artikel
8 Juli 2025
Fix Bahaya! Kupas Tuntas Gharar, Akad Gak Jelas Bisnis Jadi Was-Was (Bagian Pertama)
Gharar adalah istilah dalam fikih muamalah yang merujuk pada ketidakjelasan atau unsur ketidakpastian dalam suatu transaksi. Ketika ada informasi yang tidak lengkap atau kondisi yang belum pasti, maka bisa timbul kerugian, terutama bagi pihak yang kurang paham dengan risiko yang ada. Inilah mengapa dalam Islam, gharar termasuk hal yang dilarang.
Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA, dalam bukunya Harta Haram, menjelaskan bahwa gharar kerap muncul dalam bentuk jual beli yang tidak jelas, misalnya saat barang atau syarat transaksi belum diketahui secara pasti oleh salah satu pihak. Ini bisa menjerumuskan ke praktik yang mirip perjudian (maysir).
Melalui buku ini, kita akan diajak memahami lebih dalam bagaimana gharar bekerja dalam praktik transaksi, apa saja bentuk-bentuknya, dan bagaimana hukum Islam mengatur agar setiap transaksi berlangsung adil, transparan, dan jauh dari ketidakpastian.
Gharar: Risiko Tersembunyi dalam Transaksi Jual Beli
Pernahkah Anda membeli barang secara online, tetapi barang yang datang sama sekali berbeda dari deskripsi? Atau pernahkah Anda tergiur ikut undian berhadiah, padahal Anda harus setor uang tanpa tahu pasti akan mendapat apa?
Jika pernah, besar kemungkinan Anda telah terlibat dalam praktik yang disebut Gharar. Gharar adalah salah satu larangan penting dalam syariat Islam, khususnya dalam muamalah atau urusan transaksi. Ia bukan hanya soal ketidakpastian, tetapi juga menyangkut keadilan, keterbukaan informasi, dan etika bisnis yang Islami.
Apa Itu Gharar?
Secara bahasa, Gharar berasal dari kata Arab yang berarti tipuan, risiko, atau ketidakjelasan. Dalam konteks fiqih, gharar merujuk pada akad atau transaksi yang mengandung unsur spekulasi, ambiguitas, atau informasi yang tidak lengkap, sehingga salah satu pihak bisa dirugikan.
Dalam kitab-kitab fiqih, gharar adalah transaksi yang:
a. Objek atau manfaatnya tidak jelas,
b. Hasil akhirnya tidak diketahui,
c. Atau mengandung kemungkinan tinggi terjadinya pertikaian atau kecurangan.
Dalil Larangan Gharar
Larangan terhadap gharar bersandar pada hadis dan ayat Al-Qur’an. Salah satu dalil paling tegas datang dari Rasulullah ﷺ:
"Rasulullah ﷺ melarang jual beli al-Hasah dan jual beli Gharar." (HR. Muslim)
Sedangkan dalam Al-Qur’an, gharar dikaitkan erat dengan perjudian dan khamar dalam ayat berikut:
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, dan mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah itu agar kamu beruntung." (QS. Al-Māidah: 90).
Baca juga: Tolak Tegas! Apa Itu Risywah dan Jenis-Jenisnya, Sekali Coba Neraka Ganjarannya!
Ayat ini menjelaskan bahwa semua aktivitas yang mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan, dan manipulasi termasuk gharar adalah bentuk perbuatan setan yang harus dijauhi.
Hubungan Gharar dengan Qimar (Perjudian)
Gharar adalah bentuk transaksi yang mengandung ketidakjelasan dan risiko tersembunyi. Sedangkan qimar merupakan perjudian yang membuat satu pihak mendapat keuntungan besar dan pihak lain menanggung kerugian.
Keduanya memiliki kesamaan dalam hal spekulasi dan ketidakpastian, yang membuka peluang kerugian sepihak.
Perbedaannya terletak pada bentuknya:
a. Qimar muncul dalam konteks permainan atau taruhan seperti undian berbayar atau judi olahraga.
b. Gharar terjadi dalam transaksi bisnis seperti jual beli barang yang tidak jelas atau investasi tanpa kejelasan manfaat.
Meski berbeda, keduanya sama-sama dilarang karena bertentangan dengan prinsip keadilan, kejelasan, dan saling ridha dalam Islam.
"Rasulullah ﷺ melarang jual beli gharar." (HR. Muslim)
“Rasulullah ﷺ melarang jual beli gharar dan jual beli hashah.” (HR. Bukhari)
Sebagai Muslim, penting bagi Anda menghindari transaksi yang mengandung gharar maupun qimar agar terhindar dari praktik yang batil dan tidak berkah.
