artikel
28 Oktober 2025
Nangis! Kisah Sahabat Shuhaib Ar-Rumi Rela Lepas Dunia Demi Iman dan Kasih Allah ﷻ!
Di antara sahabat Rasulullah ﷺ, nama Shuhaib Ar-Rumi mungkin tak sepopuler Abu Bakar, Umar, atau Ali. Banyak kaum muslimin yang bahkan belum mengenal kisahnya secara mendalam, padahal ia termasuk golongan pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Namun di balik nama yang jarang disebut itu, tersimpan kisah menakjubkan tentang perjuangan, pengorbanan, dan ketulusan iman. Kisah Shuhaib Ar-Rumi menjadi pengingat bahwa kemuliaan tidak selalu datang dari nama besar, melainkan dari keteguhan hati dalam mempertahankan keimanan.
Asal-usul Shuhaib Ar-Rumi dan Perjalanan Hidupnya
Shuhaib Ar-Rumi berasal dari keluarga terpandang di Bashrah. Ayahnya, Sinan bin Malik, adalah seorang hakim yang dihormati. Namun, takdir membawanya ke jalan penuh ujian. Saat kecil, kampungnya diserang oleh pasukan Romawi. Shuhaib kecil menjadi tawanan perang, dijual ke pasar budak, dan berpindah-pindah tangan di negeri asing.
Ia tumbuh besar di wilayah Romawi dan dikenal dengan logat mereka, hingga dijuluki “Ar-Rumi” yang berarti orang Romawi, meskipun sejatinya ia adalah orang Arab. Kehidupan sebagai budak tidak memadamkan semangatnya untuk belajar dan bekerja keras. Hingga suatu hari, takdir mempertemukannya dengan seorang hartawan Mekkah bernama Abdullah bin Jud’an yang membebaskannya dari perbudakan.
Baca juga: Salut! Kisah Heroik Abu Ubaidah Bin Jarrah yang Berjihad Demi Cinta Allah ﷻ
Setelah merdeka, Shuhaib Ar-Rumi memulai hidup baru di Mekkah dan menapaki jalan sebagai pedagang umum. Ia bukan pebisnis besar dengan warisan usaha tertentu, melainkan seorang perantau yang membangun segalanya dari nol.
Dalam perdagangannya, Shuhaib terkenal jujur, ramah kepada pembeli, dan berpegang pada prinsip saling menguntungkan. Sikapnya yang santun dan terbuka membuatnya disegani banyak orang, sehingga perlahan ia menjadi pedagang sukses di Mekkah.
Bagi Shuhaib, perdagangan bukan sekadar mencari untung, melainkan ladang amal untuk menanam kejujuran dan keberkahan. Ia selalu memperlakukan pelanggan dengan hormat dan tidak pernah menipu timbangan, bahkan dikenal sering memberi lebih daripada yang dijanjikan. Nilai-nilai inilah yang kelak membuatnya mudah menerima kebenaran Islam ketika cahaya kenabian Muhammad ﷺ mulai bersinar di Mekkah.
Dan ketika kabar tentang Rasulullah ﷺ mulai terdengar, Shuhaib Ar-Rumi termasuk di antara orang-orang pertama yang datang mendengar dakwah beliau. Hatinya langsung yakin bahwa inilah kebenaran yang selama ini ia cari, sehingga tanpa ragu ia memeluk Islam dan menjadi bagian dari As-Sabiqun al-Awwalun, golongan pertama yang beriman kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya.
Pertemuan Shuhaib Ar-Rumi dengan Islam
Ammar bin Yasir pernah menceritakan, “Aku bertemu Shuhaib di depan rumah Al-Arqam, tempat Rasulullah ﷺ biasa berdakwah. Kami sama-sama ingin bertemu beliau dan mendengar risalahnya. Maka kami masuk bersama dan di hari itu pula kami berdua memeluk Islam.”
Sejak saat itu, Shuhaib Ar-Rumi termasuk golongan As-Sabiqun Al-Awwalun, orang-orang yang pertama kali beriman kepada Allah ﷻ. Ia beriman di tengah ancaman dan penyiksaan kaum Quraisy, namun tetap teguh dan sabar.
Rasulullah ﷺ bersabda,
"Empat orang yang paling dahulu dalam keimanan: aku dari kalangan Arab, Shuhaib dari kalangan Romawi, Bilal dari Habasyah, dan Salman dari Persia."
Hijrah dan Pengorbanan Shuhaib Ar-Rumi
Ketika izin hijrah ke Madinah datang, Shuhaib Ar-Rumi berniat meninggalkan Mekkah untuk bergabung dengan Rasulullah ﷺ. Namun, kaum Quraisy menghadangnya dan berkata, “Engkau datang kepada kami dalam keadaan miskin, lalu menjadi kaya di negeri kami. Sekarang engkau ingin pergi begitu saja?”
Shuhaib menjawab dengan tenang, “Bagaimana jika aku tinggalkan semua hartaku untuk kalian? Apakah kalian akan membiarkanku pergi?” Mereka pun setuju. Tanpa ragu, Shuhaib menyerahkan seluruh hartanya dan melanjutkan perjalanan ke Madinah seorang diri.
Sesampainya di Madinah, Rasulullah ﷺ menyambutnya dengan senyum bahagia dan bersabda,
"Beruntung sekali perniagaanmu, wahai Abu Yahya! Beruntung sekali perniagaanmu!" (HR, Ahmad, Shahih)
Allah ﷻ pun menurunkan ayat tentang Shuhaib Ar-Rumi dalam Surah Al-Baqarah ayat 207:
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah. Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya."
Sifat Dermawan dan Kedudukan Shuhaib Ar-Rumi
Di Madinah, Shuhaib Ar-Rumi dikenal sebagai sosok yang dermawan dan gemar memberi makan kepada orang miskin. Ia tidak segan menginfakkan hartanya untuk membantu sesama, bahkan hingga Umar bin Khattab menegurnya karena dianggap terlalu boros. Shuhaib menjawab dengan lembut, “Aku tidak berinfak kecuali di jalan yang benar. Kun-yahku pun Rasulullah ﷺ yang memberikannya kepadaku.”
Ketika Umar bin Khattab ditikam, beliau berwasiat agar Shuhaib Ar-Rumi yang menjadi imam shalat jenazahnya sampai khalifah baru terpilih. Ini menunjukkan betapa tinggi kepercayaan dan penghormatan para sahabat terhadap dirinya.
Wafat Shuhaib Ar-Rumi dan Warisan Keteladanan
Shuhaib Ar-Rumi wafat di Madinah pada tahun 38 Hijriah, dalam usia sekitar 70 tahun. Ia meninggalkan teladan tentang keikhlasan dan kesabaran yang tak lekang oleh waktu.
Kisah hidupnya mengingatkan bahwa kemuliaan tidak ditentukan oleh asal-usul, kekayaan, atau status sosial, tetapi oleh keteguhan iman dan ketulusan hati dalam beramal.
Baca juga: Top Markotop! Risalah Sa’id Bin Zaid, Sahabat Nabi ﷺ Sang Pemilik Doa Mustajab
Seperti Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang melalui ujian berat sebelum mencapai kedudukan tinggi, Shuhaib Ar-Rumi pun menempuh jalan panjang penuh luka sebelum menjadi sahabat Rasulullah ﷺ yang mulia.
Kadang Allah ﷻ menuntun kita melalui jalan yang terasa berat agar kelak kita tiba di tempat yang penuh cahaya. Maka jangan pernah berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Bisa jadi musibah yang menimpa kita adalah pintu menuju takdir terbaik yang telah disiapkan-Nya.






