berita
14 Agustus 2025
Cek Fakta! Apakah Pajak Sama Seperti Zakat dan Wakaf? Ini Dalilnya
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan pernyataan kontroversial yakni "menyamakan" kewajiban bayar pajak sama seperti menunaikan zakat dan wakaf. Pasalnya, ketiganya memiliki tujuan yang sama, yakni menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan.
"Caranya hak orang lain itu diberikan ada yang melalui zakat, ada yang melalui wakaf, ada yang melalui pajak. Dan pajak itu kembali kepada yang membutuhkan. Kami sampaikan 10 juta keluarga tidak mampu diberikan program keluarga harapan. Bahkan diberikan tambahan sembako untuk 18 juta keluarga," ujarnya sebagaimana dikutip dari CNBC pada Kamis (14/8/2025).
Selain itu, pemerintah juga menyalurkan berbagai fasilitas mulai dari diagnosa, pelayanan kesehatan gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, dan pembangunan akses-akses kesehatan seperti puskesmas, BKKBN, posyandu, hingga rumah sakit di daerah-daerah.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa dalam kebijakan fiskal, setiap rupiah pajak yang dibayarkan masyarakat akan kembali dalam bentuk nyata. Manfaatnya hadir melalui beragam program, mulai dari perlindungan sosial hingga subsidi, yang dampaknya langsung dirasakan, khususnya oleh kelompok berpenghasilan rendah.
Islam Melarang Penarikan Pajak?
Sri Mulyani memandang bahwa pajak, zakat, dan wakaf memiliki tujuan yang sama: menyalurkan hak orang lain dari rezeki yang kita miliki. Ia menegaskan bahwa instrumen pajak digunakan untuk membantu masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah, melalui program seperti keluarga harapan, bantuan sembako, hingga pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Baca juga: Hati-Hati! Narik Pajak Gak Syari Bisa Kena Laknat, Ini Penjelasan Lengkapnya!
Pernyataan ini tentu menarik untuk dikaji dari perspektif Islam. Dalam syariat, pembahasan mengenai pajak (muks) memiliki sejarah panjang dan nuansa yang kompleks. Secara bahasa, muks berarti pungutan atau beban harta yang diambil dari rakyat secara paksa. Dalam beberapa hadis Nabi Muhammad ﷺ, istilah ini disebutkan dalam konteks negatif dengan ancaman keras terhadap pelakunya.
Beliau ﷺ bersabda:
"Tidak akan masuk surga para pemungut pajak." (HR. Abu Dawud dan Ahmad, dinilai hasan li ghairihi oleh Syaikh Al-Albani)
Bahkan, ada riwayat bahwa Nabi ﷺ mengatakan kepada seorang wanita pemungut pajak:
"Sabar wahai Khalid! Demi Allah, sungguh wanita itu telah bertaubat. Kalau penarik pajak (muks) bertaubat seperti dia, niscaya dosanya diampuni."
Riwayat-riwayat ini menunjukkan larangan keras terhadap pajak yang zalim, yakni yang merampas harta rakyat tanpa hak syar’i. Namun, para ulama juga membedakan antara pajak zalim dan pajak yang ditarik untuk kemaslahatan umum secara adil dan transparan.
Syarat Negara Diperbolehkan Menarik Pajak
Meski ayat dan hadits mengharamkan pengambilan harta tanpa hak, Islam tetap mengakui adanya kewajiban sosial dalam harta seorang Muslim, termasuk untuk fakir miskin dan kepentingan umat. Maka, pajak yang ditarik demi kebutuhan pokok dan stabilitas negara bisa menjadi wujud tanggung jawab kolektif.
Dalam perkembangan kontemporer, sebagian besar ulama fikih muamalat melihat urgensi dan kondisi riil kenegaraan. Mereka memahami bahwa negara tidak dapat berjalan tanpa pemasukan tetap. Oleh karena itu, pajak dapat dibolehkan jika memenuhi syarat:
1. Ada kebutuhan nyata (hajah) dan darurat syar’i — misalnya untuk keamanan, pertahanan, dan kebutuhan pokok umat.
2. Tidak ada jalan lain (baitul mal kosong) — negara tidak memiliki cukup dana.
3. Hanya untuk orang kaya yang mampu — sebagaimana prinsip “menolak mudharat umat adalah tanggung jawab bersama.”
4. Berdasarkan musyawarah dengan ulama — agar tidak disalahgunakan penguasa.
5. Bersifat sementara dan sesuai kebutuhan — jika darurat hilang, pajak dihapus.
Jadi Apakah Pajak Sama Seperti Zakat dan Wakaf?
Zakat dan wakaf adalah ibadah maliyah dengan aturan rinci dan dalil jelas dari Al-Qur’an dan Sunnah. Pajak (muks), meski bisa dibolehkan dalam kondisi darurat dan untuk kemaslahatan umum, tidak memiliki dalil syar’i yang menyamakan statusnya dengan zakat atau wakaf.
Zakat dan wakaf bernilai ibadah dan langsung terkait dengan hak Allah dan hak hamba, sementara pajak adalah kebijakan negara yang sifatnya ijtihadi.
Baca juga: Astagfirullah! 6 Fakta Dibalik Data Ekonomi Indonesia 2025, Asli atau Rekayasa?
Oleh karena itu, pernyataan yang menyamakan pajak dengan zakat atau wakaf harus dipahami hati-hati. Pajak hanya sah secara syar’i jika adil, transparan, sesuai kebutuhan mendesak, tidak menzalimi rakyat, dan tidak digunakan untuk hal maksiat.
Masyarakat Muslim hendaknya tetap memprioritaskan zakat dan wakaf sebagai kewajiban ibadah, sekaligus mengawal penggunaan pajak agar benar-benar untuk kemaslahatan. Dan bagi yang ingin menyalurkan harta dengan nilai ibadah yang jelas, investasi halal di LBS Urun Dana bisa menjadi pilihan tepat bebas riba, dan insyaAllah berkah. Mulai sekarang!