artikel
27 November 2025
Bergetar! Risalah Zaid Bin Tsabit, Sang Penulis Wahyu & Pengumpul Mushaf Al Quran
Di antara para sahabat Nabi ﷺ, ada sosok yang namanya tidak sering terdengar di atas mimbar, tetapi jasanya dirasakan oleh setiap Muslim di seluruh dunia. Seseorang yang melalui kecerdasan, ketekunan, dan ketakwaannya, menjadi alat pilihan Allah untuk menjaga Al Quran dari perubahan dan penyimpangan. Dialah Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu, penulis wahyu dan pengumpul mushaf pertama dalam sejarah Islam.
Masa Muda dan Semangat Jihad
Zaid lahir di Madinah pada tahun 11 sebelum hijrah dari suku An Najjar. Ketika terjadi Perang Badar, usianya baru sekitar 11 hingga 13 tahun. Namun ia datang ke Rasulullah ﷺ membawa pedang yang lebih tinggi dari tubuhnya sendiri dan berkata dengan tekad kuat:
"Izinkan aku ikut bersamamu wahai Rasulullah untuk memerangi musuh Allah."
Dalam Siyar A’lam An Nubala karya Imam Adz Dzahabi yang dikutip dari Alim.org disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ menepuk bahunya dengan penuh kasih dan memuji keberaniannya, tetapi menolak karena usianya terlalu muda. Zaid berjalan pulang dengan air mata menahan kecewa.
Kegagalan ikut Badar tidak mematikan semangatnya. Ia mengarahkan energinya ke jihad yang lain, yaitu jihad ilmu.
Menjadi Hafiz Al Quran dan Penguasaan Bahasa
Zaid mulai menghafal Al Quran dengan cepat. Ibnu Sa'ad dalam Ath Thabaqat al Kubra menuliskan bahwa ia telah menghafal banyak surah saat masih sangat belia. Ketika membaca di hadapan Rasulullah ﷺ, bacaan Zaid begitu jelas dan tertata sehingga Nabi ﷺ terkesan dengan kemampuan dan kecerdasannya.
Nabi ﷺ kemudian memerintahkannya mempelajari bahasa Ibrani dan Suryani agar dapat berkomunikasi dengan kaum Yahudi. Dalam riwayat HR Tirmidzi no. 2715 dijelaskan bahwa Zaid berkata:
"Aku mempelajari bahasa Yahudi hingga menguasainya dalam setengah bulan."
Sejak saat itu, Zaid menjadi penerjemah Rasulullah ﷺ.
Menjadi Penulis Wahyu Allah
Setiap kali wahyu turun, Rasulullah ﷺ memanggil Zaid untuk membawa perkamen, tinta, dan alat tulis. Zaid mencatat ayat-ayat Al Quran di atas pelepah kurma, kulit, tulang, dan lembaran kulit sesuai instruksi langsung dari Rasulullah ﷺ.
Ia berkata:
"Kami mengumpulkan Al Quran dari potongan potongan manuskrip di hadapan Rasulullah ﷺ." (HR Bukhari pada bab Fadha’ilul Quran)
Dilansir dari Gentaqurani.id, Zaid menjadi penulis utama wahyu, meskipun terdapat lebih dari 40 sahabat lain yang juga menjadi penulis.
Baca juga: Epik! Kisah Mush’ab bin Umair, Dari Pemuda Flexing Jadi Sahabat Militan Nabi ﷺ
Ia tumbuh bersama turunnya ayat. Ia mengetahui kapan ayat turun, sebab turunnya, serta tempat penempatannya. Karena itu, ia menjadi salah satu sahabat yang paling memahami struktur dan susunan wahyu.
Mengumpulkan Al Quran Setelah Wafatnya Rasulullah ﷺ
Setelah wafatnya Nabi ﷺ, terjadi peristiwa besar yaitu Perang Yamamah. Banyak para penghafal Al Quran gugur. Umar bin Khattab radhiyallahu anhu khawatir jika para penghafal terus wafat, ayat ayat Al Quran akan hilang.
