artikel
28 Agustus 2025
Ngeri! Jerat Riba Mengubah Pengusaha Dermawan Jadi Otak Pembunuhan
Riba bukan sekadar soal uang. Ia mampu menggelapkan mata, menutup hati, dan menghancurkan hidup seseorang. Baru-baru ini, kasus tragis di Jakarta membuktikannya.
Seorang pengusaha sekaligus motivator, yang selama ini dikenal dermawan dan aktif dalam kegiatan sosial, terseret dalam kasus penculikan dan pembunuhan kepala cabang sebuah bank di Jakarta. Nama baik yang dulu melekat kini tercoreng, meninggalkan pertanyaan besar tentang bagaimana seseorang yang terlihat religius bisa terjerumus ke tindak kriminal.
Pihak kepolisian menangkap pengusaha bimbingan belajar yang diduga menjadi aktor intelektual kasus tersebut. Tersangka diduga terlibat dalam perencanaan dan penggerakan aksi penculikan yang berujung pada kematian korban. Selain itu motif pembunuhan terkait utang piutang tersangka kepada bank tempat korban bekerja.
3 Bahaya Riba yang Menggelapkan Mata
Walaupun kasus ini masih dalam penyelidikan kepolisian, ada poin penting yang mengerikan terkait bahaya riba. Utang riba bisa membuat seseorang kehilangan kendali atas harta dan pikirannya, hingga terjebak tekanan finansial yang begitu besar sehingga memicu keputusan ekstrem atau tindakan kriminal.
Kasus pengusaha tersangka penculikan dan pembunuhan ini menjadi contoh nyata bagaimana jeratan riba bisa menjerumuskan seseorang: bukan hanya harta yang hilang, tetapi reputasi, moral, bahkan menghilangnya nyawa seseorang. Sebelum membahas bahayanya lebih jauh, mari kita pahami dulu apa itu riba.
Baca juga: Kronis! RAPBN 2026 Membengkak, Rp600 Triliun untuk Bayar Bunga Utang Riba!
Riba dalam bahasa Arab berarti “bertambah”. Menurut Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA dalam bukunya Harta Haram (2012), riba adalah tambahan beban bagi orang yang berutang atau tambahan takaran dalam tukar-menukar enam komoditas: emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam. Termasuk juga tukar-menukar emas dengan perak maupun makanan secara tidak tunai.
Salah satu bentuk riba yang paling sering terjadi adalah riba nasi’ah, yaitu riba akibat penundaan pembayaran dalam akad tukar-menukar barang ribawi atau utang-piutang. Praktik ini nyata dalam sistem perbankan konvensional: seorang debitur yang mencicil utang bukan hanya wajib melunasi pokok pinjaman, tetapi juga harus menanggung bunga tambahan. Akibatnya, beban utang semakin menjerat dan membuat debitur kian tertekan karena setiap pembayaran selalu bertambah dari kewajiban awalnya.
Allah ﷻ dengan tegas mengharamkan riba. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275)
Larangan ini ditegaskan berulang kali dalam Al-Baqarah ayat 275–280, menandakan betapa besar bahayanya. Berikut tiga dampak serius bagi pelaku riba:
1. Dihina di Hari Kebangkitan
Pemakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan hina, seperti orang kesurupan dan gila. Ibnu Abbas berkata:
“Pemakan riba akan dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan gila dan tercekik.”
Tafsir serupa juga diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dan Ibnu Zaid, menunjukkan betapa beratnya sanksi di akhirat bagi yang terus melakukan riba.
2. Bukan Bagian dari Jual Beli Halal
Allah ﷻ memisahkan secara jelas antara jual beli yang halal dan riba yang haram. Meski pelaku riba merasa sedang berdagang, hakikatnya ia hanya menumpuk dosa besar yang tidak akan diberkahi-Nya. Kegiatan ekonomi yang tampak normal pun bisa menjadi sumber kemurkaan jika disertai praktik riba.
3. Ancaman Neraka yang Kekal
Siapa pun yang tetap menjalankan riba padahal tahu hukumnya, diancam dengan azab neraka bahkan kekal di dalamnya. Imam Adz-Dzahabi menempatkan riba sebagai dosa besar, sejajar dengan pembunuhan, zina, dan pencurian, karena ancamannya berat baik di dunia maupun akhirat. Rasulullah ﷺ pun menegaskan bahwa memakan riba termasuk tujuh dosa besar yang menjerumuskan ke neraka. (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: No Drama! 10 Jurus Mengelola Utang Syariah Tanpa Ribet & Riba, Mulai Sekarang!
Artikel ini tidak bermaksud menghakimi, melainkan mengambil hikmah dari sebuah kisah nyata. Semoga peristiwa tragis ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa riba tidak hanya merusak harta, tetapi juga hati dan akal, bahkan dapat menjerumuskan seseorang ke jalan yang gelap.
Dengan meninggalkan riba dan memilih jalan yang halal, kita menjaga diri, keluarga, dan masa depan dari kerugian dunia maupun akhirat. Semoga Allah ﷻ selalu membimbing kita pada keputusan yang benar dan memberkahi setiap rezeki yang diperoleh secara halal. Wallahualam bissawab