artikel
19 Oktober 2025
Kalem! 7 Dampak Pajak Marketplace yang Bisa Jadi Jalan Cuan Buat UMKM!
Di tengah upaya pemerintah memperkuat penerimaan negara, kebijakan pajak kembali menjadi sorotan, terutama bagi pelaku UMKM dan pedagang daring. Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, baru-baru ini menyampaikan bahwa penerapan pajak e-commerce yang semula dijadwalkan berlaku pada Februari 2026 akan ditunda hingga pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6 persen.
Penundaan ini menandakan bahwa pemerintah masih menunggu momentum pemulihan daya beli masyarakat dan stabilitas bisnis kecil-menengah sebelum kebijakan tersebut benar-benar diterapkan. Dikutip dari DTCC pada Jumat (17/10/2025) meski begitu, wacana pajak marketplace tetap penting dipahami karena kebijakan ini akan berdampak langsung pada struktur biaya, margin keuntungan, dan strategi harga para pelaku usaha online.
Tarik Ulur Aturan Pajak Marketplace
Sebelumnya, ketika Sri Mulyani Indrawati masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, pemerintah telah menetapkan dasar hukum melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang disahkan pada 11 Juni 2025 dan mulai berlaku 14 Juli 2025. Aturan ini menunjuk penyelenggara perdagangan elektronik (e-commerce) sebagai pemungut pajak atas transaksi yang dilakukan di platform mereka.
Melalui kebijakan ini, pedagang dalam negeri yang bertransaksi secara digital diwajibkan menyetor pajak kepada marketplace tempat mereka berjualan, sementara PPh Pasal 22 akan dipungut langsung oleh pihak platform yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Baca juga: Wadidaw! Toko Online “Tercekik” Pajak Penghasilan, Ini Syarat dan Besarannya!
Dalam Pasal 7 ayat (2) PMK tersebut dijelaskan bahwa Menteri Keuangan melimpahkan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk pihak lain sebagai pemungut pajak serta menetapkan batas nilai transaksi dan jumlah pengakses yang termasuk dalam kategori wajib pungut. Dikutip dari Tempo.co ketentuan ini memberi fleksibilitas bagi DJP dalam menyesuaikan implementasi sesuai kondisi ekonomi nasional dan kesiapan sistem digital di Indonesia.
7 Dampak Kebijakan Pajak Marketplace Bagi UMKM
Secara sederhana, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan layanan publik. Namun di sektor UMKM, penerapan pajak tidak bisa disamakan dengan perusahaan besar.
Pelaku usaha kecil masih beradaptasi dengan digitalisasi dan banyak di antaranya bergantung pada marketplace sebagai jalur utama penjualan. Kebijakan pajak marketplace bisa membawa efek ganda bagi pelaku usaha kecil. Berikut tujuh dampak yang perlu diperhatikan:
1. Beban Operasional Meningkat
Pemungutan pajak langsung dari transaksi membuat margin keuntungan UMKM berkurang, terutama bagi usaha dengan laba tipis.
2. Kepatuhan Pajak Meningkat
Dengan sistem otomatis, pedagang online tidak lagi kesulitan menghitung dan menyetor pajak sendiri. Hal ini bisa menekan praktik pelaporan pendapatan yang tidak akurat.
Baca juga: Cihuy! Menkeu Purbaya Kaji Revisi Tarif PPN, Pajak OTW Turun Jadi 8%
3. Transparansi Keuangan Lebih Baik
Marketplace sebagai pemungut pajak otomatis mencatat seluruh transaksi. Pelaku usaha dapat memiliki catatan penjualan yang rapi dan data ini berguna saat mengajukan pendanaan usaha.
4. Daya Saing Bisa Terpengaruh
UMKM yang belum siap menanggung tambahan potongan pajak mungkin menaikkan harga jual. Akibatnya, produk mereka bisa kalah saing dibandingkan pedagang yang masih beroperasi secara informal.
5. Dorongan ke Formalisasi Bisnis
Kebijakan ini mendorong UMKM untuk lebih tertib administrasi, memiliki NPWP, dan memahami arus kas usaha. Langkah ini membantu memperluas basis pajak secara adil.
6. Efek Psikologis bagi Pedagang Baru
Sebagian pelaku usaha mungkin merasa khawatir laba akan terpotong. Padahal, sistem ini justru memudahkan pengelolaan keuangan dalam jangka panjang.
7. Potensi Dampak Positif Jangka Panjang
Jika kebijakan dijalankan saat ekonomi stabil, hasil pajak bisa dikembalikan ke sektor UMKM dalam bentuk insentif atau subsidi logistik. Dengan begitu, pajak menjadi bagian dari ekosistem yang saling menguatkan.
Kebijakan pajak yang melibatkan marketplace sebagai pemungut bukan sekadar urusan angka di laporan keuangan. Lebih dari itu, kebijakan ini menandai perubahan besar dalam cara kerja ekonomi digital Indonesia. Jika diterapkan pada waktu yang tepat dan disertai edukasi yang memadai, sistem ini bisa menjadi pijakan menuju ekosistem UMKM yang lebih tertib, tangguh, dan berdaya saing.
Fast Track Funding: Rp10 Miliar dalam 10 Hari untuk Bisnis Anda
Pajak mungkin terasa berat bagi sebagian pelaku usaha hari ini, namun dalam jangka panjang kepatuhan pajak dapat menjadi fondasi bisnis yang lebih kuat, transparan, dan berkelanjutan. Pelaku UMKM yang siap tumbuh justru bisa menjadikan momentum ini sebagai peluang untuk naik kelas, terutama bila didukung dengan akses pendanaan atau permodalan syariah yang halal dan cepat.
Melalui program Fast Track Funding dari LBS Urun Dana, Anda bisa mendapatkan pendanaan syariah Rp500 juta hingga Rp10 miliar hanya dalam ±10 hari kerja dengan proses efisien, transparan, dan diawasi OJK, memastikan bisnis Anda tumbuh tanpa riba dan tanpa ribet. Program FAST (Funding Acceleration Syariah Track) ini dirancang bagi pengusaha yang ingin memperkuat pondasi bisnis sekaligus menjaga keberkahan melalui sistem bagi hasil yang adil dan kompetitif di tengah transformasi ekonomi digital.
Baca juga: Ok Gas! 7 Strategi UMKM Melaju Kencang Saat Ekonomi Dunia Lagi Goyang!
a. Bidang usaha halal
b. Kebutuhan dana minimal Rp300 juta
c. Omzet tahunan minimal Rp2,5 miliar
d. Berbadan hukum PT atau CV
e. Bisnis telah berjalan minimal 2 tahun
f. Memiliki laporan keuangan sederhana (akan dibimbing jika belum ada)
g. Menyediakan RAB, SPK, atau PO yang jelas
Kini saatnya bukan hanya menyiapkan diri menghadapi perubahan kebijakan, tetapi juga memanfaatkan peluang untuk tumbuh lebih cepat. Ajukan pendanaan di LBS Urun Dana, karena bisnis yang patuh, transparan, dan halal adalah bisnis yang layak melesat menuju masa depan.