artikel

calendar_today

6 September 2025

Ups Khilaf! Penjelasan Ustadz Erwandi Soal Hadiah, Lebih Baik Terima atau Tolak?

Hadiah adalah sesuatu yang diberikan kepada orang lain tanpa imbalan, dengan tujuan mempererat hubungan atau sebagai bentuk penghormatan. Penerima hadiah pun bukanlah orang yang berada dalam kondisi ekonomi sulit.

Tindakan saling memberi hadiah merupakan salah satu amalan sederhana namun sarat makna yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ. Hadiah tidak hanya bernilai sebagai pemberian materi, melainkan juga menjadi sarana mempererat silaturahmi, menumbuhkan rasa kasih sayang, serta memperkuat ikatan persaudaraan di antara sesama Muslim.

Dalam sebuah hadits, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Salinglah memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad; derajat hadits ini hasan menurut Al-Albani).

Selain itu, demi menjaga perasaan orang yang sudah dengan tulus memberikan hadiah, Rasulullah ﷺ menekankan agar hadiah tidak ditolak begitu saja. Beliau bersabda:

“Hadirilah undangan dan jangan tolak hadiah.” (HR. Ahmad; Arnauth menyatakan sanad hadits ini jayyid).

Baca juga: Top Markotop! Risalah Sa’id Bin Zaid, Sahabat Nabi ﷺ Sang Pemilik Doa Mustajab

Lebih jauh, Aisyah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ sendiri terbiasa menerima hadiah dan membalasnya. Hal ini menunjukkan bahwa memberi maupun menerima hadiah adalah sunnah yang membawa kebaikan, selama dilakukan dengan niat yang lurus dan cara yang benar (HR. Bukhari).

Untuk penjelasan lebih lengkap terkait hukum muamalah tentang hadiah, silakan simak uraian Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA dalam bukunya Harta Haram (2021). Di dalamnya dijelaskan terkait jenis-jenis hadiah serta batasan yang perlu diperhatikan agar hadiah tidak berubah menjadi transaksi yang dilarang.

1. Cindera Mata 

Banyak pengusaha memberikan cindera mata seperti kalender, gantungan kunci, cangkir, buku catatan harian, pena, alat tulis, dan sejenisnya sebagai kenang-kenangan sekaligus sarana promosi usaha. Saat penerima hadiah melihat cendera mata tersebut, mereka akan langsung mengingat dan terhubung kembali dengan usaha yang bersangkutan.

Hadiah jenis ini termasuk hibah dan pada dasarnya boleh diterima, kecuali jika berbentuk asbak yang mendorong aktivitas haram, kalender bergambar wanita yang tidak menutup aurat, atau souvenir dari bank ribawi.

2. Hadiah Promosi 

Hadiah promosi atau sampel produk dari perusahaan untuk memperkenalkan barang kepada konsumen hukumnya mubah, karena termasuk hibah. Namun muncul pertanyaan: jika calon pembeli hanya berpedoman pada contoh dan tidak menyaksikan langsung barang yang akan dibeli, apakah jual beli ini dibolehkan? Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.

a. Pendapat pertama

Jual beli semacam ini tidak sah, karena dianggap mengandung unsur gharar. Barang yang dibeli tidak disaksikan langsung dalam akad, sementara contoh yang diperlihatkan belum tentu sama dengan barang yang diterima.

b. Pendapat kedua

Jual beli ini hukumnya boleh, dan inilah pendapat mayoritas ulama mazhab. Alasannya, unsur ketidakjelasan (gharar) dapat dihilangkan dengan cara melihat contoh barang, dengan syarat bahwa barang yang dijual harus sama persis spesifikasinya dengan contoh yang ditunjukkan.

Pendapat yang membolehkan jual beli berdasarkan contoh merupakan pendapat yang lebih kuat. Sebab, di masa kini kesamaan barang dengan contoh sudah menjadi standar mutu dalam perdagangan. Dengan demikian, unsur gharar pada objek akad bisa diminimalkan.

3. Hadiah Dengan Syarat Belanja Nominal Tertentu

Saat ini banyak minimarket, supermarket, atau pelaku usaha yang memberikan hadiah promosi dengan syarat belanja dalam nominal tertentu. Para ulama kontemporer memiliki perbedaan pendapat terkait fenomena ini.

a. Pendapat pertama

Sebagian ulama kontemporer, seperti Syaikh Dr. Abdullah Al Jibrin dan Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan, mengharamkan praktik pemberian hadiah semacam ini.

