artikel

calendar_today

9 November 2025

Ngeri! Bongkar Riba dari Dalil, Jenis-Jenis, sampai Praktik yang Harus Diwaspadai!

Riba adalah salah satu isu paling fundamental dalam ekonomi syariah. Larangannya tidak hanya berkaitan dengan aspek ibadah, tetapi juga tujuan besar syariat dalam menjaga keadilan, menutup pintu kezaliman, dan mencegah eksploitasi dalam transaksi keuangan. 

Di tengah berkembangnya industri finansial modern, memahami apa itu riba, dalil keharamannya, berbagai jenisnya, serta contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat penting. Pemahaman ini membantu kita memastikan bahwa aktivitas ekonomi yang dilakukan tetap bersih, halal, dan membawa keberkahan bagi semua pihak.

Apa Itu Riba?

Riba menurut Menurut standar AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions), dalam buku Sharia Standards (2017) Riba dipandang sebagai praktik yang dilarang dalam keuangan syariah karena menciptakan ketidakadilan, unsur spekulatif, dan potensi penindasan terhadap salah satu pihak. Larangan riba hadir untuk memastikan seluruh aktivitas keuangan tetap etis, bersih, dan tidak menimbulkan kerugian yang tidak proporsional. 

Baca juga: Wasallam! 5 Teori Riba Barat yang Ambyar Kena Kritik Ustadz Erwandi Tarmizi!

Secara bahasa, riba bermakna “bertambah”. Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA dalam Harta Haram (2021) menjelaskan bahwa riba merupakan tambahan beban yang dikenakan kepada pihak berutang, atau tambahan takaran dalam pertukaran enam komoditas ribawi: emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Larangan ini juga mencakup pertukaran emas dengan perak serta transaksi bahan makanan yang dilakukan tidak tunai.

Hukum Riba Menurut Al-Qur’an, Hadis dan Fatwa Ulama

Para ulama sepakat bahwa riba adalah perbuatan haram dan termasuk di antara dosa besar. Al-Qur’an dan hadis menegaskan larangan ini secara terang, tanpa ruang untuk perbedaan pendapat.

Dalil Al-Qur’an tentang Riba

1. QS Al-Baqarah: 275
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”

Ayat ini menegaskan batas yang sangat jelas: jual beli dibolehkan karena menghadirkan manfaat dan nilai tambah, sementara riba diharamkan karena menambah beban dan menzalimi pihak lain.

2. QS Al-Baqarah: 278
“Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman.”

Perintah ini menunjukkan kewajiban meninggalkan riba secara total, bukan setengah-setengah atau bertahap.

3. QS Al-Baqarah: 279
“Maka jika kamu tidak melaksanakannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu…”

Ini merupakan salah satu ancaman paling keras dalam Al-Qur’an. Tidak ada dosa besar lain yang disertai ancaman “perang dari Allah ﷻ dan Rasul-Nya” selain riba.

Hadits tentang Besarnya Dosa Riba

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu?” Beliau menjawab:

1. Syirik kepada Allah
2. Sihir
3. Membunuh jiwa tanpa alasan yang sah
4. Memakan harta riba
5. Memakan harta anak yatim
6. Lari dari medan perang
7. Menuduh wanita beriman yang suci berzina
(Muttafaq ‘Alaih)

Hadis ini menempatkan riba sebagai salah satu dosa besar yang sangat berbahaya, disejajarkan dengan syirik, pembunuhan, dan sihir menunjukkan betapa beratnya konsekuensi moral dan spiritual dari praktik riba.

Fatwa Haram Riba MUI

Selain dalil yang jelas dalam Al-Qur’an dan hadis, para ulama juga mencapai ijma' atau kesepakatan bulat mengenai keharaman riba. Di Indonesia, kesepakatan ini ditegaskan kembali melalui Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/IV/2001 yang menguatkan bahwa riba adalah praktik yang dilarang dalam seluruh aktivitas muamalah.

Baca juga: Ngeri! Jerat Riba Mengubah Pengusaha Dermawan Jadi Otak Pembunuhan

Fatwa tersebut menegaskan bahwa setiap kegiatan keuangan dan akad syariah, baik di perbankan, asuransi, maupun transaksi komersial, wajib bebas dari unsur riba. Larangan ini juga mencakup berbagai elemen lain yang dapat merusak keadilan transaksi seperti gharar (ketidakjelasan atau penipuan), maysir (perjudian), dzalim, risywah (suap), serta penggunaan barang haram dan kegiatan maksiat.

