berita
24 Oktober 2025
Wow! Danantara Suntik Rp216 Triliun ke Kopdes Merah Putih, Bisa Ambyar Kalo Bablas
Hari ini, Jumat 24 Oktober 2025, langkah besar itu akhirnya terjadi. BPI Danantara resmi menyalurkan pembiayaan raksasa ke jaringan Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) di seluruh Indonesia.
Kepastian ini datang langsung dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang telah menandatangani surat penjaminan pembiayaan yang dimintakan Danantara malam tadi. Dengan surat itu, bank-bank Himbara bisa mulai mencairkan dana hari ini.
“Danantara bilang selama ada surat dari Menteri Keuangan bahwa pinjamannya dijamin oleh Kementerian Keuangan lewat Dana Desa, mereka bisa langsung kucurkan hari ini,” ujar Purbaya di kantornya, Kamis malam.
Total dana yang disiapkan bukan angka kecil. Pemerintah menyalurkan Rp216 triliun, terdiri dari Rp200 triliun dana menganggur yang telah dipindahkan ke lima bank milik negara sejak September, ditambah Rp16 triliun dari APBN. Angka ini menjadi salah satu kucuran pembiayaan terbesar dalam sejarah program koperasi Indonesia.
Janji Menggoda Kopdes Merah Putih
Menurut Menteri Koperasi Ferry Juliantono, setiap koperasi akan mendapatkan plafon pinjaman hingga Rp3 miliar. Dana ini tidak hanya untuk modal dan operasional, tapi juga untuk investasi: membangun gudang dan gerai Kopdes Merah Putih di berbagai daerah.
Sebagaimana dikutip dari CNBC pada Jumat (24/10/2025), program ini disebut sebagai bentuk nyata kehadiran negara untuk menggerakkan ekonomi rakyat, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, yang menargetkan 80.000 koperasi desa beroperasi penuh pada Maret 2026.
Baca juga: Hadeh! BI “Tanggung” Utang Pemerintah, Asta Cita Diguyur Triliunan Rupiah!
Jika berhasil, inilah tonggak baru ekonomi desa. Modal besar, akses langsung ke bank, dan dukungan pemerintah bisa menjadi bahan bakar bagi ribuan pengusaha kecil di daerah. Sebuah mimpi yang selama ini hanya sebatas wacana.
Bagaimana Sistem Pengawasan Kopdes Merah Putih?
Pertanyaan besarnya muncul di sini. Dengan skema sebesar ini, apakah mekanisme penyalurannya sudah siap dan cukup diawasi?
Dana Rp216 triliun bukan hanya angka dalam APBN. Itu kepercayaan besar yang menuntut transparansi dan akuntabilitas tinggi. Dalam praktik, pengelolaan koperasi sering tersandung di masalah klasik: laporan yang tak rapi, penggunaan dana yang tidak produktif, atau bahkan penyelewengan.
Purbaya menegaskan anggaran tidak akan jadi masalah. Namun pengawasan di lapangan justru yang paling rawan. Skema sebesar ini berisiko menimbulkan efek domino jika tak dikontrol dengan baik. Sedikit saja kelalaian bisa menjadikan program ambisius ini justru beban fiskal baru bagi negara.
Risiko Dana Jumbo Koperasi Merah Putih
Program Danantara membawa potensi besar sekaligus ujian serius bagi ekonomi Indonesia. Di satu sisi, pembiayaan jumbo ini bisa menjadi momentum kebangkitan ekonomi desa. Namun di sisi lain, manajemen yang lemah bisa menjadikannya sekadar proyek ambisius tanpa dampak nyata. Berikut analisis peluang dan risikonya:
Peluang
a. Akses modal besar dan cepat.
Dana Rp216 triliun memberi ruang bagi koperasi dan UMKM desa untuk menggerakkan roda produksi yang selama ini stagnan karena keterbatasan pembiayaan.
b. Peningkatan kapasitas ekonomi lokal.
Dengan pembangunan gudang dan gerai, rantai pasok produk desa bisa lebih efisien dan berdaya saing, membuka peluang ekspor serta memperkuat posisi desa dalam perekonomian nasional.
c. Pemerataan pertumbuhan ekonomi.
Jika dijalankan dengan pengawasan yang baik, Kopdes Merah Putih berpotensi menjadi simbol nyata pemerataan ekonomi dari desa ke kota, sekaligus menjembatani sektor informal menuju sistem keuangan formal.
Baca juga: Zulhas Sebut Koperasi Desa Bisa Minjem Duit di Bank, Modal Proposal Aja!
Risiko
a. Tata kelola dan akuntabilitas koperasi yang belum matang.
Sejumlah koperasi belum memiliki sistem manajemen dan pelaporan yang kuat. Hal ini rawan menimbulkan salah kelola hingga kebocoran dana.
b. Ketimpangan kesiapan antar daerah.
Tidak semua koperasi memiliki kapasitas yang sama dalam menyerap dana besar. Daerah dengan infrastruktur lemah bisa tertinggal dan tidak memanfaatkan dana secara produktif.
c. Risiko administratif dan moral hazard.
Dalam sejarah kebijakan ekonomi Indonesia, dana besar sering terjebak di level birokrasi. Penyaluran tidak tepat sasaran berpotensi menghambat manfaat riil di lapangan.
d. Transparansi yang akan diuji.
Publik dan investor menunggu bukti bahwa Danantara mampu menyalurkan dana dengan sistem yang bersih, terukur, dan benar-benar berdampak.
Dengan besaran dana yang mencapai Rp216 triliun, Danantara kini berada di titik kritis antara mimpi dan realitas. Apakah program ini benar-benar akan menggerakkan ekonomi desa, atau justru menjadi catatan lain dari proyek besar yang gagal menyentuh akar masalah ekonomi rakyat?






