berita
17 Oktober 2025
Cihuy! Menkeu Purbaya Kaji Revisi Tarif PPN, Pajak OTW Turun Jadi 8%
Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai menarik perhatian publik dan pegiat usaha. Kebijakan ini mendapat dukungan dari kalangan politisi di parlemen, termasuk Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, yang sejak awal menolak kenaikan tarif PPN pada Januari 2025.
Saat itu pemerintah sempat menaikkan tarif PPN menjadi 12% dari 11%, namun karena penolakan besar dari masyarakat dan pegiat usaha, kebijakan tersebut akhirnya hanya diterapkan untuk barang mewah. Transaksi umum tetap menggunakan tarif PPN 11% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) 11/12.
Misbakhun menilai langkah terbaik justru adalah menurunkan PPN menjadi 10% bahkan 8%, agar dapat mendorong daya beli masyarakat. “Kita menghadapi tekanan di daya beli, jadi PPN ini harus bisa jadi alat bantu untuk menstimulasi konsumsi,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Wacana Penurunan PPN di UU HPP
Bagi investor dan pengusaha memahami apa itu PPN (PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri) menjadi hal penting karena kebijakan ini secara langsung memengaruhi pola belanja, margin bisnis, dan potensi pertumbuhan ekonomi.
Dalam Pasal 7 ayat 3 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah memang diberi ruang fleksibilitas untuk menyesuaikan tarif PPN antara 5% hingga 15%. Artinya, langkah Purbaya Yudhi Sadewa bukan tanpa dasar.
Baca juga: Dijamin Berkah! Ini 5 Tips Hadapi PPN 12% dengan Investasi Syariah
Menkeu Purabaya menjelaskan bahwa penurunan tarif PPN akan dipertimbangkan dengan cermat berdasarkan realisasi pendapatan pajak dan kondisi ekonomi masyarakat hingga akhir tahun.
“Kita akan lihat seperti apa akhir tahun, uang yang saya dapat, dan bagaimana ekonomi masyarakat,” ujarnya sebagaimana dikutip dari CNBC pada Kamis (16/10/2025)
Dampak Langsung PPN Turun ke Investor dan Penerbit
Jika kebijakan ini benar-benar terealisasi pada PPN 2026, maka dampaknya bisa signifikan bagi ekosistem investasi dan bisnis, termasuk di sektor securities crowdfunding.
Pertama, penurunan PPN akan meningkatkan daya beli dan likuiditas masyarakat. Ini berarti potensi penjualan produk dan jasa yang didanai investor juga meningkat.
Kedua, beban biaya produksi bagi penerbit (emiten) bisa menurun, terutama bagi sektor UMKM yang sensitif terhadap harga bahan baku.
Ketiga, dari sisi investor, peningkatan konsumsi publik dapat memperbaiki proyeksi pertumbuhan emiten dan potensi return investasi, termasuk dalam instrumen seperti sukuk dan saham yang ditawarkan platform securities crowdfunding.
Dengan kata lain, kebijakan fiskal seperti penurunan PPN bukan hanya isu makro, tetapi juga peluang mikro bagi pegiat bisnis halal dan investor yang cermat membaca arah ekonomi.
Langkah Strategis Menyongsong PPN 2026
Investor dan penerbit di ekosistem LBS perlu mulai memetakan potensi perubahan harga dan margin usaha menjelang PPN 2026. Dalam skenario optimistis, penurunan PPN akan memberi efek domino terhadap konsumsi domestik, memperkuat daya saing sektor riil, dan memperluas basis investor ritel.
Namun jika kondisi fiskal belum mendukung, pemerintah bisa menahan langkah tersebut hingga penerimaan pajak stabil. Karena itu, pegiat usaha perlu menyiapkan dua skenario, yaitu proyeksi harga dan strategi penawaran (pricing strategy) baik dalam kondisi tarif tetap maupun turun.
Baca juga: Kenaikan PPN 12 Persen: Peluang untuk Melindungi Nilai Aset Lewat Investasi Syariah
Kebijakan PPN adalah instrumen fiskal yang sangat berpengaruh terhadap arah ekonomi nasional. Penurunan PPN yang sedang dikaji oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bisa menjadi momentum penting bagi investor dan penerbit di ekosistem LBS Urun Dana untuk meninjau ulang potensi ekspansi usaha berbasis halal dan transparan.
Di tengah perlambatan daya beli, penurunan PPN bisa menjadi katalis yang menyalakan kembali semangat konsumsi dan investasi masyarakat. Bagi investor yang jeli, inilah saatnya melihat peluang, bukan hanya di pasar, tetapi juga dalam kebijakan fiskal.