berita
2 Oktober 2025
Wakwaw! AS Shutdown Bikin Ekonomi Bonyok, Indonesia OTW Panen Cuan?
Pemerintah Amerika Serikat resmi menghentikan sebagian besar operasionalnya atau mengalami AS Shutdown setelah Kongres gagal mencapai kesepakatan anggaran. Situasi ini langsung jadi sorotan global, mengingat AS merupakan ekonomi terbesar dunia. Shutdown kali ini adalah yang pertama sejak 2019 dan langsung mengguncang politik Washington.
Bagi pengusaha di Indonesia, penting untuk memahami apa itu AS Shutdown adalah, mengapa hal ini bisa terjadi, dan bagaimana efeknya ke pergerakan pasar keuangan Tanah Air. Mari kita kupas lebih dalam.
Kenapa AS Shutdown?
Secara sederhana, Amerika Shutdown terjadi ketika pemerintah federal AS tidak mendapat dana untuk beroperasi karena Kongres gagal mengesahkan anggaran. Akibatnya, layanan publik berhenti, pegawai federal dirumahkan, dan hanya sektor esensial yang tetap berjalan tanpa bayaran langsung.
Baca juga: Ironis! Realisasi Investasi Indonesia Capai Ratusan Triliun, Tapi PHK Membludak!
Di balik itu semua, ada tarik-menarik politik antara Partai Demokrat dan kubu Presiden Donald Trump, khususnya terkait anggaran subsidi kesehatan. Isu ini menjadi pemicu utama kebuntuan yang akhirnya membuat pemerintah lumpuh.
PNS Amerika Serikat Kena PHK
Penutupan pemerintah atau AS Shutdown kali ini langsung mengguncang aktivitas di berbagai lini kehidupan masyarakat Amerika. Setidaknya ada beberapa dampak utama yang sudah terlihat sejak hari pertama:
1. Pegawai federal dirumahkan massal
Sekitar 750.000 hingga 900.000 pegawai federal termasuk staf administrasi, peneliti di lembaga sains, hingga pekerja kantor pajak dipaksa berhenti bekerja tanpa kepastian gaji. Mereka yang masih harus masuk seperti petugas TSA di bandara, agen FBI, dan militer aktif tetap bekerja tetapi tanpa bayaran tepat waktu. Dikutip dari CNBC pada Kamis (2/10/2025), ketidakpastian ini membuat ribuan keluarga menghadapi kesulitan membayar cicilan rumah, tagihan listrik, hingga biaya kuliah anak.
2. Layanan publik dan wisata terganggu
Shutdown juga memaksa ribuan taman nasional, monumen bersejarah, hingga museum tutup sementara. Liberty Bell di Philadelphia, Taman Militer Nasional Vicksburg di Mississippi, hingga gua Carlsbad Caverns di New Mexico semua ditutup. Wisatawan kecewa, sementara ekonomi lokal yang bergantung pada arus pengunjung ikut terpukul. Penutupan ini berpotensi memangkas pendapatan ratusan juta dolar dari sektor pariwisata dan UMKM pendukungnya.
Baca juga: Kaget Poll! Indonesia Kena Tarif AS 32%, Eksportir Cemas Ekonomi Makin Lemas!
3. Program sosial ikut terimbas
Sejumlah program federal yang menyangkut kesejahteraan masyarakat juga terganggu. Bantuan makanan (SNAP) menghadapi ancaman keterlambatan distribusi, sementara kantor imigrasi, pajak, dan paspor harus menunda banyak layanan. Kondisi ini menambah frustrasi publik, apalagi sebagian besar rakyat mengandalkan layanan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
4. Tekanan politik dan psikologis
Tidak kalah penting, Amerika Shutdown menimbulkan efek psikologis besar. Ketika pemerintah pusat tidak berjalan normal, kepercayaan publik pada sistem politik ikut terkikis. Kedua partai saling menyalahkan. Demokrat menyebut Partai Republik keras kepala, sementara kubu Trump menuding Demokrat sengaja menahan anggaran untuk kepentingan politik. Polarisasi politik yang semakin tajam membuat masyarakat semakin skeptis terhadap kemampuan Washington menyelesaikan masalah.
