artikel
17 Juli 2025
Gharar Itu Haram? Simak Dulu Disini Biar Gak Salah Paham (Bagian Kedua)
Salah satu prinsip penting dalam muamalat Islam adalah kejelasan dan keadilan dalam setiap transaksi. Islam melarang bentuk transaksi yang mengandung ketidakpastian atau spekulasi yang dikenal dengan istilah gharar, karena bisa menimbulkan kerugian, perselisihan, hingga merusak sistem ekonomi.
Berikut ini, merujuk pada buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA, mari kita simak kriteria gharar yang diharamkan, hikmah pelarangannya, serta ruang lingkupnya dalam akad jual beli:
Kriteria Gharar yang Diharamkan
Tidak semua bentuk ketidakjelasan dalam transaksi langsung dihukumi haram. Ulama telah memberikan batasan yang jelas mengenai jenis gharar yang berdampak pada keabsahan akad. Dalam konteks jual beli, gharar bisa beragam tingkatannya, tergantung seberapa besar pengaruhnya terhadap kepastian hak dan kewajiban para pihak dalam transaksi. Oleh karena itu, penting untuk memahami jenis-jenis gharar yang masuk dalam kategori terlarang.
a. Nisbah Gharar dalam akad besar
Gharar dihukumi haram jika tingkat ketidakjelasannya besar sehingga dapat membatalkan keabsahan akad.
Ulama Ibnu Qayyim berkata: “Gharar dalam jumlah sedikit atau tidak mungkin dihindari, tidak membatalkan akad. Tetapi gharar dengan nisbah besar atau gharar yang mungkin dihindari, maka diharamkan.”
Baca juga: Fix Bahaya! Kupas Tuntas Gharar, Akad Gak Jelas Bisnis Jadi Was-Was (Bagian Pertama)
Ulama Al Qarafi berkata: “Gharar dalam jual beli ada 3 macam: gharar besar yang membatalkan keabsahan akad, gharar kecil yang tidak membatalkan akad dan hukumnya mubah, serta gharar dalam akad pertengahan yang diperselisihkan ulama.”
b. Keberadaan Gharar dalam Akad Mendasar
Jika gharar muncul pada elemen utama akad, maka transaksi menjadi tidak sah. Misalnya, menjual buah di pohon sebelum matang.
Berikut 2 Hadits Nabi ﷺ yang memperkuat dalil ini:
“Siapa yang menjual kebun kurma setelah dikawinkan, maka buahnya milik penjual, kecuali pembeli menyaratkan buah itu untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Nabi ﷺ melarang menjual buah di pohon dalam sebuah kebun sebelum buah itu matang (tua), beliau melarang penjual dan pembeli untuk melakukannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Akad Mengandung Gharar Namun Tidak Dibutuhkan Banyak Orang
Jika akad tidak termasuk kebutuhan vital, dan terdapat gharar besar, maka akad dilarang. Namun jika akad tersebut sangat dibutuhkan (hajat), maka gharar bisa ditoleransi.
Ulama An Nawawi berkata:
“Bila akad yang mengandung gharar sangat penting, maka akadnya dibolehkan.”
Ulama Ibnu Taimiyah berkata:
“Gharar yang diperlukan dalam kehidupan manusia maka akadnya dibolehkan.”
d. Gharar Terjadi Pada Akad Jual beli
Jika gharar muncul pada akad hibah, wasiat, atau sedekah yakni transaksi yang tidak saling mengikat secara imbal balik maka hukumnya boleh.
Contoh: “Seseorang bersedekah dengan uang yang ada dalam dompetnya padahal dia tidak tahu berapa jumlahnya.”
Dasar Hadits Rasulullah ﷺ:
“Tidak satu Dinarpun dari harta warisanku dibagi. Seluruh harta yang kutinggalkan setelah dikeluarkan untuk nafkah isteri dan pekerja yang mengurus, maka sedekahkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hikmah Pelarangan Gharar
Larangan gharar bukan sekadar soal hukum fiqih, tapi juga mencerminkan hikmah mendalam yang melindungi individu dan masyarakat. Islam bukan hanya menekankan kehalalan barang, tetapi juga keadilan proses transaksi. Ketika gharar dibiarkan merajalela, tidak hanya satu pihak yang dirugikan, tapi stabilitas sosial dan ekonomi pun ikut terancam. Maka, penting untuk menggali hikmah di balik pelarangan ba’i gharar agar semakin memahami nilai-nilai perlindungan yang dibawa Islam dalam aktivitas ekonomi.
