berita
19 November 2025
Jengjeng! Aturan PPh Final UMKM Diubah, Ini 4 Dampaknya Bagi Pengusaha!
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi mengusulkan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Revisi ini berfokus pada pengaturan ulang subjek PPh Final UMKM 0,5%, yang selama ini menjadi fasilitas populer bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
Bagi pengusaha menengah yang omzetnya sudah di atas 500 juta atau mulai masuk kategori usaha menengah dengan kebutuhan pendanaan Rp500 juta sampai Rp10 miliar, kebijakan baru ini bukan sekadar penyesuaian teknis. Sebagaimana dikutip dari Katadata pada Rabu (19/11/2025), ini adalah tanda bahwa lanskap perpajakan 2025–2026 sedang bergerak menuju standar yang lebih ketat, lebih transparan, dan lebih profesional.
Mengapa Aturan PPh Final UMKM Dirombak?
Dalam paparannya di Komisi XI DPR RI, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyebutkan bahwa masih banyak pengusaha yang memanfaatkan tarif PPh Final UMKM 0,5% secara tidak tepat. Beberapa praktik yang ditemukan:
a. Bunching omzet: Menahan omzet agar tidak melewati batas peredaran bruto.
b. Firm-splitting: Memecah usaha menjadi beberapa entitas supaya tetap dianggap “kecil”.
c. Konsolidasi tidak jujur: Menggunakan tarif final meski omzet total usaha sebenarnya jauh lebih besar.
Baca juga: Ups! Realisasi 1 Juta UMKM Bebas Utang Loyo, Menteri Maman Bocorin Kendalanya!
Revisi Pasal 57 dan 58 kemudian diarahkan untuk menutup celah tersebut agar fasilitas pajak hanya digunakan oleh wajib pajak yang benar benar memenuhi syarat.
Apa yang berubah dalam Aturan PPh UMKM Final?
Perubahan paling signifikan adalah penegasan bahwa segala bentuk peredaran bruto harus dihitung sebagai satu kesatuan, meliputi:
a. Usaha yang kena pajak final,
b. Usaha non final,
c. Pekerjaan bebas dan penghasilan dari luar negeri.
Kebijakan ini menyasar UMKM atau pengusaha menengah yang omzetnya sudah melebihi Rp500 juta – Rp10 miliar, tetapi masih berupaya tetap berada dalam skema PPh Final UMKM.
UMKM yang sedang menuju kategori menengah harus mulai membaca arah angin. Aturan pph final umkm 2025 bukan lagi memberi ruang untuk usaha yang:
a. Skala omzet-nya sudah besar,
c. Punya banyak cabang atau memiliki aliran pendapatan dari berbagai kanal.
Baca juga: Satset! 5 Jurus Urus NPWP Perusahaan, Taat Pajak Bikin Usaha Makin Ngegas!
Kini, DJP ingin memastikan bahwa pengusaha yang “sudah besar” berpindah ke skema pajak reguler, perhitungan omzet harus jujur dan terintegrasi dan laporan keuangan harus semakin rapi.
7 Dampak PPh Final UMKM Bagi Entrepreneur Visioner
Perubahan aturan PPh final UMKM membawa dampak langsung bagi para pelaku usaha yang sedang bersiap naik kelas. Terutama bagi mereka yang omzetnya sudah menyentuh Rp500 juta sampai miliaran rupiah, serta memiliki ambisi ekspansi dan pendanaan Rp500 juta – Rp10 miliar. Aturan baru ini membuat pengusaha harus menyesuaikan diri dengan standar yang lebih transparan dan profesional. Berikut gambaran dampak yang perlu diperhatikan:
1. Administrasi Keuangan Tidak Bisa Lagi Asal-Asalan
UMKM yang ingin scale up tidak cukup hanya mengandalkan catatan manual atau laporan sederhana. Mereka harus menunjukkan bahwa bisnisnya siap masuk arena profesional.
Elemen penting yang wajib diperkuat yaitu pencatatan keuangan lengkap dan rapi, laporan pajak yang transparan dan konsolidasi omzet sesuai aturan terbaru
Kenapa ini penting? Karena transparansi bukan hanya soal kepatuhan, tetapi menjadi dasar kelayakan usaha saat dinilai investor, lembaga keuangan, atau mitra strategis.
2. Kategori “UMKM Palsu” Akan Menghilang
Revisi aturan menutup celah bagi usaha yang sengaja “mengecilkan diri” demi menikmati tarif 0,5%. Pemerintah ingin memisahkan UMKM yang benar-benar kecil dari usaha besar yang masih menyaru sebagai UMKM.
Dampaknya struktur pajak lebih dihormati, kompetisi bisnis semakin fair dan UMKM yang genuine tidak lagi tertekan oleh pelaku usaha yang berkamuflase kecil Ini memberi ruang pertumbuhan yang lebih sehat bagi pelaku UMKM yang beroperasi dengan jujur.
3. Dukung UMKM Go International
Melalui Pasal 20A, pemerintah menegaskan bahwa biaya seperti suap, gratifikasi, hingga denda pidana tidak bisa lagi dikurangkan dari penghasilan bruto. Implikasinya cukup besar bagi dunia UMKM, karena aturan ini mendorong peningkatan standar tata kelola dan perubahan pola bisnis dari informal menuju profesional. UMKM yang berambisi go national, go international dan go halal sebaiknya mulai menyesuaikan diri dari sekarang.
4. Momentum Bersiap untuk Scale Up 2026
Tahun 2026 akan menjadi momentum seleksi alam bagi UMKM Indonesia. Aturan pajak yang lebih ketat akan menjadi pemisah antara pelaku usaha yang siap naik kelas dan yang masih ingin bertahan dengan model lama.
Dinamika yang akan muncul yakni UMKM yang cepat beradaptasi akan melompat menjadi usaha menengah modern dan UMKM yang bertahan dengan tata kelola lama akan kesulitan menikmati fasilitas atau peluang pendanaan besar.
Baca juga: Kalem! 7 Dampak Pajak Marketplace yang Bisa Jadi Jalan Cuan Buat UMKM!
Pada akhirnya, perubahan pajak bukan untuk mempersulit, tetapi untuk memastikan bahwa bisnis dengan omzet miliaran harus memiliki struktur dan governance sekelas bisnis miliaran.
Revisi PPh final umkm memberikan pesan yang jelas: pemerintah ingin mendorong UMKM yang siap naik kelas. Pengusaha dengan omzet lebih dari Rp500 juta perlu mulai memperkuat fondasi bisnisnya melalui laporan keuangan yang kuat tata kelola yang profesional dan visi bisnis jangka panjang.
Ini adalah era baru bagi entrepreneur visioner. Pertumbuhan tidak lagi diukur dari kecilnya pajak yang dibayar, tetapi dari kemampuan usaha untuk bertumbuh, transparansi dan bersaing secara sehat di pasar yang semakin kompetitif.






