artikel
17 Oktober 2025
Awas Kegocek! Di Balik Diskon dan MLM Ada Gharar yang Mengintai!
Di dunia bisnis modern, strategi marketing seperti diskon dan MLM (Multi Level Marketing) sudah menjadi hal biasa. Keduanya dianggap cara efektif untuk menarik pelanggan dan meningkatkan penjualan. Namun bagi pegiat ekonomi halal, muncul satu pertanyaan penting: bagaimana hukum diskon dan MLM dalam Islam?
Mari kita bahas bersama dengan merujuk pada karya Dr. Erwandi Tarmizi, MA dalam buku Harta Haram Muamalat Kontemporer (2021) dan beberapa fatwa lembaga fikih internasional.
Hukum Diskon dalam Fikih Muamalah
Secara umum, diskon adalah potongan harga dari nilai pasar atau harga resmi barang. Potongan ini diberikan penjual untuk meningkatkan daya tarik dan mempercepat penjualan. Namun dalam fikih muamalah, hukum menjual barang di bawah harga pasar menjadi perdebatan para ulama.
1.Pendapat pertama: Tidak boleh menjual di bawah harga pasar.
Ini adalah pendapat ulama Mazhab Maliki yang bersandar pada atsar dari Umar bin Khattab, ketika beliau meminta seorang pedagang menaikkan harga barangnya.
Tapi riwayat ini dianggap lemah karena dalam riwayat lain Umar menegaskan bahwa itu bukan perintah, melainkan saran demi kebaikan masyarakat.
Baca juga: Waduh! Bahas Hukum Doorprize, Strategi Promosi Halal atau Perjudian Halus?
2. Pendapat kedua: Boleh menjual di bawah harga pasar selama tidak merugikan pedagang lain. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Mereka berdalil pada sabda Nabi ﷺ:
“Allah merahmati seseorang yang menjual, membeli, dan membayar utang dengan hati yang lapang.” (HR. Bukhari)
Artinya, selama tujuannya bukan untuk menipu atau menghancurkan usaha lain, diskon justru termasuk akhlak mulia dalam jual beli.
Kartu Diskon: Antara Promosi dan Gharar
Kartu diskon kini marak digunakan, baik yang diterbitkan toko tertentu maupun perusahaan jasa iklan. Secara umum, ada dua jenis:
1. Kartu Diskon Umum
Diterbitkan oleh pihak ketiga yang bekerja sama dengan berbagai toko. Pemegang kartu biasanya membayar biaya keanggotaan untuk mendapatkan potongan harga di toko-toko tertentu.
2. Kartu Diskon Khusus
Diterbitkan langsung oleh toko atau perusahaan tertentu (misalnya toko buku atau supermarket) untuk pelanggan setianya.
Hukumnya bagaimana? Para ulama kontemporer sepakat bahwa kartu diskon gratis hukumnya boleh, karena merupakan bentuk penghargaan kepada pelanggan. Misalnya kartu loyalitas maskapai penerbangan yang memberikan potongan harga tiket.
Namun, kartu diskon berbayar hukumnya haram. Mengapa? Karena mengandung unsur gharar (ketidakjelasan) dan qimar (untung-untungan). Pembeli kartu tidak tahu apakah manfaat potongan yang diterima akan sebanding dengan biaya yang dibayarkan. Jika ternyata rugi, maka termasuk dalam praktik spekulatif yang dilarang syariah.
Fatwa keharaman kartu diskon berbayar telah ditegaskan oleh:
a. Al Majma’ Al Fiqhiy Al Islami (Rabithah Alam Islami)
b. Majma’ Al Fiqh Al Islami (OKI)
c. Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Fatwa No. 19114)
MLM dalam Timbangan Fiqih Muamalah
Di tengah maraknya penjualan langsung dan digital marketing, sistem Multi Level Marketing (MLM) masih jadi perbincangan hangat di kalangan pelaku usaha. Di satu sisi, banyak yang menilai sistem ini efektif memperluas pasar tanpa biaya besar. Namun di sisi lain, para ulama dan pakar ekonomi Islam justru menyoroti potensi praktik gharar (ketidakjelasan), riba, dan penipuan terselubung di dalamnya.
Baca juga: Naudzubillah! 7 Praktik Zalim yang Bikin Rezeki Anda Kabur Tanpa Disadari!
