berita
30 Oktober 2025
Plot Twist! 5 Fakta Heboh Kasus Dana Syariah yang Akhirnya Dibekukan OJK
Kasus Dana Syariah kini memasuki babak baru. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menjatuhkan sanksi berupa pembekuan kegiatan usaha kepada perusahaan fintech syariah tersebut. Langkah ini diambil setelah serangkaian temuan terkait pelanggaran dalam operasional serta penyediaan layanan kepada investor dan penerima dana.
Bagi Anda yang ingin mengetahui seperti apa kronologi lengkap kasus ini hingga akhirnya dijatuhi sanksi oleh OJK, berikut 5 fakta penting yang perlu diketahui.
1. Ribuan Lender Panik, Dana Rp370 Miliar Tak Kunjung Cair
Kehebohan tengah melanda dunia fintech P2P syariah Indonesia. Ribuan pemberi pinjaman atau lender dari platform ini mengaku duit mereka tak kunjung cair sejak pertengahan tahun.
Akun Instagram yang mewakili para lender mencatat total dana tertahan mencapai Rp370,66 miliar dari 1.225 investor hingga 17 Oktober 2025. Dari jumlah itu, sekitar Rp266,34 miliar masih tercatat sebagai proyek berjalan dan Rp104,31 miliar berasal dari proyek yang telah selesai namun belum juga dibayarkan.
Baca juga: Deg-degan! 7 Langkah Biar Investasi dan Pendanaan Syariah Gak Tumbang di Tengah Jalan!
Situasi ini memicu gelombang protes besar terhadap manajemen perusahaan dan mengguncang kepercayaan publik terhadap ekosistem fintech syariah nasional.
2. Janji Cair 30 Hari Berujung Nihil, Lender Mengadu ke OJK
Sejumlah lender mulai kesulitan menarik dana sejak Juni 2025. Salah satu lender berinisial R mengaku sempat berhasil mencairkan sebagian dana, namun tak lama kemudian sistem membatalkan seluruh permintaan penarikan.
Puncaknya terjadi pada 6 Oktober 2025, ketika imbal hasil berhenti dibayarkan. Bahkan proyek yang sudah selesai pun tak kunjung cair, padahal sebelumnya dijanjikan akan dibayar dalam 30 hari kerja.
“Ini uang saya nyangkut Rp90 juta. Rp40 juta proyek sudah selesai, tapi uang nggak bisa ditarik,” keluh R kepada CNBC Indonesia.
3. Kantor Ditutup, Komunikasi ke Lender Terputus
Kemarahan lender semakin memuncak pada September 2025. Saat beberapa investor mendatangi kantor perusahaan untuk meminta kejelasan, pihak manajemen berjanji sistem pelaporan proyek akan diperbaiki pada Oktober.
Namun yang terjadi justru sebaliknya: kantor ditutup, jalur komunikasi terbatas, bahkan beredar kabar kantor tersebut dijual. Lender pun ramai-ramai mengadukan permasalahan ini ke Otoritas Jasa Keuangan melalui kanal pengaduan konsumen.
4. OJK Panggil Direksi dan Tegaskan Tanggung Jawab
Menanggapi banyaknya pengaduan, OJK memfasilitasi pertemuan antara manajemen perusahaan dan para lender di Kantor OJK Jakarta, pada Selasa, 28 Oktober 2025. Dalam pertemuan itu, hadir Direktur Utama Taufiq Aljufri beserta jajaran dan sejumlah perwakilan lender.
OJK meminta penjelasan terkait keterlambatan pembayaran dan menegaskan agar manajemen bertanggung jawab atas dana lender yang tertahan. Pihak perusahaan menyampaikan komitmen untuk menyelesaikan kewajiban pengembalian dana secara bertahap, dengan melibatkan perwakilan lender dalam penyusunan rencana penyelesaian.
5. OJK Bekukan Kegiatan Usaha, Wajib Selesaikan Kewajiban
Sebagai langkah pengawasan tegas, OJK telah menjatuhkan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) sejak 15 Oktober 2025 dan dilanjutkan dengan pembekuan kegiatan yang diumumkan Rabu kemarin. Dengan sanksi ini, perusahaan dilarang menggalang dana baru, menyalurkan pembiayaan baru kepada borrower, atau memindahkan aset tanpa izin tertulis dari OJK.
Manajemen juga tidak diperkenankan mengubah susunan direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah kecuali untuk memperbaiki kinerja dan menyelesaikan kewajiban. Selain itu, OJK sebagaimana dikutip dari siaran resminya mewajibkan mereka tetap membuka layanan pengaduan lender melalui telepon, WhatsApp, email, dan media sosial. Bila ditemukan indikasi pelanggaran hukum, regulator siap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
Baca juga: Naudzubillah! 7 Praktik Zalim yang Bikin Rezeki Anda Kabur Tanpa Disadari!
Kasus ini menjadi alarm keras bagi dunia fintech syariah Indonesia. Label “syariah” bukan sekadar embel-embel spiritual di balik nama perusahaan, tetapi amanah besar yang menuntut integritas, transparansi, dan tanggung jawab nyata. Keuangan syariah sejatinya berdiri di atas kejujuran dan keadilan, dua hal yang tak boleh hilang di balik layar digital dan janji imbal hasil.
Kepercayaan adalah ruh industri ini. Sekali dikhianati, luka yang ditinggalkan tak mudah sembuh. Dari kasus ini, publik belajar satu hal penting: syariah bukan hanya tentang akad tanpa riba, tetapi tentang akhlak dalam setiap rupiah yang dikelola. Hanya dengan itu, industri fintech syariah bisa kembali tumbuh, bukan karena labelnya, melainkan karena nilai yang benar-benar dihidupkan.






