berita
20 November 2025
Fix! BI Rate Tetap 4,75%, Ini 7 Fakta Penting yang Perlu Pebisnis Cermati!
Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan BI Rate di 4,75%, dengan suku bunga deposit facility di 3,75% dan lending facility di 5,50%. Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur 18–19 November 2025, saat pasar global sedang tidak stabil dan tekanan eksternal masih terasa.
Bagi banyak pebisnis seperti Anda, pergerakan suku bunga biasanya akan dikaitkan dengan biaya pembiayaan, stabilitas rupiah, dan rencana ekspansi. Karena itu, memahami konteks di balik keputusan BI ini bisa membantu Anda melihat arah ekonomi dengan lebih tenang dan realistis. Berikut tujuh fakta kunci yang paling relevan untuk pengusaha.
1. Fokus utama BI adalah menjaga stabilitas Rupiah
Rupiah beberapa bulan terakhir bergerak cukup sensitif terhadap penguatan dolar AS dan perubahan arah modal global. Dengan menahan suku bunga, BI ingin menahan volatilitas agar Rupiah tidak melemah terlalu cepat.
Baca juga: Jengjeng! Aturan PPh Final UMKM Diubah, Ini 4 Dampaknya Bagi Pengusaha!
Bagi dunia usaha, stabilnya kurs membuat biaya impor dan logistik lebih mudah diprediksi, sehingga perencanaan harga dan kontrak tetap terjaga. Pendekatan BI lebih bersifat menenangkan pasar dibanding melakukan perubahan yang berisiko menambah ketidakpastian.
2. BI menjaga daya tarik Indonesia di mata investor asing
Arus modal asing sangat mempengaruhi stabilitas pasar keuangan. Dengan mempertahankan suku bunga di level kompetitif, BI berupaya menjaga minat investor untuk tetap menempatkan dananya di SBN dan SRBI.
Jika aliran modal stabil, perbankan cenderung memiliki likuiditas yang cukup, biaya kredit tidak naik tiba-tiba, dan pergerakan Rupiah menjadi lebih mudah dikendalikan. Kondisi ini memberi ruang usaha tetap beroperasi dengan ritme yang stabil.
3. Peluang penurunan suku bunga tetap terbuka
BI menyampaikan inflasi diperkirakan berada di kisaran target 2,5% ±1%, sehingga ruang penurunan suku bunga di 2026 tetap tersedia. Bagi pengusaha ini memberi kesempatan untuk menata rencana pendanaan, belanja modal, atau ekspansi dengan lebih tenang. Potensi biaya pembiayaan yang lebih rendah menjadi angin baik, meskipun waktunya belum dalam jangka pendek.
4. Pelonggaran makroprudensial diperkuat untuk mendorong kredit sektor riil
Melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), bank diberi ruang tambahan untuk menyalurkan kredit ke sektor prioritas. Bagi pebisnis, kebijakan ini biasanya membuat proses pembiayaan lebih cepat dan bunga kredit lebih kompetitif. Sektor industri, perdagangan, pertanian, konstruksi, hingga UMKM skala besar berpotensi mendapat akses pendanaan yang lebih luas dan terarah.
5. Intervensi BI di pasar valas dilakukan untuk menenangkan pasar
Sebagaimana dikutip dari Kontan pada Kamis (20/11/2025), BI melakukan stabilisasi Rupiah melalui beberapa instrumen:
a. NDF (Non-Deliverable Forward) untuk mengurangi spekulasi Rupiah di luar negeri
b. DNDF (Domestic NDF) untuk memberi akses lindung nilai di dalam negeri
c. Transaksi spot untuk intervensi langsung
d. Pembelian SBN untuk menahan tekanan di pasar obligasi
Langkah ini menjaga likuiditas valas tetap memadai dan mengurangi lonjakan kurs. Bagi usaha yang terpapar risiko valas, kestabilan seperti ini membantu menjaga margin tetap sehat.
6. Operasi moneter diperkuat agar pasar tetap efisien
BI menata struktur instrumen moneter, memperkuat penerbitan SRBI, serta memperluas transaksi valas berbasis CNY (Yuan Tiongkok) dan JPY (Yen Jepang). Selain itu, BI memperluas penggunaan LCT (Local Currency Transaction), yaitu perdagangan antarnegara memakai mata uang lokal tanpa harus melalui dolar.
Baca juga: Waduh! 8 Modus Penipuan yang Bikin Masyarakat Kejebak Rugi Rp7,5 Triliun
Bagi pebisnis yang terlibat impor-ekspor, langkah ini membuka opsi transaksi yang lebih efisien, risiko kurs yang lebih terkontrol, dan fleksibilitas pembayaran yang lebih luas.
7. Ekosistem pembayaran digital terus dipercepat
BI mendorong percepatan digitalisasi pembayaran melalui peningkatan penggunaan QRIS Tap, pengembangan QRIS antarnegara, program KATALIS P2DD, dan penguatan manajemen risiko sistem pembayaran.
Manfaat yang dirasakan dunia usaha biasanya berupa transaksi yang lebih cepat, biaya operasional yang efisien, pengalaman pelanggan yang lebih baik, serta peluang bisnis digital yang semakin besar. Digitalisasi menjadi fondasi penting bagi aktivitas ekonomi sehari-hari, dan BI mempercepat infrastrukturnya agar manfaatnya lebih merata.
BI memperkuat koordinasi dengan KSSK, pemerintah pusat, dan mitra internasional untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung arah kebijakan nasional.
Baca juga: Oke Gas! Ini Jurus Menkeu Purbaya Ngejar Ekonomi Indonesia Tembus 8% di 2029!
Bagi pebisnis, sinergi ini memberi kepastian arah kebijakan, risiko makro yang lebih terkendali, serta ruang perencanaan usaha yang lebih jelas. Dalam situasi ekonomi yang bergerak cepat, kepastian arah kebijakan seringkali sama pentingnya dengan angka suku bunga itu sendiri.
Di tengah suku bunga yang belum menurun dan likuiditas perbankan yang masih berhati-hati, banyak pengusaha mulai mempertimbangkan alternatif pembiayaan yang lebih cepat dan terukur. Di sinilah pendanaan bisnis hingga Rp10 miliar di LBS Urun Dana dapat menjadi opsi strategis untuk memperluas kapasitas bisnis tanpa terbebani dinamika suku bunga perbankan. Ajukan sekarang!