Apakah MLM termasuk jual beli yang halal, atau justru masuk ke dalam praktik yang dilarang syariat? Mari kita bahas secara mendalam.
Apa Itu MLM dan Mengapa Populer?
Multi Level Marketing (MLM) adalah sistem penjualan berjenjang, di mana konsumen sekaligus menjadi tenaga pemasar yang memperoleh bonus dari hasil penjualan dan rekrutmen anggota baru di bawahnya. Bonus tersebut diambil dari keuntungan penjualan atau dari biaya keanggotaan anggota baru yang direkrut.
Sistem ini menjanjikan imbalan besar tanpa perlu membuka toko atau mengeluarkan modal besar. Produk yang dijual pun beragam, mulai dari kosmetik, suplemen kesehatan, hingga produk digital.
Namun, dalam praktiknya, 94% peserta MLM justru mengalami kerugian, sementara hanya sekitar 6% anggota di level atas yang meraih keuntungan besar. Data ini menunjukkan adanya ketimpangan struktural yang menyerupai skema piramida atau pyramid scheme.
Fatwa dan Pendapat Ulama tentang MLM
Para ulama dan lembaga fiqih Islam internasional memiliki pandangan yang beragam terhadap sistem MLM, tergantung pada akad dan struktur bisnis yang dijalankan.
1. Pendapat yang Membolehkan (Mubah)
Pendapat ini dipegang oleh Lembaga Fatwa Al-Azhar Mesir, yang menyamakan MLM dengan konsep samsarah (perantara antara penjual dan pembeli). Menurut fatwa mereka, MLM diperbolehkan jika tidak mengandung unsur penipuan, kecurangan, atau kezaliman.
Contoh kasusnya adalah perusahaan BIZNAS di Kesultanan Oman yang memasarkan produk komputer dengan sistem MLM sejak 2001. Pada 2008, mereka sudah memiliki lebih dari 110.000 anggota di 50 negara. Dalam kasus ini, ulama menilai sistemnya halal karena bonus diberikan atas hasil penjualan nyata, bukan semata rekrutmen anggota.
Baca juga: Stop! Tinju, Dadu, dan Permainan Kartu Haram Hukumnya, Ini Penjelasannya!
Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Husein Syahrani dalam disertasinya At-Taswiq At-Tijary wa Ahkamuhu fil Fiqh Al-Islami, fatwa ini tidak bisa dijadikan patokan umum karena banyak perusahaan MLM yang memanipulasi akad dan menjadikan bonus sebagai daya tarik utama, bukan penjualan produk.
2. Pendapat yang Mengharamkan
Mayoritas ulama kontemporer, termasuk Dewan Ulama Kerajaan Arab Saudi, Majma’ Al-Fiqh Al-Islami (OKI), dan Pusat Kajian Imam Al-Albani (Yordania), memutuskan bahwa MLM hukumnya haram. Alasannya karena sistem MLM modern sering kali mengandung unsur:
a. Gharar (ketidakjelasan hasil dan akad ganda)
b. Riba bai’ (pertukaran uang sejenis dengan nominal tidak sama)
c. Qimar (untung-untungan)
d. Dzulm (merugikan pihak lain)
Menurut Dr. Sami As-Suwaylim, Direktur Pengembangan Keuangan Islam di Islamic Development Bank (IDB) Jeddah, sistem MLM merupakan “perpanjangan tangan dari skema piramida (pyramid scheme)” yang berakar dari praktik letter chain di Amerika Serikat. Dalam sistem ini, peserta diharuskan membeli produk bukan karena kebutuhan, tetapi agar bisa memperoleh bonus dari anggota baru di bawahnya. Dengan kata lain, yang dijual bukan barang, tapi harapan.
Islam tidak menolak inovasi bisnis, selama akad dan keuntungannya jelas serta adil. Diskon yang dilakukan secara transparan dan tanpa merugikan pihak lain tetap dibolehkan, bahkan bisa menjadi bentuk kemurahan hati dalam berdagang.
Sebaliknya, sistem seperti MLM modern yang dipenuhi unsur ketidakjelasan, riba, dan spekulasi justru menyalahi prinsip muamalah. Karena itu, ulama menegaskan bahwa MLM tidak boleh secara mutlak, kecuali bila berbasis penjualan nyata tanpa rekrutmen berbayar. Wallahualam Bissawab.