artikel
17 November 2025
Asyiap! 12 Jurus Membuat Proyeksi Laba Rugi Biar Usaha Makin Meroket Lagi!
Memahami arah finansial usaha adalah langkah pertama untuk membangun bisnis yang sehat. Di sinilah proyeksi laba rugi berperan sebagai peta yang menunjukkan bagaimana pendapatan, biaya, dan laba bergerak dalam periode tertentu. Proyeksi ini membantu pemilik usaha membaca masa depan melalui angka, menilai efisiensi operasional, dan memastikan setiap strategi mengarah pada pertumbuhan yang stabil.
Mari simak bagaimana proyeksi laba rugi bekerja dan mengapa ia menjadi fondasi perencanaan bisnis yang tidak boleh dilewatkan.
Apa Itu Proyeksi Laba Rugi?
Banyak pemilik usaha yang sudah kerja keras setiap hari, tapi belum benar-benar tahu apakah bisnisnya sedang tumbuh atau justru jalan di tempat. Di titik inilah pentingnya punya gambaran yang jelas tentang kondisi finansial. Salah satu cara paling dasar namun krusial adalah memahami proyeksi laba rugi.
Proyeksi laba rugi adalah alat penting untuk melihat potensi keuntungan bisnis, menilai efisiensi biaya, dan memastikan strategi berjalan sesuai target sebagaimana dijelaskan oleh Simon Fraser University.
Sementara itu, Lean.com menyebut proyeksi laba rugi adalah gambaran keuangan yang memperkirakan pendapatan dan biaya di masa depan sehingga bisnis dapat menilai kelayakan usaha, mengatur strategi, dan menjaga pertumbuhan tetap stabil. Secara sederhana, proyeksi laba rugi membantu pemilik usaha memahami arah bisnis dan mengambil keputusan yang lebih akurat.
6 Komponen Proyeksi Laba Rugi
Saat menyusun proyeksi laporan laba rugi, ada sejumlah item utama yang harus selalu disertakan. Item ini menjadi fondasi untuk menghitung laba bersih dan memahami kesehatan finansial sebuah bisnis. Sebagaimana dikutip dari situs Corporate Finance Institute komponen yang harus diperkirakan meliputi pendapatan penjualan, harga pokok penjualan, biaya operasional (SG&A), biaya penyusutan, biaya bunga atau margin pembiayaan, serta biaya pajak. Berikut uraian lengkapnya:
1. Pendapatan Penjualan
Proyeksi laporan laba rugi selalu dimulai dari bagian teratas, yaitu pendapatan penjualan. Semua item baris setelahnya biasanya menggunakan pendapatan sebagai basis pembanding.
Ada tiga metode umum memproyeksikan pendapatan penjualan:
a. Tingkat Pertumbuhan Tahunan
Cara paling sederhana adalah memakai pertumbuhan rata-rata dari tahun sebelumnya. Misalnya jika perusahaan tumbuh sebesar 10% di tahun lalu, artinya pendapatan tahun ini adalah 110% dari pendapatan tahun lalu. Untuk menghitung pendapatan tahun berikutnya, kita mengalikan pendapatan tahun lalu dengan faktor pertumbuhan yakni Rp 1.000.000.000 x 1.10 = Rp 1.100.000.000.
b. Mengikuti Pergerakan Ekonomi Makro
Pendapatan juga dapat dimodelkan berdasarkan faktor seperti PDB atau indikator ekonomi lainnya. Pendekatan ini digunakan bila bisnis sangat terpengaruh oleh kondisi ekonomi nasional.
Baca juga: Cengli! Trik Cepat Hitung HPP Produk, Harga Akurat Bisnis Makin Kuat!
c. Penetapan Nilai Nominal
Cara tercepat tetapi paling tidak akurat. Cocok hanya untuk perkiraan kasar dalam waktu singkat.