Jenis-Jenis Riba 

Dalam literatur fiqih, riba tidak hanya dipahami sebagai satu bentuk transaksi terlarang. Para ulama mengelompokkannya ke dalam beberapa jenis untuk memudahkan umat mengenali sumber keharamannya. 

Ada yang membaginya dua, ada yang menambah menjadi tiga, dan sebagian ulama memasukkan klasifikasi khusus seperti riba qiradh yang terjadi dalam utang-piutang. Sebagaimana dikutip dari buku Fiqih Riba (2011) karya Ustadz Abdul Azhim jalal Abu Zaid berikut penjelasan lengkapnya dalam susunan yang ringkas dan mudah dipahami.

1. Riba Fadhl

Riba yang terjadi saat menukar barang ribawi sejenis, lalu salah satunya ada kelebihan, baik dari jumlah maupun kualitas. Akadnya tunai, tapi tetap haram karena ada selisih yang tidak setara.

Konteks: Syariat ingin memastikan barter komoditas ribawi tidak jadi celah mengambil untung sepihak.

Contoh Riba:
- Menukar emas Antam 10 gram dengan emas motif 11 gram “biar sama nilainya”.
- Tukar 5 kg beras premium dengan 6 kg beras medium karena beda kualitas.

2. Riba Nasi’ah

Riba yang muncul karena penundaan penyerahan dalam pertukaran komoditas ribawi. Tempo disebut sejak akad sehingga pertukaran jadi tidak fair.

Konteks: Delay yang didesain sejak awal membuat salah satu pihak menanggung risiko tambahan.

Contoh:
- Tukar beras hari ini, tapi salah satu pihak bilang “gue kirim besok ya, udah setuju kan?”
- Barter emas fisik dengan emas fisik, tapi penyerahan salah satunya diundur 24 jam.

3. Riba Yad (Mazhab Syafi’i)

Terjadi kalau kedua pihak sudah sepakat akad, tapi barangnya belum diserahterimakan, kemudian bubar majelis sebelum transaksi selesai.

Konteks: Syariat menolak transaksi ribawi yang “menggantung” karena rawan salah paham dan ketidakadilan.

Contoh:

- Jual beli logam mulia tunai di toko, sudah sepakat harga, tapi pembeli dan penjual “nanti saya ambil ya” lalu masing-masing pulang.
- Tukar komoditas pangan hari itu juga, tapi serah terima tidak dilakukan dan keduanya berpisah.

4. Riba Qiradh / Riba Utang (Riba Jahiliah)

Jenis riba paling “brutal”, yaitu penambahan yang disyaratkan pada pinjaman sebagai kompensasi penundaan pelunasan.

Konteks: Dulu di masa jahiliah, utang makin lama makin “mengembang”, bisa berkali-kali lipat hanya karena waktu.

Contoh Riba:

- Pinjam 1 juta, harus mengembalikan 1,3 juta karena telat sebulan.
- Pinjam uang 5 juta ke rentenir, tiap perpanjangan tempo bunganya naik terus.
- Cicilan online yang bunganya naik otomatis ketika gagal bayar.

5. Ibnul Qayyim: Riba Jali dan Riba Khafi

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, ulama besar abad ke-7 H yang banyak membahas logika hukum syariah, menjelaskan dua kategori riba berdasarkan “seberapa kelihatan” kezalimannya.

a. Riba Jali (Terang-terangan)

Riba yang sangat jelas, lugas, dan eksplisit. Ada tambahan karena waktu, dan nilainya langsung terasa memberatkan

Contoh Riba:

- Utang 10 juta menjadi 15 juta kalau bayar diundur.
- Pinjaman konvensional dengan bunga flat per bulan.

b. Riba Khafi (Samar)

Riba yang tidak terlalu kelihatan. Terjadi pada pertukaran komoditas ribawi sejenis yang kelihatannya “adil”, padahal tetap ada tambahan yang tidak diperbolehkan.

