artikel
27 November 2025
Wadidaw! 5 Praktik Keuangan Riba Zaman Now yang Diam-Diam Menjerat Banyak Orang
Di tengah perkembangan teknologi keuangan modern, praktik riba tidak menghilang. Justru ia hadir dalam bentuk baru yang lebih rapi, legal secara administratif, dan dibungkus sebagai inovasi digital yang memudahkan masyarakat.
Jika dahulu riba berwujud tambahan pembayaran melalui kesepakatan lisan antara pemberi pinjaman dan peminjam, hari ini ia berwujud aplikasi pinjaman digital, sistem fintech, layanan pinjol, produk bank konvensional, serta skema transaksi yang pada substansinya tetap sama. Pinjam uang dan kembalikan lebih besar. Mari kita membuka kembali buku Harta Haram Muamalat Kontemporer (2021) karya Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA yang akan menguak praktik riba dalam transaksi keuangan modern.
1. Hukum Peer to Peer Lending (Pinjol)
Peer to Peer Lending (P2P Lending) adalah layanan pinjam meminjam berbasis teknologi yang mempertemukan lender dan borrower melalui aplikasi, sebagaimana diatur dalam POJK 77/2016 dan 13/POJK.02/2018. Alur transaksinya sebagai berikut:
a. Borrower mengajukan pinjaman melalui aplikasi
b. Sistem menilai kelayakan dan menampilkan data kepada lender
c. Lender memilih borrower beserta bunga yang akan diterima
d. Dana disalurkan melalui rekening escrow
e. Borrower membayar cicilan, bunga, dan denda keterlambatan
f. Perusahaan penyelenggara memperoleh fee dan tidak menanggung risiko gagal bayar
Bunga harian, penalti keterlambatan, dan kewajiban mengembalikan lebih besar dari pokok menunjukkan bahwa mekanisme ini adalah bentuk riba jahiliyah berbasis teknologi. Dalam fikih, tambahan atas pinjaman (ziyadah fi qardh) termasuk riba. Karena itu akad P2P lending konvensional dikategorikan sebagai akad qardh yang mengandung riba dan tidak menjadi halal hanya karena diatur pemerintah atau menggunakan sistem digital.
2. Hukum Menabung di Bank Konvensional
Menabung di bank konvensional dihukumi haram karena hakikatnya pemilik rekening meminjamkan uang kepada bank, kemudian menerima tambahan berupa bunga. Jabir radhiyallahu anhu meriwayatkan:
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis transaksi riba dan kedua saksinya. Mereka semuanya sama.”
(HR. Muslim).
Baca juga: Sadis! 7 Dampak Mengerikan Riba yang Menghancurkan Nurani dan Krisis Ekonomi!
Jika seseorang sangat membutuhkan rekening untuk menerima gaji, ulama memberi keringanan dengan syarat segera menarik dana yang masuk. Adapun bunga bank wajib disalurkan untuk kepentingan sosial, bukan sebagai keuntungan pribadi.
3. Hukum Menerima Hadiah atau Undian dari Bank
Sebagian bank memberikan hadiah atau undian untuk pemilik tabungan. Namun para ulama berbeda pendapat:
a. Pendapat pertama (Syafi’iyah): membolehkan menerima hadiah
b. Pendapat kedua (Maliki dan Hanbali): mengharamkan karena menjadi celah legalisasi riba
Dalil pendapat kedua yang lebih kuat:
“Apabila seseorang memberi pinjaman, lalu penerima pinjaman memberikan hadiah, maka jangan diterima kecuali jika kebiasaan memberi hadiah itu sudah ada sebelum pinjaman.”
(HR. Ibnu Majah)
Hadiah dari bank termasuk riba karena bank mengembalikan pinjaman dengan tambahan.
4. Hukum Menggunakan Barang Gadai oleh Kreditur
Kreditur boleh meminta barang gadai sebagai jaminan. Jika jatuh tempo dan tidak dibayar, barang boleh dijual dan kelebihannya dikembalikan kepada pemilik. Namun kreditur tidak boleh memanfaatkan barang gadai karena termasuk riba, kecuali bila pemanfaatan tersebut sepadan dengan biaya perawatan barang. Imam Syafi’i dan standar AAOIFI menegaskan larangan ini untuk mencegah riba terselubung.
Pinjaman bukan akad untuk mencari keuntungan. Nabi bersabda:
“Setiap muslim yang memberi pinjaman kepada muslim lain dua kali, pahalanya seperti sedekah satu kali.”