2. Harga Pokok Penjualan dan Laba Kotor
Setelah pendapatan, item berikutnya adalah HPP atau laba kotor. Dua pendekatan umum untuk memproyeksikan HPP:
a. Persentase dari Penjualan
Pilihan paling umum. Misalnya, jika histori menunjukkan HPP selalu 40 persen dari penjualan, maka angka itu bisa dipakai untuk proyeksi.
b. Memodelkan Komponen HPP
Untuk bisnis yang kompleks, HPP dipisah menjadi beberapa komponen seperti bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, barang dalam proses, dan barang jadi. Masing-masing item dapat diproyeksikan sebagai persentase dari penjualan atau nilai absolut.
3. Biaya Penjualan, Umum, dan Administrasi (SG&A)
SG&A bisa diprediksi sebagai satu angka besar atau dipecah menjadi komponen detail. Pemodelan yang kuat biasanya membedakan tiap komponen karena karakteristik biayanya berbeda.
Contoh:
a. Biaya sewa: cenderung tetap, sehingga lebih akurat memakai nilai absolut.
b. Biaya iklan: sering mengikuti tren penjualan, sehingga cocok menggunakan persentase pendapatan.
c. Biaya satu kali: misalnya proyek renovasi kantor, tidak muncul setiap bulan sehingga harus dipisahkan.
Beberapa komponen SG&A seperti penyusutan dan biaya bunga memerlukan perhitungan khusus.
4. Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan mencerminkan menurunnya nilai aset tetap seperti mesin, alat produksi, dan properti yang digunakan bisnis.
Cara memproyeksikannya:
a. Susun jadwal penyusutan berisi saldo awal aset, belanja modal (CapEx), dan saldo akhir.
b. Dari histori, cari pola penyusutan tahunan.
c. Terapkan metode penyusutan sesuai kebijakan perusahaan seperti garis lurus, unit produksi, atau metode dipercepat.
Pendekatan ini memastikan nilai penyusutan lebih realistis karena mengikuti kondisi aset.
5. Biaya Pembiayaan
Dalam laporan laba rugi konvensional, biaya pembiayaan dihitung berdasarkan jumlah utang yang dimiliki perusahaan. Rumusnya sederhana: semakin besar saldo utang, semakin besar beban bunga yang harus dibayar.
Namun konteksnya berbeda ketika membahas bisnis halal. Dalam skema syariah tidak ada bunga, sehingga struktur biaya pembiayaannya pun berubah. Komponen pengeluaran berasal dari bentuk akad, bukan dari utang berbunga. Di antaranya:
a. Akad murabahah — Pengeluaran muncul dalam bentuk margin keuntungan, bukan bunga.
b. Akad mudharabah — Terdapat bagi hasil sesuai kinerja usaha, bukan biaya pembiayaan tetap.
c. Akad musyarakah — Keuntungan dibagi berdasarkan porsi kesepakatan, bukan tarif bunga.
Karena itu, dalam proyeksi laporan laba rugi, pos “biaya bunga” pada bisnis konvensional digantikan oleh proyeksi margin, porsi bagi hasil, atau proporsi keuntungan yang mengikuti struktur akad. Model keuangan syariah seperti ini lebih terlindungi dari risiko gagal bayar yang disebabkan oleh bunga tetap, karena pembiayaan tidak menekan arus kas secara berlebihan dan lebih adaptif terhadap performa usaha.
6. Biaya Pajak
Item terakhir adalah pajak, dihitung sebagai persentase dari laba sebelum pajak (EBT). Setelah mendapatkan EBT:
Biaya Pajak = EBT × tarif pajak efektif
Dengan memperkirakan pajak secara konsisten, laporan laba rugi menjadi lebih akurat dan mencerminkan kewajiban perusahaan kepada negara.
6 Cara Membuat Proyeksi Laba Rugi
Membuat proyeksi laba rugi adalah bagian penting dari perencanaan bisnis. Dokumen ini membantu Anda memahami bagaimana bisnis menghasilkan pendapatan, menanggung biaya, dan mencapai keuntungan. Selain itu, proyeksi laba rugi sangat berguna untuk mengukur kebutuhan pendanaan, meyakinkan investor, dan memastikan bisnis bergerak pada jalur yang tepat.
Baca juga: Valid! Ini 8 Cara Menyusun Laporan Keuangan untuk Investor, Mudah No Tipu-Tipu!
