berita
10 Juni 2025
Tercekik Riba! Ini Daftar Negara yang Terjerat Utang China, Indonesia Juga Kena?
Di tengah dinamika ekonomi global, posisi China sebagai kekuatan ekonomi dunia terus menguat. Negara yang dijuluki Negeri Tirai Bambu ini kini menempati posisi kedua secara global berdasarkan ukuran ekonominya.
Dengan status tersebut, China juga menjelma menjadi penagih utang terbesar di dunia, terutama kepada negara-negara berkembang yang mayoritas berada di belahan bumi selatan, termasuk dalam konteks meningkatnya utang Indonesia terhadap negara tersebut.
Berdasarkan laporan Statistik Utang Internasional 2024 yang diterbitkan oleh Bank Dunia, Tiongkok tercatat menyumbang sekitar 5% dari total utang luar negeri publik yang dimiliki negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Nilainya mencapai US$ 441,8 miliar dari total US$ 8,8 triliun.
Dikutip dari CNBC pada Selasa (10/6/2025), angka ini mencakup seluruh stok utang luar negeri publik dan utang yang dijamin publik kepada China yang dihitung hingga akhir tahun 2023.
Indonesia Dihantui Tenggat Pembayaran Utang China
Tahun ini, tercatat utang luar negeri kepada Tiongkok mencapai rekor US$ 22 miliar atau setara Rp 357,94 triliun, dengan asumsi kurs Rp 16.270/US$. Data dari Lowy Institute menyebutkan, jumlah tersebut berasal dari 75 negara termiskin di dunia yang terikat utang kepada Tiongkok.
Berdasarkan data terkini dari Bank Dunia, ada lebih dari 100 negara yang tercatat memiliki utang kepada Tiongkok, dengan 84 negara secara resmi terdata hingga 2024.
Baca juga: Amerika dan China Sepakat Damai, Tarif Impor Dagang Dipangkas Besar-Besaran!
Pakistan menjadi negara dengan utang terbesar kepada Tiongkok, yakni US$ 22,6 miliar, disusul oleh Argentina (US$ 21,2 miliar) dan Angola (US$ 17,9 miliar).
Sementara itu, utang Indonesia 2025 ke Tiongkok tercatat mencapai US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 24,4 triliun, menjadikan Indonesia berada di urutan ke-35 dalam daftar debitur. Berikut daftar lengkapnya:
(Sumber: CNBC Indonesia)
Ancaman Tersembunyi Di Balik Utang China
Beberapa negara berkembang kini mulai merasakan beban dari utang yang telah menumpuk selama lebih dari satu dekade. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, program Belt and Road Initiative (BRI) dari Tiongkok terus mendorong pembiayaan infrastruktur global yang menarik minat banyak negara.
Namun, berbagai pengamat menilai bahwa inisiatif pinjaman ini mulai kehilangan momentum. Alasannya, banyak negara yang kesulitan membayar pinjaman, sehingga proyek infrastruktur besar menjadi terbengkalai.
Baca juga: Gawat Darurat! Ini 9 Sinyal Kuat Ekonomi Indonesia Melemah, Jangan Anggap Remeh
Lembaga seperti Lowy Institute menyampaikan bahwa semakin beratnya beban pembayaran utang dapat mengalihkan sumber daya negara berkembang dari prioritas penting seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan.
Pejabat Amerika Serikat pun mengkritik BRI sebagai bentuk “jebakan utang” yang secara tidak langsung membuka jalan bagi Tiongkok untuk memperoleh kendali atas aset infrastruktur penting di negara-negara penerima pinjaman.
Daripada Utang, Lebih Baik Pendanaan Syariah
Dalam situasi seperti ini, pertanyaan besar muncul: bagaimana arah utang Indonesia 2025 jika pola ketergantungan terhadap utang konvensional terus berlanjut? Risiko fiskal, tekanan pembayaran, dan potensi gangguan pembangunan menjadi kekhawatiran nyata.
Oleh karena itu, pendekatan yang lebih sehat dan berkelanjutan perlu dipertimbangkan khususnya melalui skema pendanaan syariah yang adil, transparan, dan bebas riba.
Daripada terjebak dalam utang luar negeri yang sarat kepentingan, kini para pelaku usaha dan proyek strategis nasional bisa mengajukan pendanaan berbasis syariah melalui LBS Urun Dana.
LBS Urun Dana hadir dengan skema sukuk dan saham syariah hingga Rp10 miliar. Solusi halal, tanpa riba, dan siap membantu proyek Anda melesat. Cuan halal tinggal selangkah lagi, ajukan sekarang sebelum keduluan!