Dalilnya, harga hadiah yang dijanjikan sejatinya sudah diperhitungkan dalam harga barang yang dibeli. Misalnya, jika nominal belanja yang disyaratkan adalah Rp500.000, maka hakikatnya pembeli hanya mendapatkan barang senilai Rp480.000, sementara Rp20.000 sisanya dianggap sebagai harga hadiah. Dengan demikian, hadiah bukanlah pemberian murni, melainkan bagian dari barang yang dibeli, sehingga masuk kategori jual beli yang mengandung gharar.

Hal ini juga dikuatkan oleh hadits Rasulullah ﷺ:

“Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain, baik permulaan maupun balasan.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani).

Selain itu, meskipun hadiah tidak diambil langsung dari pembayaran barang, praktik ini tetap dianggap tidak diperbolehkan karena berpotensi merugikan pedagang lain yang tidak memberikan hadiah serupa.

b. Pendapat kedua

Syaikh Muhammad Al Utsaimin membolehkan pemberian hadiah dengan cara ini. Beliau menyatakan: “Apabila harga barang yang dijual oleh pedagang yang memberikan hadiah sama dengan harga barang yang dijual pedagang lain yang tidak memberikan hadiah, maka hukumnya boleh.”

Pendapat ini didasarkan pada kaidah umum muamalah, yaitu bahwa hukum asal segala transaksi adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkan. Dalam hal ini, hadiah yang diberikan dianggap sebagai hadiah murni, bukan bagian dari harga barang, sehingga unsur gharar yang ada bisa ditoleransi.

Wallahu a‘lam, dari tinjauan dalil, pendapat yang membolehkan pemberian dan penerimaan hadiah promosi dengan syarat belanja tertentu dinilai lebih kuat, selama tidak menimbulkan praktik curang atau merugikan pihak lain.

4. Hadiah Promosi Langsung 

Terkadang pedagang menawarkan hadiah yang diikat dengan barang, misalnya promo beli satu gratis satu atau beli dua gratis tiga. Cara ini tidak hanya menarik minat pembeli, tetapi juga menjaga harga barang dan membantu menghabiskan stok lama yang mendekati masa kadaluarsa.

Pemberian hadiah semacam ini hukumnya boleh, karena harga dan barangnya jelas, tanpa mengandung unsur gharar. Dengan demikian, ketentuan ini kembali pada hukum asal muamalah, yaitu mubah.

5. Hadiah dari Mengumpulkan Gambar, Huruf atau Kemasan Produk

Terkadang hadiah diberikan dengan cara tertentu, misalnya perusahaan membuat tantangan bagi konsumen untuk mengumpulkan gambar, huruf, atau kemasan produk hingga jumlah tertentu agar bisa ditukar dengan hadiah. Contohnya, konsumen diminta mengumpulkan potongan huruf yang membentuk nama suatu brand. Berikut hukum praktik ini terbagi dalam dua pandangan:

a. Pandangan Pertama: Termasuk qimar dan gharar

Karena pembeli mengeluarkan uang untuk membeli barang sekaligus potongan gambar, namun saat transaksi tidak bisa memastikan apakah akan mendapatkan potongan yang dibutuhkan atau tidak.

b. Tanggapan terhadap pandangan pertama

Ada yang berpendapat bahwa tujuan utama konsumen adalah membeli barang, sedangkan hadiah hanya sebagai bonus tambahan. Dalam kaidah fikih, gharar yang bersifat “pengikut” dianggap tidak mengapa. Maka membeli barang yang disertai peluang hadiah dianggap sah.

c. Jawaban atas tanggapan tersebut

Pendapat ini dibantah karena kenyataannya, sering kali konsumen menjadikan hadiah sebagai tujuan utama, terlebih bila hadiah yang ditawarkan bernilai besar seperti mobil. Kegagalan memperoleh potongan yang dibutuhkan dianggap sebagai kerugian, meski konsumen tetap mendapat barangnya. Oleh karena itu, unsur gharar tetap kuat dalam praktik ini.

4. Hadiah dalam Bentuk Emas

Bagaimana hukum memberikan hadiah emas kepada pembeli? Para ulama berbeda pendapat:

1. Pendapat pertama: Tidak boleh

Menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali, praktik ini termasuk mud ajwah wa dirham bi dirham yang dilarang. Dalilnya adalah hadits dari Fudhalah bin Ubaid pada perang Khaibar. Ia membeli kalung berisi emas dan permata seharga 12 dinar, lalu setelah dipisah ternyata emasnya lebih berat dari 12 dinar. Nabi ﷺ bersabda:

“Tidak boleh kalung emas permata dijual sebelum dipisah antara emas dan permata.” (HR. Muslim).

Baca juga: Asuransi Haram? Ini Kata Ustadz Erwandi Tarmizi Biar Gak Terjerat Dosa Duniawi!