Berikut langkah-langkah teknis namun tetap mudah dipahami untuk membuat proyeksi laba rugi yang kuat dan akurat.
1. Identifikasi Semua Biaya Operasional Sejak Awal
Langkah pertama adalah memetakan seluruh biaya yang akan muncul dalam operasional bisnis Anda. Termasuk biaya yang sifatnya berulang seperti gaji, sewa, listrik, bahan baku, dan pemasaran serta biaya satu kali seperti pembelian mesin, kendaraan, atau pembuatan website.
Semakin lengkap daftar biaya yang Anda buat, semakin akurat proyeksi laba rugi Anda. Kesalahan dalam tahap ini dapat membuat seluruh proyeksi finansial melenceng dan menyesatkan strategi bisnis.
2. Perkirakan Penjualan Secara Realistis
Penjualan merupakan faktor terpenting dalam proyeksi laba rugi. Untuk memperkirakannya, gunakan data riset pasar, ukuran pasar potensial, harga produk, serta strategi pemasaran yang direncanakan.
Jika Anda baru memulai bisnis dan belum memiliki data historis, gunakan benchmark industri atau data kompetitor. Tujuannya bukan menghasilkan angka yang besar, melainkan angka yang paling masuk akal untuk kondisi Anda.
3. Rangkai Pendapatan dan Biaya ke dalam Proyeksi Laba Rugi
Setelah pendapatan dan biaya diperkirakan, langkah selanjutnya adalah merangkai semuanya dalam format laba rugi. Mulai dari pendapatan kotor, kurangi dengan HPP, lalu hitung laba kotor. Setelah itu, masukkan biaya operasional untuk mendapatkan laba operasional.
Jika ada pembiayaan, tambahkan beban pembiayaan atau bagi hasil. Terakhir, hitung pajak untuk mendapatkan laba bersih. Pada tahap awal, proyeksi bulanan sangat dianjurkan karena membantu Anda memahami pola arus kas dan mendeteksi masalah sejak dini.
4. Gunakan Proyeksi untuk Menghitung Kebutuhan Pendanaan
Proyeksi laba rugi bukan hanya soal memahami keuntungan, tetapi juga mengetahui kapan bisnis membutuhkan modal tambahan. Dengan melihat bulan-bulan yang berpotensi defisit, Anda dapat menghitung kebutuhan pendanaan secara tepat, termasuk kapan harus mengajukan pembiayaan atau menyiapkan modal kerja.
Investor dan lembaga keuangan sangat memperhatikan dokumen ini karena menunjukkan kemampuan Anda merencanakan bisnis dengan matang.
5. Buat Tiga Skenario: Realistis, Optimis, dan Pesimis
Pasar selalu berubah, sehingga penting untuk memiliki proyeksi skenario. Skenario realistis menunjukkan kondisi normal, skenario optimis menggambarkan potensi pertumbuhan lebih besar, dan skenario pesimis menunjukkan risiko jika penjualan melemah atau biaya naik.
Dengan memiliki beberapa skenario, Anda dapat melihat bagaimana perubahan harga, efisiensi biaya, atau penyesuaian strategi akan memengaruhi profit.
6. Pantau Secara Berkala dan Perbarui Proyeksi
Setelah bisnis berjalan, bandingkan proyeksi dengan hasil aktual. Evaluasi seperti ini membantu Anda melihat apakah strategi yang dijalankan sesuai arah, atau perlu diperbaiki.
Monitoring rutin juga membuat Anda lebih peka terhadap pola arus kas, performa penjualan, dan perubahan biaya operasional. Dengan begitu, proyeksi laba rugi selalu relevan dan dapat menjadi alat navigasi bisnis jangka panjang.
Contoh Proyeksi Laba Rugi Sederhana
Membuat Contoh Proyeksi Laba Rugi sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan. Intinya adalah memetakan bagaimana pendapatan berubah menjadi laba setelah dikurangi berbagai jenis biaya. Format di bawah ini menyatukan penjelasan naratif dengan poin-poin untuk memudahkan Anda memahami alurnya.
1. Proyeksi Pendapatan dan HPP
Langkah pertama selalu dimulai dari pendapatan. Misalnya usaha memprediksi penjualan Rp300 juta dalam satu tahun.