Contoh:

-Menukar emas lama dengan emas baru, tapi harus tambah gram dalam jumlah tertentu “karena model baru”.
- Tukar bahan pangan sejenis (misal kurma premium vs kurma biasa) dengan takaran tidak setara.

Contoh Riba dalam Kehidupan Sehari-hari

Agar semakin mudah mengenali bentuk-bentuk riba, berikut beberapa contoh nyata yang sering muncul dalam transaksi finansial maupun aktivitas jual beli sehari-hari.

1. Penukaran Uang atau Emas yang Tidak Tunai di Tempat

Ini adalah bentuk riba yang sangat sering terjadi tanpa disadari. Misalnya:
– Menukar uang rupiah ke dolar, tetapi salah satu penyerahannya diundur (“nanti saya transfer sore ya”).
– Menjual atau membeli emas fisik, tetapi pembayaran atau penyerahan barang dilakukan tidak langsung saat akad.

Transaksi seperti ini termasuk riba karena tukar-menukar emas, perak, atau uang harus dilakukan secara tunai dan serah terima di tempat. Penundaan sekecil apa pun bisa berpotensi menjadi riba.

2. Pembelian Barang dengan Cicilan Ditambah Bunga

Skema cicilan yang mewajibkan pembayaran lebih mahal dari harga asli karena adanya bunga merupakan jenis riba yang jelas dilarang. Tambahan biaya tersebut muncul murni karena penundaan pembayaran.

3. Bunga Pinjaman Bank

Saat seseorang meminjam uang dari lembaga konvensional, ia wajib mengembalikan jumlah lebih besar dari pokok pinjaman. Tambahan tersebut merupakan imbalan atas penundaan pelunasan dan termasuk riba nasi’ah.

4. Pinjaman dengan Syarat Tambahan di Luar Pokok Utang

Beberapa pinjaman mensyaratkan tambahan tertentu seperti hadiah, barang, atau jasa sebagai imbalan. Selama tambahan itu disyaratkan dalam akad, hukumnya tetap riba meski nilainya kecil.

Dengan memahami contoh-contoh ini, Anda dapat lebih cermat menghindari transaksi yang berpotensi mengandung riba, sekaligus menjaga agar aktivitas finansial Anda tetap sesuai prinsip syariah dan adil bagi semua.

Cara Menjauh dari Praktik Riba

Menjaga transaksi tetap halal berarti memastikan setiap akad jauh dari tambahan yang tidak sah, ketidakjelasan, atau penindasan. Berikut langkah yang bisa diterapkan dalam aktivitas keuangan harian.

1. Jual Beli yang Aman dari Riba

Kuncinya adalah akad yang terang dan setara. Pastikan tidak ada tambahan sepihak, kualitas barang jelas, dan serah terima dilakukan sesuai ketentuan.

Contoh
• Menukar barang ribawi sejenis harus setara dan langsung diserahterimakan
• Harga kredit boleh berbeda dari harga tunai, tetapi ditetapkan sejak akad dan tidak berubah di tengah jalan

Fokusnya pada kejujuran dan kejelasan, bukan keuntungan sepihak.

2. Pendanaan yang Tidak Mengandung Unsur Riba

Saat membutuhkan modal usaha, pilih sumber pendanaan yang tidak memasukkan bunga atau penambahan karena waktu. Kini tersedia alternatif yang lebih aman dan halal, seperti pendanaan melalui securities crowdfunding syariah.

Baca juga: Deal! 7 Cara Kerja Sama Bisnis Anti Riba, Akad Jelas Cuan Ngalir Terus!

Platform ini menawarkan skema bagi hasil dengan akad yang jelas, diawasi OJK, dan tanpa unsur riba, gharar, maupun dzalim.

Contoh:
-Mengajukan pendanaan melalui platform securities crowdfunding syariah
-Menghindari pinjaman berbunga dari bank konvensional atau pinjol

Dengan skema syariah, arus modal tetap sehat tanpa menjerat pihak peminjam.

3. Investasi yang Terjaga dari Riba

Dalam memilih instrumen investasi, pastikan keuntungan berasal dari aktivitas usaha yang nyata, bukan dari tambahan berbasis utang. Pilih instrumen syariah yang transparan dan diawasi.

