artikel
11 November 2025
Panutan! Kisah Salim Maula Abu Hudzaifah, Eks Budak yang Jadi Hafidz Quran Mulia
Para sahabat Nabi adalah generasi yang Allah ﷻ pilih untuk mendampingi Rasulullah ﷺ dalam perjuangan menegakkan Islam pada awal tahun 610 M. Mereka datang dari latar sosial yang sangat beragam. Ada bangsawan Quraisy, pedagang, orang biasa, dan ada pula mantan budak.
Namun ketika cahaya iman masuk ke dalam hati mereka, garis nasab dan status sosial tidak lagi menjadi penentu kemuliaan. Di antara sosok yang kisahnya menggambarkan keagungan prinsip ini adalah Salim Maula Abu Hudzaifah. Ia bukan bangsawan, bukan pemimpin kabilah, tetapi Allah ﷻ angkat derajatnya melalui ketakwaan hingga menjadi salah satu guru Alquran yang disebut langsung oleh Rasulullah ﷺ.
Dari Budak Tanpa Nasab Menjadi Sahabat Nabi ﷺ
Salim diperkirakan lahir di akhir abad ke 6 M. Ia ditawan ketika masih kecil, lalu dijual sebagai budak di Mekah. Tidak ada riwayat yang menyebutkan siapa ayah atau keluarga kandungnya. Ia tumbuh sebagai budak belian dan kemudian dimiliki oleh Tsabitah binti Yu’ar Al Anshariyah. Karena akhlaknya yang baik, Tsabitah memerdekakannya sekitar awal tahun 610 M hingga 615 M, di masa awal risalah Islam.
Setelah dimerdekakan, Abu Hudzaifah bin Utbah, seorang tokoh Quraisy, mengambil Salim sebagai anak angkat. Hingga turunlah ayat yang membatalkan tradisi anak angkat sekitar tahun 5 Hijriah atau 627 M, dan sejak saat itu Salim tidak lagi disebut sebagai Salim bin Abu Hudzaifah, tetapi menjadi Salim Maula Abu Hudzaifah.
Baca juga: Nangis! Kisah Sahabat Shuhaib Ar-Rumi Rela Lepas Dunia Demi Iman dan Kasih Allah ﷻ!
Meski statusnya berubah, kehormatannya justru semakin naik. Salim tergolong as Sabiqun al Awwalun, generasi pertama yang masuk Islam sebelum hijrah tahun 622 M. Keimanan dan ketulusan ibadahnya membuat para sahabat memandangnya sebagai salah seorang yang paling saleh pada masa itu.
Persaudaraan Sejati antara Salim dan Abu Hudzaifah
Setelah tradisi anak angkat dihapus, Salim bukan lagi anak angkat secara hukum, tetapi ikatan persaudaraannya dengan Abu Hudzaifah tidak pernah pudar. Keduanya berhijrah bersama ke Madinah pada tahun 622 M, dan hubungan mereka semakin kuat. Abu Hudzaifah bahkan menikahkan Salim dengan keponakannya, Fathimah binti Al Walid bin Utbah, wanita Quraisy yang terpandang.
Keduanya berjuang bersama dalam seluruh fase kehidupan Rasulullah ﷺ hingga wafat beliau pada tahun 632 M. Persaudaraan mereka berlanjut di masa kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Hingga akhirnya Allah ﷻ menetapkan bahwa mereka berdua juga akan wafat bersama dalam satu medan perjuangan.
Kedudukan Salim di Hadapan Rasulullah ﷺ dan Para Sahabat
Apa keutamaan Salim Maula Abu Hudzaifah hingga ia disandingkan dengan para sahabat utama? Keutamaannya terletak pada ilmunya tentang Al Quran. Ia hafal Alquran dengan sangat kuat, memahami maknanya dengan mendalam, dan membacanya dengan kefasihan yang membuat para sahabat menjadikannya rujukan.
Sekitar tahun 10 Hijriah atau 631 M, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ambillah Alquran dari empat orang, yaitu Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’b, dan Muadz bin Jabal.” (Bukhari & Muslim, Shahih).
Baca juga: Salut! Kisah Heroik Abu Ubaidah Bin Jarrah yang Berjihad Demi Cinta Allah ﷻ
Ucapan ini menjadi pengangkat derajat terbesar bagi Salim. Ia adalah mantan budak, tetapi ilmunya menempatkannya sejajar dengan para tokoh terkemuka Madinah. Salim bahkan dipercaya menjadi imam Masjid Quba. Pada masa awal hijrah, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah menjadi makmumnya. Rasulullah ﷺ sendiri memuji Salim dengan kalimat, “Segala puji bagi Allah yang menjadikan seseorang sepertimu dalam golonganku.”
Dalam komunitas Muslim, para sahabat menjulukinya sebagai salah seorang yang paling saleh, paling tawadhu, dan paling teguh menjaga amanah.
Keteguhan Jihad dan Pengorbanan Abadi Salim Maula
Keteguhan iman Salim mencapai puncaknya pada Perang Yamamah tahun 12 Hijriah atau 633 M. Perang ini adalah salah satu pertempuran paling dahsyat pada masa Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, dalam rangka menghadapi kelompok murtad pengikut Musailamah al Kazzab.
Salim memegang panji Muhajirin, panji yang menjadi simbol kehormatan pasukan. Ketika tangan kanannya tertebas, ia mengangkat panji itu dengan tangan kiri. Ketika tangan kirinya pun terputus, ia menahan panji itu dengan kedua tangannya sambil terus mengucapkan ayat Alquran tentang kesabaran dan keteguhan.
Di tengah gelombang serangan, Salim gugur sebagai syahid. Abu Hudzaifah juga gugur tidak jauh darinya. Ketika pasukan Muslim menemukan keduanya, tubuh mereka terbaring berdampingan seolah Allah ﷻ menutup perjalanan hidup mereka dalam persaudaraan sejati yang lahir karena iman.
Teladan Salim dan Cermin bagi Kita Hari Ini
Kisah Salim Maula Abu Hudzaifah membentang dari awal dakwah tahun 610 M hingga wafatnya sebagai syahid pada 633 M. Ia memulai hidup sebagai budak yang tidak dikenal nasabnya, lalu Allah ﷻ angkat derajatnya hingga menjadi ahli Alquran, pemimpin ibadah, dan pahlawan dalam medan jihad.
Perjalanan ini memberikan pelajaran penting bagi siapa saja. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia bisnis, banyak orang menilai peluang dari status dan modal. Padahal, sebagaimana Salim menunjukkan kemuliaan dengan iman dan ketakwaan, pelaku usaha pun dapat mengangkat derajatnya melalui integritas, kerja keras, dan komitmen pada nilai yang benar.
Baca juga: Super Dermawan! Bongkar Rahasia Bisnis dan Keimanan Utsman Bin Affan
Kesuksesan yang besar tidak lahir dalam satu malam. Ia tumbuh dari langkah kecil yang dijalani dengan akhlak yang bersih, keputusan yang jujur, dan ketangguhan menghadapi ujian. Salim mengajarkan bahwa siapa pun yang menjaga amanah akan Allah ﷻ jaga, dan siapapun yang bersungguh-sungguh dalam kebenaran akan Allah ﷻ bukakan jalannya.
Perjalanan hidup Salim menjadi bukti bahwa kemuliaan manusia tidak pernah diukur dari awal hidupnya, tetapi dari bagaimana ia menjaga iman dan amalnya sampai akhir.