Dari sini, HPP dihitung sebagai persentase dari penjualan.
a. Proyeksi penjualan: Rp300 juta
b. HPP (40 persen): Rp120 juta
c. Laba kotor: Rp300 juta – Rp120 juta = Rp180 juta
Format ini menunjukkan bagaimana angka awal terbentuk sebelum masuk ke biaya operasional.
2. Menyusun Biaya Operasional
Dalam Contoh Proyeksi Laba Rugi Sederhana, biaya operasional menjadi faktor penentu efisiensi bisnis. Total biaya ini harus dicatat berdasarkan kebutuhan nyata usaha.
Komponen umumnya mencakup:
a. Gaji dan tenaga kerja
b. Sewa tempat
c. Utilitas (listrik, internet, air)
d. Marketing & digital ads
e. Transportasi & perawatan
f. Biaya insidental
Jika total biaya operasional diproyeksikan Rp100 juta, maka: Laba operasional: Rp180 juta – Rp100 juta = Rp80 juta
3. Menghitung Pembiayaan (Syariah)
Jika usaha menggunakan pembiayaan syariah, pos biaya bunga diganti dengan margin atau bagi hasil. Ini membuat model lebih aman karena tidak menekan arus kas dengan bunga tetap.
Contoh:
a. Margin pembiayaan tahunan: Rp10 juta
b. Laba sebelum pajak: Rp80 juta – Rp10 juta = Rp70 juta
Pendekatan ini juga membuat laporan lebih sesuai dengan prinsip halal.
4. Menghitung Pajak & Laba Bersih
Tahap akhir dari Contoh Proyeksi Laba Rugi adalah mengurangi laba sebelum pajak dengan tarif pajak efektif.
a. Tarif pajak: 10%
b. Pajak yang harus dibayar: Rp7 juta
c. Laba bersih: Rp70 juta – Rp7 juta = Rp63 juta
Hasil akhirnya memberi gambaran lengkap tentang bagaimana bisnis menghasilkan, menyalurkan, dan mempertahankan keuntungan.
Fast Track Funding Rp10 Miliar Cair 10 Hari
Bisnis yang berjalan tanpa proyeksi laba rugi ibarat melangkah tanpa arah. Dengan memetakan pendapatan, biaya, dan margin sejak awal, Anda bisa melihat potensi pertumbuhan sekaligus mengenali risiko yang mungkin tidak terlihat. Proyeksi laba rugi menjadikan setiap keputusan lebih terukur dan membantu bisnis bergerak dengan strategi yang sehat serta berkelanjutan.
Baca juga: Awas Tekor! 10 Jurus Atur Pendanaan Syariah untuk Bisnis Makin Berkah!
Di titik inilah LBS Urun Dana hadir melalui FAST Track Funding 10.10, sebuah program pendanaan yang dirancang untuk entrepreneur visioner yang ingin mempercepat ekspansi usahanya. Melalui pendanaan syariah mulai dari Rp300 juta hingga Rp10 miliar, proses mendapatkan investor menjadi jauh lebih efisien. Selama pondasi bisnis kuat dan dokumen lengkap, pencairan pendanaan dapat diselesaikan dalam sepuluh hari kerja. Kriteria FAST Track Funding 10.10 meliputi:
a. Target pasar yang jelas dan terukur
b. Bidang usaha yang halal
c. Kebutuhan dana minimal Rp300 juta
d. Omzet tahunan minimal Rp2,5 miliar
e. Berbadan hukum PT atau CV
f. Usaha beroperasi minimal dua tahun
g. Memiliki laporan keuangan sederhana
h. Menyertakan RAB, SPK, atau PO dengan jelas.
Bisnis bukan hanya tentang mencari keuntungan, tetapi juga soal amanah dalam setiap langkah. Saatnya membangun usaha yang kuat, bersih dari riba dan praktik merugikan, sekaligus membawa keberkahan. Tidak ada kata terlambat. Ajukan pendanaan syariah di LBS Urun Dana dan wujudkan masa depan usaha yang lebih kokoh serta penuh kebaikan.






