artikel
15 Oktober 2025
Paten Abis! Pahami Apa Itu Zakat dan Cara Hitung Biar Harta Berkah Hidup Tenang!
Zakat bukan sekadar kewajiban tahunan bagi umat Islam, tetapi fondasi keadilan sosial yang menegakkan keseimbangan antara kaya dan miskin, antara spiritual dan material. Ia adalah sistem ilahi yang menyatukan ibadah dan kepedulian sosial, menumbuhkan empati sekaligus membersihkan hati dari sifat kikir. Dalam Islam, zakat memiliki makna yang dalam: ia menyucikan harta, menumbuhkan keberkahan, dan menjadi jalan keberlangsungan ekonomi yang lebih beretika dan manusiawi.
Sejarah mencatat, zakat telah menjadi bagian dari ajaran para nabi sejak ribuan tahun lalu, dari masa Nabi Ibrahim hingga Nabi Muhammad ﷺ. Setiap generasi menerima ajaran zakat sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama dan bukti ketaatan kepada Allah ﷻ. Hingga kini, zakat terus menjadi pilar utama dalam sistem keuangan syariah dan menjadi sarana memperkuat solidaritas umat.
Apa Itu Zakat?
Secara bahasa, kata zakat berasal dari akar kata zakā–yazkū yang berarti tumbuh, suci, dan berkah. Dalam konteks syariat, zakat bermakna mengeluarkan sebagian harta tertentu dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Menurut Lisān al-‘Arab karya Ibn Manzhūr sebagaimana dikutip dari Subhan Zamzami (2013), zakat memiliki makna al-shalāh (kesalehan) dan al-namā’ (pertumbuhan). Artinya, zakat bukan hanya membersihkan harta dari hak orang lain, tetapi juga menumbuhkan keberkahan dan kebaikan di dalamnya.
Baca juga: Iqra! Auto Paham Zakat Perusahaan, Kewajiban Agar Bisnis Halal dan Berkah!
Al-Thabari menafsirkan zakat sebagai namā’ al-māl wa tathmīruhu wa ziyādatuhu yaitu pertumbuhan, pengembangan, dan peningkatan harta karena ketaatan kepada Allah. Dengan kata lain, zakat bukan sekadar kewajiban ekonomi, tetapi juga bentuk penyucian spiritual. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)
Ayat ini menegaskan bahwa zakat memiliki dua dimensi: membersihkan jiwa dari sifat kikir dan mensucikan harta agar halal, bersih, dan membawa berkah.
Sejarah Zakat Sebelum Masa Nabi Muhammad ﷺ
Zakat bukanlah ajaran baru yang hanya dikenal dalam Islam, melainkan sudah menjadi bagian dari syariat para nabi terdahulu. Beberapa ayat Al-Qur’an menunjukkan bahwa zakat telah disyariatkan sejak masa para nabi sebelum Nabi Muhammad ﷺ.
1. Zakat di Masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
Zakat telah dikenal sejak zaman Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Keduanya bukan hanya dikenal sebagai bapak para nabi, tetapi juga sebagai sosok yang menegakkan nilai-nilai ketaatan, pengorbanan, dan kedermawanan. Sejak masa itulah, zakat menjadi salah satu bentuk ibadah sosial yang menumbuhkan keseimbangan antara spiritualitas dan tanggung jawab terhadap sesama. Allah ﷻ berfirman:
“Dan Kami jadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat.” (QS. Al-Anbiya: 73)
Ayat ini menegaskan bahwa perintah zakat telah menjadi bagian dari sistem ibadah yang dibawa oleh para nabi terdahulu. Para mufassir menjelaskan bahwa zakat pada masa Nabi Ibrahim belum memiliki ketentuan teknis seperti nishab atau haul, namun semangatnya sama: menumbuhkan kepedulian sosial dan membersihkan harta dari keserakahan.
2. Zakat di Masa Bani Israil dan Nabi Musa
Dalam sejarah Bani Israil, zakat juga menjadi bagian penting dari sistem moral dan sosial yang diajarkan oleh Nabi Musa. Bangsa Israil pada masa itu hidup dengan ketimpangan sosial yang tinggi, sehingga perintah zakat datang untuk menegakkan keadilan dan menumbuhkan rasa kasih terhadap sesama. Allah ﷻ berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil: Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, dan orang miskin; dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 83)
Ayat ini menunjukkan bahwa zakat merupakan bagian dari perjanjian moral antara Allah ﷻ dan Bani Israil. Melalui ayat ini, Allah ﷻ menegaskan bahwa ibadah tidak hanya terbatas pada hubungan dengan-Nya, tetapi juga mencakup hubungan sosial dengan sesama manusia.
