berita
18 November 2025
Pedih! Kronologi Dana Syariah Tertahan Rp 1 Triliun, Lender Masih Nunggu Kejelasan!
Kasus dana syariah yang bermasalah semakin memuncak, terutama kasus pengembalian dana dan pembayaran imbal hasil kepada lender yang masih mandek. Hingga saat ini, para lender yang menaruh dananya di DSI masih menunggu kepastian mengenai kapan dana mereka akan dikembalikan.
Uang yang tertahan tidaklah kecil. Dari data yang dihimpun Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia, dana yang tertahan di DSI kini diperkirakan sudah mencapai hampir Rp 1 triliun, dengan jumlah lender yang terus bertambah.
Situasi ini membuat banyak pihak khawatir, apakah dana syariah ini dapat dipulihkan atau malah mengalami kebangkrutan. Sebagaimana dikutip dari Kontan pada Selasa (18/11/2025), berikut adalah kronologi kasus yang tengah berlangsung:
1. Potensi Kerugian Lender Dana Syariah Makin Banyak
Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia melaporkan bahwa dana yang tertahan di platform DSI berpotensi meningkat seiring dengan masih banyaknya lender yang belum melaporkan dana mereka yang tersangkut.
Hingga 14 November 2025, total dana yang tercatat sudah mencapai Rp 920,91 miliar, berasal dari 3.001 lender yang tergabung dalam paguyuban. Hal ini menjadi masalah besar bagi DSI, mengingat mereka terpaksa menangguhkan pembayaran kepada para lender, sehingga memperburuk situasi dana syariah yang gagal bayar.
Baca juga: Plot Twist! 5 Fakta Heboh Kasus Dana Syariah yang Akhirnya Dibekukan OJK
Banyak yang khawatir apakah Dana Syariah Indonesia bisa bangkit atau justru mengalami kerugian lebih besar di masa depan.
2. Masih Banyak Lender Rugi yang Belum Lapor
Hingga saat ini, lebih dari 14.000 lender telah menaruh dananya di platform DSI. Namun, meskipun jumlah lender yang terlibat sangat besar, ternyata masih banyak yang belum melaporkan dana mereka yang tertahan. Situasi ini menambah kerumitan bagi Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia dalam melakukan rekapitulasi.
Formulir pengaduan yang masih dibuka memberikan kesempatan bagi lebih banyak lender untuk melaporkan masalah mereka. Seiring berjalannya waktu, dana yang tertahan ini berpotensi terus meningkat, bahkan bisa melebihi angka Rp 1 triliun. Dengan kondisi ini, pertanyaan besar pun muncul: apakah dana syariah bangkrut atau masih bisa dipulihkan?
3. Manajemen Dana Syariah Menunda Pertemuan Sepihak
Pada 11 November 2025, Paguyuban Lender DSI dijadwalkan untuk bertemu dengan manajemen DSI guna mencari solusi terkait dana syariah yang gagal bayar. Namun, pertemuan tersebut harus tertunda karena alasan administratif. Pihak DSI secara sepihak menunda pertemuan dengan alasan bahwa salah satu anggota tim kuasa hukum berhalangan hadir.
Padahal, pertemuan tersebut sangat penting bagi para lender yang berharap mendapatkan kejelasan mengenai pengembalian dana mereka. Setelah penundaan tersebut, pihak DSI baru memberi tahu bahwa pertemuan akan dijadwalkan ulang pada 18 November 2025. Namun, hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut mengenai agenda dan hasil yang diharapkan dari pertemuan tersebut.
4. Tuntutan Lender: Transparansi dan Penyelesaian yang Realistis
Paguyuban Lender DSI sudah menyiapkan sejumlah tuntutan yang akan diajukan pada pertemuan yang dijadwalkan pada 18 November 2025. Salah satu tuntutan utama adalah meminta DSI memberikan kejelasan mengenai timeline pengembalian dana serta skema pencairan yang realistis dan terukur bagi seluruh lender.
Selain itu, Paguyuban Lender DSI juga menuntut agar dibuatkan piagam kesepakatan (charter) yang akan ditandatangani bersama oleh kedua belah pihak. Piagam ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi DSI dalam menjalankan kewajiban mereka terhadap para lender. Dengan adanya kesepakatan tertulis ini, diharapkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengembalian dana dapat terjamin.
Baca juga: Deg-degan! 7 Langkah Biar Investasi dan Pendanaan Syariah Gak Tumbang di Tengah Jalan!
Kasus dana syariah yang tertahan di PT Dana Syariah Indonesia (DSI) membuktikan bahwa ketidakpastian dalam pengembalian dana dan pembayaran imbal hasil semakin memperburuk situasi, dengan potensi kerugian yang terus berkembang. Para lender kini menuntut kejelasan terkait timeline pengembalian dana dan skema pencairan yang realistis, yang menjadi langkah penting untuk memastikan akuntabilitas dan penyelesaian masalah secara adil.