Hubungan Gharar dengan Maysir (Tebak Berhadiah)
Maysir atau perjudian merupakan salah satu bentuk yang paling berbahaya dari gharar. Ketika seseorang bertaruh atau memasuki permainan yang berisiko tinggi tanpa kepastian hasil, ia sedang masuk ke dalam wilayah gharar dan maysir sekaligus.
Islam mengharamkan maysir karena mengandung unsur qimar (perjudian murni) dan gharar (ketidakjelasan hasil). Bahkan, permainan yang melibatkan uang sebagai hadiah pun termasuk maysir, meski dilakukan dengan cara yang tampaknya ringan atau bersifat hiburan.
Salah satu pernyataan ulama salaf yang sangat tegas:
"Segala bentuk permainan yang melalaikan dari shalat dan zikirullah, termasuk maysir."
Gharar dan maysir saling memperkuat sisi keharamannya. Bila suatu transaksi mengandung unsur taruhan, untung-untungan, dan tidak ada jaminan kejelasan, maka ia bisa masuk ke dalam dua kategori ini sekaligus.
Hubungan Gharar dengan Qur’ah
Qur’ah adalah metode pengundian untuk menentukan siapa yang berhak atas sesuatu ketika tidak ada cara lain yang lebih adil dan transparan. Dalam Islam, penggunaan qur’ah diperbolehkan dalam konteks yang benar.
Misalnya, saat Nabi Muhammad ﷺ akan bepergian jauh, beliau menggunakan qur’ah untuk memilih di antara istri-istrinya siapa yang akan diajak.
"Aisyah radhiyallāhu 'anhā meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bila hendak melakukan perjalanan jauh, beliau mengundi di antara istri-istrinya siapa yang akan ikut bersama." (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, jika qur’ah digunakan untuk mengambil hak orang lain, seperti undian berbayar dengan hadiah, maka hal ini termasuk dalam ba’i gharar dan bentuk perjudian terselubung.
Contoh yang dilarang:
A dan B sama-sama menyetor uang Rp100.000 lalu mengundi siapa yang akan mendapatkan Rp200.000. Ini adalah transaksi yang penuh gharar dan masuk kategori maysir.
Baca juga: Maling Duit Rakyat! Apakah Koruptor Boleh Dihukum Mati? Ini Jawabannya!
Kesimpulannya, qur’ah diperbolehkan jika digunakan untuk keadilan dan pembagian hak, tetapi diharamkan jika menjadi alat pengambilalihan harta secara batil.
Hubungan Gharar dengan Mukhatarah
Mukhatarah adalah bentuk spekulasi tinggi dalam transaksi bisnis. Ia lebih umum daripada gharar dan terbagi menjadi dua:
a. Mukhatarah karena ketidakjelasan harga
Misalnya, menjual barang tanpa menetapkan harga pasti, atau harga berubah-ubah berdasarkan kondisi tak terduga.
b. Mukhatarah karena hasil yang tidak pasti
Seperti menjual investasi atau produk keuangan yang tidak jelas keuntungan dan risikonya.
Gharar termasuk dalam mukhatarah ini karena sama-sama mengandung risiko dan ketidakjelasan. Bedanya, mukhatarah sering terjadi dalam bentuk spekulasi modern, misalnya dalam perdagangan saham tanpa ilmu atau jual beli aset digital tanpa kejelasan nilai riil.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan:
"Tidak ada satu pun dalil yang mengharamkan seluruh bentuk mukhatarah. Namun Allah ﷻ dan Rasul-Nya tidak mengharamkan bentuk mukhatarah yang tidak merugikan dan masih masuk dalam area usaha yang halal."
Artinya, tidak semua mukhatarah haram, tapi jika mengandung gharar yang dominan dan merugikan pihak lain, maka hukumnya menjadi haram.
Baca juga: Patut Ditiru! Ini Cara Rasullulah ﷺ Melawan Korupsi
Gharar adalah unsur ketidakjelasan dalam transaksi yang dapat menimbulkan kerugian dan ketidakadilan, sehingga dilarang dalam Islam. Ia berkaitan erat dengan qimar, maysir, qur’ah, dan mukhatarah semuanya memiliki elemen spekulasi dan risiko tersembunyi yang bertentangan dengan prinsip muamalah syariah.
Untuk itu, umat Islam dianjurkan memilih jalur transaksi yang jelas, adil, dan bebas gharar. Salah satu cara menghindarinya adalah dengan investasi halal seperti LBS Urun Dana. Securities crowdfunding yang mempertemukan pelaku usaha dan investor dalam sistem pendanaan yang transparan dan berkah. Investasi sekarang!