihak-pihak lainnya.