3. Zakat di Masa Nabi Isa
Ajaran zakat juga dikenal pada masa Nabi Isa. Dalam misi kerasulannya, beliau membawa pesan kasih sayang, kepedulian, dan keseimbangan spiritual yang diwujudkan melalui amalan zakat. Allah ﷻ berfirman:
“Dan Dia (Allah) menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup.” (QS. Maryam: 31)
Ayat ini menegaskan bahwa zakat telah menjadi bagian dari ajaran Nabi Isa sejak awal. Ia mengajarkan bahwa keberkahan hidup tidak datang dari banyaknya harta, tetapi dari bagaimana seseorang menggunakan hartanya untuk membantu sesama.
Para mufassir menjelaskan bahwa zakat pada masa Nabi Isa merupakan bentuk sedekah sosial yang kuat nilainya dalam menegakkan kasih dan solidaritas antar manusia.
Awal Mula Zakat di Masa Nabi Muhammad ﷺ
Ketika Islam datang melalui Nabi Muhammad ﷺ, zakat awalnya disyariatkan di Makkah pada periode awal kenabian sekitar tahun ke-5 kenabian atau sekitar delapan tahun sebelum hijrah, yakni tahun 615 Masehi. Pada masa ini, zakat masih bersifat umum berupa perintah untuk bersedekah, menolong fakir miskin, dan membersihkan harta.
Perintah zakat sebagai kewajiban yang memiliki aturan rinci baru turun setelah hijrah ke Madinah, tepatnya pada tahun kedua Hijriah atau 623 Masehi. Pada fase inilah zakat menjadi ibadah wajib bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat dengan ketentuan yang jelas seperti nisab (batas minimal harta yang wajib dizakati), haul (masa satu tahun kepemilikan), dan golongan penerima zakat sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Taubah ayat 60.
Sejak saat itu, zakat menjadi sistem sosial-ekonomi resmi dalam negara Islam. Rasulullah ﷺ menugaskan para amil zakat untuk mengumpulkan dan menyalurkannya kepada masyarakat. Fungsi zakat pun meluas bukan sekadar ibadah pribadi, tetapi juga alat redistribusi kekayaan yang menjaga keseimbangan sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
Zakat pada masa Rasulullah ﷺ dikelola secara terpusat oleh negara. Pada tahun 9 Hijriah atau sekitar 630 Masehi, turun ayat dalam QS. At-Taubah ayat 103 yang memerintahkan Nabi ﷺ secara langsung untuk mengambil zakat dari kaum Muslimin:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
Baca juga: Clear Banget! Cara Hitung Zakat Perusahaan Ala Nabi ﷺ, Anti Keliru Auto Praktik!
Ayat ini menjadi dasar pengelolaan zakat secara resmi dan menunjukkan bahwa zakat bukan sekadar anjuran moral, melainkan sistem ekonomi Islam yang diatur oleh negara.
Dengan demikian, perjalanan sejarah zakat menunjukkan kesinambungan dari masa ke masa, dari ajaran moral para nabi terdahulu hingga menjadi sistem ekonomi yang teratur di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ pada tahun kedua Hijriah.
Jenis-Jenis Zakat dan Cara Menghitungnya
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki posisi sentral dalam sistem sosial dan ekonomi umat Islam. Melalui zakat, seorang muslim tidak hanya menunaikan kewajiban spiritual kepada Allah ﷻ, tetapi juga menegakkan keadilan sosial, membantu sesama, serta menjaga keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.
Secara umum, zakat terbagi menjadi dua jenis utama: zakat fitrah dan zakat mal (zakat harta). Sebagaimana dikutip dari Baznas Bazis DKI Jakarta (2023) masing-masing memiliki ketentuan, kadar, serta cara perhitungan yang berbeda sesuai jenis hartanya.
1. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan setiap muslim menjelang hari raya Idulfitri sebagai bentuk penyucian diri setelah menjalani ibadah puasa Ramadhan. Ia merupakan zakat atas jiwa, bukan atas harta. Tujuannya untuk membersihkan diri dari kekurangan selama berpuasa, sekaligus membantu fakir miskin agar dapat ikut bergembira di hari kemenangan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadhan sebesar satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas setiap muslim, baik merdeka atau budak, laki-laki maupun perempuan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa zakat fitrah bersifat wajib bagi setiap individu muslim, tanpa memandang status sosial atau ekonomi.
Syarat Wajib Zakat Fitrah:
a. Beragama Islam.
b. Hidup pada saat terbenamnya matahari di malam Idul Fitri.
c. Memiliki kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya pada malam dan hari raya Idul Fitri.
Bila seorang muslim memenuhi ketiga syarat ini, maka wajib baginya mengeluarkan zakat fitrah. Zakat ini wajib ditunaikan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang-orang yang berada di bawah tanggungannya, seperti anak, istri, atau orang tua yang ia nafkahi.
Waktu Pembayaran:
a. Mulai sejak awal bulan Ramadhan hingga sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri.
b. Diperbolehkan membayar lebih awal, namun yang paling utama adalah di hari-hari terakhir Ramadhan agar manfaatnya langsung diterima penerima zakat di waktu yang tepat.