Contoh:
- Menempatkan dana pada sukuk, saham syariah, atau pendanaan bisnis halal
- Menggunakan platform syariah resmi yang hanya menawarkan instrumen bebas riba dan berbasis aset. Tujuannya agar pertumbuhan harta sejalan dengan nilai halal dan keberkahan.

Riba bukan sekadar tambahan biaya dalam sebuah transaksi, tetapi sebuah praktik yang secara tegas dilarang oleh Allah ﷻ karena efek merusaknya yang sangat besar. Larangan tersebut hadir untuk menjaga agar keuangan umat berjalan secara adil, sehat, dan tidak menindas. Dengan mengenali jenis-jenis riba serta contoh-contohnya, kita dapat lebih waspada dalam mengelola pengeluaran, pendanaan, maupun investasi.

Di era sekarang, umat semakin dimudahkan dengan hadirnya berbagai instrumen syariah yang aman dan berpayung regulasi, termasuk pendanaan melalui securities crowdfunding syariah yang tidak mengandung riba, gharar, ataupun unsur dzalim. Memilih jalur halal bukan hanya menjaga diri dari dosa besar, tetapi juga memastikan aktivitas ekonomi kita berjalan dengan prinsip keadilan dan keberkahan.

search

Informasi Terbaru

Ingin investasi yang amanah dan sesuai prinsip Islam?

Temukan investasi halal dari bisnis yang sesuai prinsip Islam hanya di LBS Urun Dana!

Investasi Sekarang

Copyright 2025. PT LBS Urun Dana berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

@lbsurundanaLBS Urun Dana@LbsUrunDanaLBS TVLBS Urun Dana

PT LBS Urun Dana adalah penyelenggara layanan urun dana yang menyediakan platform berbasis teknologi untuk penawaran efek (securities crowdfunding) di mana melalui platform tersebut penerbit menawarkan instrumen efek kepada investor (pemodal) melalui sistem elektronik yang telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan.

Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) POJK Nomor 17 tahun 2025 tentang “Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi” Pasal 75, kami menyatakan bahwa :

  • “OTORITAS JASA KEUANGAN TIDAK MEMBERIKAN PERSETUJUAN TERHADAP PENERBIT DAN TIDAK MEMBERIKAN PERNYATAAN MENYETUJUI ATAU TIDAK MENYETUJUI EFEK INI, TIDAK JUGA MENYATAKAN KEBENARAN ATAU KECUKUPAN INFORMASI DALAM LAYANAN URUN DANA INI. SETIAP PERNYATAAN YANG BERTENTANGAN DENGAN HAL TERSEBUT ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM.”
  • “INFORMASI DALAM LAYANAN URUN DANA INI PENTING DAN PERLU MENDAPAT PERHATIAN SEGERA. APABILA TERDAPAT KERAGUAN PADA TINDAKAN YANG AKAN DIAMBIL, SEBAIKNYA BERKONSULTASI DENGAN PENYELENGGARA.”; dan
  • “PENERBIT DAN PENYELENGGARA, BAIK SENDIRI MAUPUN BERSAMA-SAMA, BERTANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA ATAS KEBENARAN SEMUA INFORMASI YANG TERCANTUM DALAM LAYANAN URUN DANA INI.”

PENGUNGKAPAN RISIKO PERUBAHAN STATUS EFEK SYARIAH

Efek saham yang ditawarkan melalui platform LBS Urun Dana telah sesuai dengan ketentuan POJK Nomor 17 tahun 2025 dan SEOJK Nomor 3/SEOJK.04/2022. Terdapat risiko perubahan status Efek Syariah beserta konsekuensi yang timbul dari perubahan status tersebut.

Konsekuensi dari perubahan status tersebut antara lain:

  • Efek tersebut dapat mengalami penurunan permintaan atau berkurangnya likuiditas akibat tekanan jual dari investor.
  • Efek tersebut dapat dihapus (delisting) dari platform LBS Urun Dana apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh Penyelenggara, Penerbit tidak melakukan perbaikan yang memadai atas ketidaksesuaian dengan prinsip syariah. Penyelenggara berwenang untuk menghentikan penawaran dan menghapus efek tersebut dari daftar efek yang tersedia di platform sesuai dengan ketentuan dan prosedur internal yang berlaku.

