berita
26 September 2025
Nah Loh! OECD Bocorin Ekonomi Indonesia Ga Nanjak, Stuck di Angka 4,9%!
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tampaknya tidak akan melonjak signifikan dalam waktu dekat. Meski pemerintah gencar mengumbar optimisme, sejumlah indikator menunjukkan ekonomi nasional masih terjebak di kisaran 5% saja. Laporan terbaru OECD bahkan memproyeksikan pertumbuhan hanya 4,9% pada 2025–2026.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) kembali menurunkan tensi optimisme pemerintah. Dalam laporan terbarunya, OECD hanya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,9% untuk 2025–2026. Proyeksi ini jelas jauh di bawah target APBN 2026 yang berani dipatok 5,4%.
Bagi para analis, ramalan OECD ini bukan sekadar angka di atas kertas. Senior peneliti CSIS, Deni Friawan, menegaskan bahwa kisaran 5% adalah batas realistis ekonomi Indonesia. Jika dipaksakan melampaui potensi, konsekuensinya justru inflasi akan melonjak.
Pemerintah selama ini terlalu mengandalkan ekspansi fiskal untuk memompa konsumsi, sementara suplai barang dan jasa masih sempit serta bertumpu pada komoditas seperti batu bara, CPO, nikel, hingga migas. Output tidak bertambah banyak, yang naik justru harga.
Baca juga: Alamak! RAPBN 2026 Bengkak Rp689 Triliun, Rakyat Siap Tanggung Risikonya?
“Kalau inflasi lepas kendali, bank sentral pasti intervensi. Dampaknya, pertumbuhan kembali tertekan. Makanya potensi kita ya di 5% itu saja,” tegas Deni sebagaimana dikutip dari Bisnis Indonesia pada Kamis (25/9/2025).
Pemerintah pun menaruh harapan besar pada program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, hingga target membangun 3 juta rumah rakyat. Namun, Deni pesimistis semua itu bisa mendongkrak ekonomi jika infrastruktur dan kelembagaan tak dipersiapkan matang.
Dirinya menegaskan perlunya ekspansi fiskal yang dibarengi reformasi struktural nyata, termasuk penerapan PP 28/2025 tentang OSS fiktif positif yang diharapkan memberi kepastian izin usaha.
Nada serupa disampaikan peneliti Core Indonesia, Yusuf Rendy. Menurutnya, stimulus fiskal yang diumumkan pemerintah mulai dari PPh Final UMKM 0,5%, PPh 21 Ditanggung Pemerintah, hingga iuran JKK dan JKM untuk pekerja informal masih terlampau terbatas. Di saat yang sama, ancaman eksternal seperti tekanan dari Amerika Serikat masih membayangi. “Belum ada kebijakan yang benar-benar bisa menyelesaikan masalah struktural. Sulit rasanya mencapai 5,4% tahun depan,” ujar Yusuf lugas.
Revisi Prabowo Terhadap Target Pertumbuhan Ekonomi
Yang perlu digaris bawahi: Presiden Prabowo Subianto sendiri sudah menurunkan ekspektasi. Melalui Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran RKP, target pertumbuhan dipatok 5,3%, dengan asumsi kurs Rp16.000–Rp16.900 per dolar AS. Bandingkan dengan RKP sebelumnya (Perpres 109/2024) yang memasang target 5,3–5,6% dengan kurs Rp15.300–Rp15.900.
Baca juga: Siap Grak! Prabowo Rombak RKP 2025, Ganti Target Ekonomi, Kurs Rupiah Diperluas!
Artinya, pemerintah diam-diam menyadari realitas bahwa pertumbuhan tinggi bukan perkara mudah. Bahkan OECD yang semula meramal 4,7% pada Juni 2025, hanya berani mengerek sedikit ke 4,9% dalam edisi September.
Meski begitu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa masih berani mengusung mimpi besar. Ia menegaskan mesin fiskal, keuangan, dan investasi harus berputar serempak agar pertumbuhan bisa melesat di atas 6% dalam jangka pendek, bahkan menuju 8% sesuai cita-cita Presiden Prabowo.
Antara Ambisi dan Realitas Pertumbuhan Ekonomi
Di satu sisi, pemerintah ingin membuktikan optimisme lewat angka ambisius. Di sisi lain, lembaga internasional seperti OECD menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 kemungkinan besar hanya akan berkisar di 4,9%. Jarak inilah yang menimbulkan pertanyaan: apakah target Prabowo benar-benar bisa tercapai, atau justru akan terjebak dalam siklus inflasi, stimulus terbatas, dan hambatan struktural?
Meski proyeksi OECD memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tertahan di kisaran 4,9% hingga 5%, kondisi ini tetap bisa menjadi momentum penting bagi dunia usaha. Stabilitas makro yang relatif terjaga membuka ruang bagi geliat bisnis baru, termasuk sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Baca juga: Rileks! 7 Solusi LBS Urun Dana Bikin UMKM Tetap Perkasa Hadapi Badai Ekonomi!
Semoga saja dinamika pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat berdampak positif, mendorong lebih banyak pengusaha untuk berkembang dengan cara yang sehat dan halal. Untuk itu, manfaatkan peluang pendanaan syariah agar bisnis bisa naik kelas tanpa terjerat riba.
Ajukan sekarang di LBS Urun Dana, platform securities crowdfunding yang diawasi OJK dan dibimbing langsung oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA. Bismillah wujudkan mimpi bangun bisnis berkah bersama LBS Urun Dana!