5. Efek ekonomi jangka pendek
Setiap hari shutdown diperkirakan mengurangi ratusan juta dolar dari PDB Amerika. PHK massal sementara, turunnya belanja rumah tangga karena gaji tidak cair, hingga sektor pariwisata yang lumpuh akan menekan pertumbuhan ekonomi. Meskipun sebagian dampak bisa pulih setelah anggaran disahkan kembali, kerugian jangka pendek tetap nyata dan merugikan banyak pihak.
Kenapa Pengusaha Indonesia Perlu Perhatikan AS Shutdown?
Mungkin muncul pertanyaan: AS Shutdown adalah urusan politik Amerika, kenapa pengusaha Indonesia harus peduli? Jawabannya sederhana: ekonomi dunia saling terhubung. Setiap gejolak di AS bisa menular ke pasar global, termasuk Indonesia.
Shutdown 2018 bisa jadi pelajaran. Saat itu, IHSG justru naik 5,67% selama 35 hari penutupan. Dari posisi 6.126 pada Desember 2018, indeks menguat ke 6.474 di Januari 2019. Rupiah pun ikut menguat 2,65%, dari Rp14.545/US$ ke Rp14.160/US$.
Namun, tidak semua indikator positif. Imbal hasil obligasi pemerintah justru tertekan. Saat itu, yield obligasi tenor 10 tahun naik dari 7,98% ke 8,10%. Ini menandakan investor global memilih melepas surat utang.
Apa yang Bisa Dipelajari Pengusaha?
Melihat data historis, AS Shutdown bukan hanya krisis, tapi juga peluang. Beberapa poin yang perlu diperhatikan:
1. Pasar saham berpotensi positif. Investor biasanya mencari alternatif ke emerging market saat AS goyah. Indonesia bisa jadi tujuan, sebagaimana terlihat pada kenaikan IHSG 2018.
2. Rupiah bisa menguat. Arus modal masuk membuat nilai tukar relatif stabil, meski tetap ada risiko volatilitas tinggi.
Lalu, bagaimana menyikapi Amerika Shutdown 2025 ini? Ada beberapa langkah praktis yang bisa dipertimbangkan:
1. Diversifikasi aset. Jangan hanya mengandalkan satu instrumen. Kombinasikan saham, deposito, hingga instrumen syariah seperti sukuk.
2. Pantau rupiah. Jika tren penguatan berlanjut, ini bisa jadi momentum impor bahan baku lebih murah.
3. Manfaatkan peluang pasar domestik. Gejolak global bisa mengalihkan modal asing ke Indonesia. Persiapkan bisnis agar bisa menyerap demand baru.
Baca juga: Damai! Perang Dagang AS-China Segera Berakhir, Investasi Makin Bergairah
4. Suku bunga dan obligasi makin mencekik. Jika yield SBN naik, biaya pendanaan lewat obligasi akan lebih mahal. Sesuaikan strategi keuangan bisnis Anda, dan ini bisa juga langkah untuk hijrah ke pendanaan syariah melalui skema sukuk dan saham syariah.
AS Shutdown adalah pengingat betapa rapuhnya politik anggaran di Amerika sekaligus sinyal penting bagi pengusaha Indonesia untuk lebih adaptif. Shutdown memang menimbulkan ketidakpastian, tapi pengalaman 2018 membuktikan bahwa Indonesia bisa justru “ketiban durian runtuh” lewat penguatan IHSG dan rupiah.
Shutdown AS 2025 baru saja dimulai. Pertanyaan terbesarnya: apakah efeknya akan sama seperti 2018, atau justru memberi pola baru bagi pasar keuangan Indonesia?