Sebelum melakukan investasi melalui platform LBS Urun Dana, anda perlu memperhitungkan setiap investasi bisnis yang akan anda lakukan dengan seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisa (due diligence), yang diantaranya (namun tidak terbatas pada); Analisa kondisi makro ekonomi, Analisa Model Bisnis, Analisa Laporan Keuangan, Analisa Kompetior dan Industri, Risiko bisnis lainnya.

Investasi pada suatu bisnis merupakan aktivitas berisiko tinggi, nilai investasi yang anda sertakan pada suatu bisnis memiliki potensi mengalami kenaikan, penurunan, bahkan kegagalan. Beberapa risiko yang terkandung pada aktivitas ini diantaranya:

Risiko Usaha

Risiko yang dapat terjadi dimana pencapaian bisnis secara aktual tidak memenuhi proyeksi pada proposal/prospektus bisnis.

Risiko Gagal Bayar

Gagal bayar atas efek bersifat sukuk, seperti kegagalan penerbit dalam mengembalikan modal dan bagi hasil/marjin kepada investor.

Risiko Kerugian Investasi

Sejalan dengan risiko usaha dimungkinkan terjadi nilai investasi yang diserahkan investor menurun dari nilai awal pada saat dilakukan penyetoran modal sehingga tidak didapatkannya keuntungan sesuai yang diharapkan.

Dilusi Kepemilikan Saham

Dilusi kepemilikan saham terjadi ketika ada pertambahan total jumlah saham yang beredar sehingga terjadi perubahan/penurunan persentase kepemilikan saham.

Risiko Likuiditas

Investasi anda melalui platform layan urun dana bisa jadi bukan merupakan instrumen investasi yang likuid, hal ini dikarenakan instrumen efek yang ditawarkan melalui platform hanya dapat diperjualbelikan melalui mekanisme pasar sekunder pada platform yang sama, dimana periode pelaksanaan pasar sekunder tersebut juga dibatasi oleh peraturan. Anda mungkin tidak dapat dengan mudah menjual saham anda di bisnis tertentu sebelum dilaksanakannya skema pasar sekunder oleh penyelenggara. Selain itu, untuk efek bersifat sukuk, anda tidak dapat melakukan penjualan sukuknya hingga sukuk tersebut jatuh tempo atau mengikuti jadwal pengembalian modal yang sudah ditentukan.

Risiko Pembagian Dividen

Setiap Investor yang ikut berinvestasi berhak untuk mendapatkan dividen sesuai dengan jumlah kepemilikan saham. Seyogyanya dividen ini akan diberikan oleh Penerbit dengan jadwal pembagian yang telah disepakati di awal, namun sejalan dengan risiko usaha pembagian dividen ada kemungkinan tertunda atau tidak terjadi jika kinerja bisnis yang anda investasikan tidak berjalan dengan baik.

Risiko Kegagalan Sistem Elektronik

Platform LBS Urun Dana sudah menerapkan sistem elektronik dan keamanan data yang handal. Namun, tetap dimungkinkan terjadi gangguan sistem teknologi informasi dan kegagalan sistem, yang dapat menyebabkan aktivitas anda di platform menjadi tertunda.

Kebijakan Keamanan Informasi

Kami berkomitmen melindungi keamanan pengguna saat menggunakan layanan elektronis urun dana dengan:

  • Implementasi ISO/IEC 27001:2022 ISMS guna mewujudkan Confidentiality, Integrity dan Availability informasi.

  • Selalu mentaati segala ketentuan dan peraturan terkait keamanan infromasi yang berlaku di wilayah Republik Indonesia serta wilayah tempat dilakukannya pekerjaan.

  • Melakukan perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement) terhadap kinerja Sistem Manajemen Keamanan Informasi.

Bank Kustodian

  • Peran Bank Kustodian terbatas pada pencatatan, penyimpanan dan penyelesaian transaksi.

  • Bank Kustodian tidak bertanggung jawab atas klaim dan gugatan hukum yg ditimbulkan dari risiko investasi dan risiko-risiko lainnya di luar cakupan peran Bank Kustodian yang telah disebutkan di atas, termasuk kerugian yang ditimbulkan oleh kelalaian pihak-pihak lainnya.

Warning Penipuan atas nama LBS.ID