Dalam Shahih Bukhari no. 4986 dan 4987, diriwayatkan bahwa Umar mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan Al Quran dalam satu mushaf. Abu Bakar memanggil Zaid dan mengatakan:
"Engkau pemuda yang cerdas dan kami tidak meragukanmu. Engkau menulis wahyu untuk Rasulullah ﷺ. Maka kumpulkanlah Al Quran."
Zaid menggambarkan besarnya beban amanah itu:
"Demi Allah, memindahkan gunung dari tempatnya lebih ringan bagiku daripada tugas mengumpulkan Al Quran." (HR Bukhari no. 4986)
Namun ia tetap menjalankan amanah itu. Ia mengumpulkan ayat dari hafalan para sahabat dan manuskrip tertulis, dan ia tidak menerima satu ayat pun kecuali dengan dua saksi. Hasilnya adalah suhuf pertama yang menjadi sumber mushaf.
Standarisasi Mushaf Utsmani
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, ketika ekspansi Islam meluas ke berbagai wilayah, perbedaan dialek menyebabkan perbedaan bacaan. Hudzaifah bin Al Yaman khawatir umat akan berselisih seperti Yahudi dan Nasrani.
Utsman memanggil Zaid untuk memimpin penyalinan mushaf standar. Mushaf itu kemudian diperbanyak dan dikirim ke berbagai provinsi Islam. Semua naskah lain diperintahkan untuk dibakar demi menjaga kesatuan umat.
Maka mushaf yang dipegang umat Islam di seluruh dunia hari ini masih bersandar pada mushaf standar yang disusun oleh Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu.
Keilmuan dan Posisi dalam Pemerintahan
Zaid adalah ulama besar di Madinah. Rasulullah ﷺ bersabda: "Yang paling menguasai faraidh di antara umatku adalah Zaid bin Tsabit." (HR Tirmidzi no. 3792).
Ia memegang posisi sangat penting sebagai penasehat hukum Khulafaur Rasyidin, bendahara Baitul Mal dan Mufti Madinah. Imam Nawawi menyebutkan bahwa Zaid adalah rujukan utama umat dalam masalah Al Quran, faraidh, dan fatwa.
Wafatnya Penjaga Wahyu
Pada suatu hari di Madinah, kabar duka menyebar cepat di antara rumah rumah para sahabat. Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu, seorang tokoh besar dalam sejarah umat Islam, telah menghembuskan napas terakhirnya pada usia 56 tahun. Suasana Madinah berubah hening. Banyak mata yang basah. Banyak hati yang bergetar menyadari bahwa dunia Islam baru saja kehilangan salah satu penjaga amanah paling agung.
Dalam momen itu, Abu Hurairah radhiyallahu anhu berdiri di tengah masyarakat dan berkata dengan suara yang penuh rasa kehilangan:
"Telah wafat orang terbaik dari umat ini." (Ath Thabaqat al Kubra 2.364)
Kalimat itu menggema dan mengetuk hati setiap Muslim yang mendengarnya. Zaid bukan sekadar seorang sahabat. Ia adalah penjaga wahyu, penulis ayat ayat Al Quran, pemimpin yang ditunjuk untuk menghimpun mushaf, dan pelayan ilmu yang berserah penuh pada amanah Allah.
Baca juga: Panutan! Kisah Salim Maula Abu Hudzaifah, Eks Budak yang Jadi Hafidz Quran Mulia
Seluruh Madinah menangisi kepergiannya. Para sahabat mengenang kerja kerasnya. Para tabi’in merasakan kehilangan seorang guru. Dan sejak hari itu, umat Islam menyadari betapa besar peran yang dimainkan seorang pemuda yang dulu pernah ditolak ikut perang karena masih terlalu muda.