Dalam riwayat lain, Rasulullah ﷺ menegaskan:

“Emas ditukar dengan emas harus sama beratnya.” (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan larangan menjual barang campuran emas dengan emas (uang dinar) tanpa pemisahan yang jelas.

2. Pendapat kedua: Boleh

Menurut mazhab Maliki dan didukung oleh Ibnu Taimiyah, praktik ini diperbolehkan bila nilai emas yang dijadikan alat bayar lebih banyak daripada emas yang menjadi hadiah. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ

Allah telah menghalalkan jual beli.(QS. Al-Baqarah: 275

Misalnya, seseorang membeli mobil seharga Rp300 juta dengan tambahan hadiah emas. Hakikatnya, transaksi ini adalah: emas senilai Rp10 juta ditukar dengan uang tunai Rp10 juta, sedangkan mobil senilai Rp290 juta dibayar dengan uang Rp290 juta. Selama syarat dan rukun jual beli terpenuhi, maka hukumnya sah.

Hadiah adalah pemberian tulus tanpa imbalan yang dianjurkan Rasulullah ﷺ untuk mempererat kasih sayang dan ukhuwah. Secara hukum muamalah, hadiah boleh selama bebas dari riba, gharar, dan kecurangan, dengan ketentuan cara dan niatnya benar. Wallahu a‘lam bish-shawab.

search

Informasi Terbaru

Ingin investasi yang amanah dan sesuai prinsip Islam?

Temukan investasi halal dari bisnis yang sesuai prinsip Islam hanya di LBS Urun Dana!

Investasi Sekarang

Copyright 2025. PT LBS Urun Dana berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

@lbsurundanaLBS Urun Dana@LbsUrunDanaLBS TVLBS Urun Dana

PT LBS Urun Dana adalah penyelenggara layanan urun dana yang menyediakan platform berbasis teknologi untuk penawaran efek (securities crowdfunding) di mana melalui platform tersebut penerbit menawarkan instrumen efek kepada investor (pemodal) melalui sistem elektronik yang telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan.

Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) POJK Nomor 17 tahun 2025 tentang “Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi” Pasal 75, kami menyatakan bahwa :

  • “OTORITAS JASA KEUANGAN TIDAK MEMBERIKAN PERSETUJUAN TERHADAP PENERBIT DAN TIDAK MEMBERIKAN PERNYATAAN MENYETUJUI ATAU TIDAK MENYETUJUI EFEK INI, TIDAK JUGA MENYATAKAN KEBENARAN ATAU KECUKUPAN INFORMASI DALAM LAYANAN URUN DANA INI. SETIAP PERNYATAAN YANG BERTENTANGAN DENGAN HAL TERSEBUT ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM.”
  • “INFORMASI DALAM LAYANAN URUN DANA INI PENTING DAN PERLU MENDAPAT PERHATIAN SEGERA. APABILA TERDAPAT KERAGUAN PADA TINDAKAN YANG AKAN DIAMBIL, SEBAIKNYA BERKONSULTASI DENGAN PENYELENGGARA.”; dan
  • “PENERBIT DAN PENYELENGGARA, BAIK SENDIRI MAUPUN BERSAMA-SAMA, BERTANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA ATAS KEBENARAN SEMUA INFORMASI YANG TERCANTUM DALAM LAYANAN URUN DANA INI.”

PENGUNGKAPAN RISIKO PERUBAHAN STATUS EFEK SYARIAH

Efek saham yang ditawarkan melalui platform LBS Urun Dana telah memenuhi prinsip syariah sesuai dengan ketentuan POJK Nomor 17 tahun 2025 dan SEOJK Nomor 3/SEOJK.04/2022.

Namun demikian, terdapat risiko bahwa efek tersebut dapat kehilangan statusnya sebagai efek syariah, apabila:

  • Penerbit melakukan perubahan kegiatan usaha atau penggunaan dana yang tidak sesuai dengan prinsip syariah;
  • Penerbit tidak lagi mematuhi prinsip-prinsip syariah sebagaimana ditetapkan dalam fatwa DSN-MUI dan ketentuan OJK;
  • Terjadi pelanggaran terhadap akad atau struktur transaksi syariah yang telah disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS);
  • Penerbit tidak menyampaikan keterbukaan informasi secara memadai kepada Penyelenggara dan/atau DPS

Konsekuensi dari perubahan status tersebut antara lain:

  • Efek tersebut dapat mengalami penurunan permintaan atau berkurangnya likuiditas akibat tekanan jual dari investor.
  • Efek tersebut dapat dihapus (delisting) dari platform LBS Urun Dana apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh Penyelenggara, Penerbit tidak melakukan perbaikan yang memadai atas ketidaksesuaian dengan prinsip syariah. Penyelenggara berwenang untuk menghentikan penawaran dan menghapus efek tersebut dari daftar efek yang tersedia di platform sesuai dengan ketentuan dan prosedur internal yang berlaku.