Bentuk dan Takaran Zakat Fitrah:
Zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi di wilayah setempat. Di Indonesia, zakat fitrah umumnya menggunakan beras.
a. Takaran: 1 sha’ = sekitar 2,5–3 kg beras.
b. Rumus: Jumlah anggota keluarga × 2,5 kg = total zakat fitrah.
Contoh:
Jika satu keluarga terdiri dari lima orang, maka zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah 5 × 2,5 kg = 12,5 kg beras.
Apabila dibayar dengan uang, nilainya disesuaikan dengan harga beras di daerah masing-masing.
2. Zakat Mal (Zakat Harta)
Selain zakat fitrah, Islam juga mewajibkan zakat atas harta atau zakat mal, yakni zakat yang dikenakan atas harta benda yang dimiliki seseorang setelah mencapai nisab (batas minimal harta) dan haul (masa kepemilikan selama satu tahun hijriah).
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada kewajiban zakat pada harta sampai berlalu satu tahun.”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Zakat mal hanya diwajibkan bagi harta yang memenuhi kriteria: dimiliki penuh, berkembang, mencapai nisab, milik pribadi, dan telah dimiliki selama satu tahun.
Jenis-jenis zakat mal cukup beragam, karena mencakup hampir seluruh jenis kekayaan yang bisa berkembang.
a. Zakat Emas dan Perak
Emas dan perak termasuk harta yang wajib dizakati karena nilainya cenderung stabil dan berfungsi sebagai alat ukur kekayaan.
Nisab emas: 85–94 gram.
Nisab perak: 595 gram.
Kadar zakat: 2,5%.
Rumus: (Jumlah emas atau perak yang dimiliki – kebutuhan pribadi) × 2,5%.
Contoh: Seseorang memiliki emas 100 gram → 100 × 2,5% = 2,5 gram emas wajib dizakati.
b. Zakat Uang dan Tabungan
Uang tunai atau saldo tabungan termasuk ke dalam zakat mal bila nilainya telah mencapai nisab yang setara dengan 85 gram emas dan dimiliki selama setahun.
Kadar zakat: 2,5% dari total simpanan akhir tahun
Rumus Saldo akhir × 2,
Contoh: Saldo Rp150.000.000 → 150.000.000 × 2,5% = Rp3.750.000.
c. Zakat Perdagangan
Zakat perdagangan dikenakan atas modal dan keuntungan usaha yang dimiliki.
Nisab: senilai 85 gram emas.
Kadar zakat: 2,5% setelah haul satu tahun.
Rumus:(Modal + Keuntungan – Utang Jatuh Tempo) × 2,5%.
Contoh: Modal Rp100 juta, laba Rp20 juta, utang Rp10 juta → (100 + 20 – 10) × 2,5% = Rp2.750.000.
d. Zakat Pertanian
Zakat pertanian wajib dikeluarkan setiap kali panen, tanpa menunggu haul satu tahun.
Nisab: 653 kg gabah atau 520 kg beras.
Kadar zakat: 10% jika diairi hujan dan 5% jika diairi dengan biaya irigasi.
Rumus: Hasil panen × (5% atau 10%).
Contoh: Panen 1.000 kg padi dengan pengairan alami → 1.000 × 10% = 100 kg gabah.
e. Zakat Peternakan
Zakat ini berlaku untuk hewan ternak yang digembalakan dan berkembang biak.
Sapi: 1 ekor zakat setiap 30 ekor.
Kambing: 1 ekor zakat setiap 40 ekor.
Unta: 1 ekor zakat setiap 5 ekor.
Jika ternak dijual atau menghasilkan produk seperti susu, maka hasil penjualannya juga dapat dikenai zakat perdagangan.
Baca juga: Cek Fakta! Apakah Pajak Sama Seperti Zakat dan Wakaf? Ini Dalilnya
f. Zakat Hasil Tambang dan Barang Temuan
Segala hasil tambang dan barang berharga dari bumi seperti emas, minyak, atau perak, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 20% saat diperoleh.
Rumus: Nilai hasil tambang × 20%.
g. Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat atas penghasilan dari gaji, honor, atau pekerjaan jasa profesional.
a. Nisab: senilai 85 gram emas.
b. Kadar zakat: 2,5% dari penghasilan bersih.
Contoh: Gaji bersih Rp10.000.000 → 10.000.000 × 2,5% = Rp250.000 per bulan.
Menunaikan zakat bukan hanya kewajiban ritual, melainkan juga strategi spiritual dan sosial untuk menyehatkan ekonomi umat. Dengan memahami jenis-jenis zakat dan cara menghitungnya, setiap muslim diharapkan lebih sadar untuk mengeluarkan zakat secara tepat dan teratur.
Zakat yang dikeluarkan dengan niat tulus dan cara yang benar akan menjadi sumber keberkahan, pembersih harta, dan penyelamat di akhirat. Sebagaimana janji Allah ﷻ, “Dan apa saja yang kamu infakkan, niscaya Allah akan menggantinya, dan Dia-lah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS. Saba: 39)