(HR Ibnu Majah)
Jika ingin keuntungan, gunakan akad halal seperti murabahah, salam, sewa, musyarakah, atau mudharabah.
5. Hukum Gadai Emas di Bank dan Pegadaian Syariah
Investasi gadai emas semakin populer karena dianggap aman, menguntungkan, dan halal. Namun harus ditinjau kembali apakah praktik yang berjalan sesuai prinsip syariah.
Cara Kerja Gadai Emas
a. Nasabah membawa emas 25 gram ke bank syariah
b. Bank menaksir harga dan memberikan pinjaman tunai sebesar 80 persen
c. Akad pinjaman menggunakan akad qardh
d. Bank membebankan biaya penyimpanan melalui akad ijarah
Sebagian orang menggunakan skema ini untuk spekulasi emas dan berulang kali menggadaikan emas baru dari hasil gadai sebelumnya. Keuntungan diperoleh dari kenaikan harga emas.
Fatwa DSN No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas
Inti fatwa:
a. Rahn emas dibolehkan
b. Biaya penyimpanan ditanggung penggadai
c. Besarnya biaya didasarkan pada biaya nyata
d. Biaya penyimpanan dilakukan melalui akad ijarah
Pertanyaannya, apakah biaya yang dibebankan saat ini benar benar sesuai biaya nyata?
Penggabungan Akad Qardh dan Ijarah: Analisis Fikih
Ulama menegaskan bahwa penggabungan akad qardh dan ijarah yang menghasilkan keuntungan bagi kreditur kembali kepada riba jahiliyah.
Sabda Nabi ﷺ: “Tidak halal menggabungkan akad pinjaman dan jual beli. Tidak halal dua syarat dalam satu transaksi jual beli. Tidak halal keuntungan atas barang yang tidak berada dalam jaminanmu.” (HR Abu Dawud, hasan)
Baca juga: Wadaw! Fakta Riba Dayn yang Sering Dianggap Sepele Padahal Hukumnya Tegas!
Ijma ulama berupa pernyataan Al Qarafi: “Umat Islam sepakat bahwa jual beli dan pinjaman yang terpisah adalah halal. Namun jika digabungkan dalam satu transaksi, maka menjadi celah riba.”
AAOIFI menetapkan:
a. Standar Qardh ayat 7: tidak boleh menggabungkan ijarah dengan qardh
b. Standar Penggabungan Akad ayat 4: boleh digabung jika tidak ada larangan syariat
Studi Kasus: Rahn Emas dan Safe Deposit Box
Dalam praktiknya, biaya penyimpanan emas sering kali ditetapkan sangat tinggi. Biaya ini bukan lagi biaya nyata, tetapi menjadi sumber pendapatan bagi lembaga pemberi pinjaman.
Contoh harga sewa Safe Deposit Box (SDB):
a. Ukuran kecil 200.000 rupiah per tahun
b. Ukuran sedang 350.000 rupiah per tahun
c. Ukuran besar 700.000 rupiah per tahun
Namun biaya gadai emas syariah untuk emas 25 gram dapat mencapai 225.000 hingga 750.000 rupiah per tahun. Padahal SDB ukuran kecil dapat menampung banyak batang emas sekaligus.
Jika biaya penyimpanan berubah menjadi margin laba dari akad qardh, maka statusnya menjadi riba terselubung.
Ibnu Taimiyah menjelaskan:
“Di antara cara merekayasa riba adalah menggabungkan pinjaman dengan jual beli atau sewa. Rekayasa ini tidak mengubah hukum riba yang haram. Tujuannya tetap memperoleh tambahan dari pinjaman.”
Baca juga: Wasallam! 5 Teori Riba Barat yang Ambyar Kena Kritik Ustadz Erwandi Tarmizi!
Riba tidak hilang karena perubahan sistem. Selama substansi transaksi tetap sama yaitu penambahan atas pokok pinjaman, maka hukumnya tetap riba, baik melalui aplikasi pinjol, bank konvensional, atau skema gadai emas syariah.
Ekonomi syariah dibangun atas prinsip: kejujuran, transparansi, keadilan dan menghindari rekayasa akad. Jika ingin keuntungan, gunakan akad halal yang tersedia luas dalam syariat. Keberkahan tidak datang dari rekayasa transaksi, tetapi dari akad yang bersih dan jujur.