Sebelum melakukan investasi melalui platform LBS Urun Dana, anda perlu memperhitungkan setiap investasi bisnis yang akan anda lakukan dengan seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisa (due diligence), yang diantaranya (namun tidak terbatas pada); Analisa kondisi makro ekonomi, Analisa Model Bisnis, Analisa Laporan Keuangan, Analisa Kompetior dan Industri, Risiko bisnis lainnya.

Investasi pada suatu bisnis merupakan aktivitas berisiko tinggi, nilai investasi yang anda sertakan pada suatu bisnis memiliki potensi mengalami kenaikan, penurunan, bahkan kegagalan. Beberapa risiko yang terkandung pada aktivitas ini diantaranya:

Risiko Usaha

Risiko yang dapat terjadi dimana pencapaian bisnis secara aktual tidak memenuhi proyeksi pada proposal/prospektus bisnis.

Risiko Gagal Bayar

Gagal bayar atas efek bersifat sukuk, seperti kegagalan penerbit dalam mengembalikan modal dan bagi hasil/marjin kepada investor.

Risiko Kerugian Investasi

Sejalan dengan risiko usaha dimungkinkan terjadi nilai investasi yang diserahkan investor menurun dari nilai awal pada saat dilakukan penyetoran modal sehingga tidak didapatkannya keuntungan sesuai yang diharapkan.

Dilusi Kepemilikan Saham

Dilusi kepemilikan saham terjadi ketika ada pertambahan total jumlah saham yang beredar sehingga terjadi perubahan/penurunan persentase kepemilikan saham.

Risiko Likuiditas

Investasi anda melalui platform layan urun dana bisa jadi bukan merupakan instrumen investasi yang likuid, hal ini dikarenakan instrumen efek yang ditawarkan melalui platform hanya dapat diperjualbelikan melalui mekanisme pasar sekunder pada platform yang sama, dimana periode pelaksanaan pasar sekunder tersebut juga dibatasi oleh peraturan. Anda mungkin tidak dapat dengan mudah menjual saham anda di bisnis tertentu sebelum dilaksanakannya skema pasar sekunder oleh penyelenggara. Selain itu, untuk efek bersifat sukuk, anda tidak dapat melakukan penjualan sukuknya hingga sukuk tersebut jatuh tempo atau mengikuti jadwal pengembalian modal yang sudah ditentukan.

Risiko Pembagian Dividen

Setiap Investor yang ikut berinvestasi berhak untuk mendapatkan dividen sesuai dengan jumlah kepemilikan saham. Seyogyanya dividen ini akan diberikan oleh Penerbit dengan jadwal pembagian yang telah disepakati di awal, namun sejalan dengan risiko usaha pembagian dividen ada kemungkinan tertunda atau tidak terjadi jika kinerja bisnis yang anda investasikan tidak berjalan dengan baik.

Risiko Kegagalan Sistem Elektronik

Platform LBS Urun Dana sudah menerapkan sistem elektronik dan keamanan data yang handal. Namun, tetap dimungkinkan terjadi gangguan sistem teknologi informasi dan kegagalan sistem, yang dapat menyebabkan aktivitas anda di platform menjadi tertunda.

Kebijakan Keamanan Informasi

Kami berkomitmen melindungi keamanan pengguna saat menggunakan layanan elektronis urun dana dengan:

  • Implementasi ISO/IEC 27001:2022 ISMS guna mewujudkan Confidentiality, Integrity dan Availability informasi.

  • Selalu mentaati segala ketentuan dan peraturan terkait keamanan infromasi yang berlaku di wilayah Republik Indonesia serta wilayah tempat dilakukannya pekerjaan.

  • Melakukan perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement) terhadap kinerja Sistem Manajemen Keamanan Informasi.

Bank Kustodian

  • Peran Bank Kustodian terbatas pada pencatatan, penyimpanan dan penyelesaian transaksi.

  • Bank Kustodian tidak bertanggung jawab atas klaim dan gugatan hukum yg ditimbulkan dari risiko investasi dan risiko-risiko lainnya di luar cakupan peran Bank Kustodian yang telah disebutkan di atas, termasuk kerugian yang ditimbulkan oleh kelalaian pihak-pihak lainnya.

Warning Penipuan atas nama LBS.ID