a. Termasuk Memakan Harta Orang Lain dengan Cara Bathil
Transaksi gharar seringkali merugikan satu pihak karena tidak adanya kepastian atas objek atau manfaat yang dijanjikan. Hal ini sama saja dengan memakan harta orang lain secara tidak sah.
b. Dapat Menimbulkan Permusuhan Sesama Muslim
Gharar dalam transaksi juga dapat memicu sengketa dan kebencian. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Maidah ayat 91:
Baca juga: Tolak Tegas! Apa Itu Risywah dan Jenis-Jenisnya, Sekali Coba Neraka Ganjarannya!
"Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran arak dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan salat; maka berhentilah kamu."
c. Mengumpulkan Harta secara Untung-untungan dan Judi
Nabi ﷺ melarang praktik jual beli buah sebelum matang karena rawan gagal panen. Jika panen gagal, pembeli tidak mendapat apa-apa, sedangkan penjual telah mengambil uang secara tidak adil. Dalam hadits riwayat Jabir, Nabi ﷺ bersabda:
"Seandainya engkau jual buah kurma di pohon (sebelum cukup tua), lalu terserang hama, tidak halal bagimu mengambil uang pembelinya, karena engkau mengambil harta saudaramu dengan cara tidak hak (tanpa imbalan)." (HR. Muslim)
d. Mengalihkan Konsentrasi dari Hal yang Berguna
Gharar menumbuhkan sikap spekulatif dan mental instan. Pelakunya cenderung malas bekerja dan hanya ingin mendapatkan keuntungan besar tanpa usaha yang jelas.
e. Merusak Ekonomi Negara bahkan Dunia
Krisis finansial global 2008 adalah salah satu contoh dampak besar gharar. Berawal dari transaksi berbasis subprime mortgage dan securitization, berbagai instrumen keuangan seperti option, short selling, dan futures memperburuk kondisi pasar. Sistem ini diserap oleh pasar dunia kecuali oleh lembaga keuangan syariah yang menghindari gharar dan riba.
Ruang Lingkup Gharar dalam Akad Jual Beli
Gharar bisa menyusup ke dalam berbagai elemen transaksi tanpa disadari. Tidak hanya terbatas pada objek barang, tapi bisa muncul dalam bentuk akad atau ketidakjelasan waktu pelunasan. Oleh karena itu, perlu pemahaman menyeluruh mengenai titik-titik rentan dalam sebuah transaksi agar kita bisa menghindarinya. Berikut ini adalah bentuk-bentuk gharar yang biasa terjadi dalam praktik jual beli modern maupun tradisional.
a. Gharar dalam Akad
Gharar dapat terjadi ketika satu akad mengandung dua kemungkinan harga tanpa kejelasan. Contoh: “Saya jual motor ini tunai Rp10 juta atau kredit Rp12 juta,” tanpa kepastian harga mana yang berlaku.
Nabi ﷺ bersabda:
"Rasulullah ﷺ melarang dua jual beli dalam satu jual beli." (HR. Nasa’i)
b. Gharar dalam Objek Akad
Objek transaksi yang tidak jelas bentuk, kualitas, atau kuantitasnya termasuk gharar. Misalnya, menjual barang dalam kotak tertutup tanpa pembeli tahu apa isinya.
Contohnya, seseorang berkata:
"Aku jual kepadamu barang yang ada di dalam kotak ini dengan harga Rp100.000."
Namun pembeli tidak tahu barang apa yang ada di dalamnya.
Demikian penjelasan lengkap mengenai gharar dan alasan Islam melarangnya dalam akad-akad muamalah. Prinsip kehati-hatian ini bukan hanya menjaga hak dan keadilan antar pihak, tetapi juga mencegah praktik spekulatif yang merugikan dan tidak berkah. Pemahaman ini sangat penting, terutama bagi Anda yang sedang menjalani aktivitas keuangan syariah, baik sebagai investor, pelaku usaha, maupun pengelola dana.
Baca juga: Maling Duit Rakyat! Apakah Koruptor Boleh Dihukum Mati? Ini Jawabannya!
Transaksi yang halal bukan sekadar tuntutan syariah, tetapi juga fondasi kepercayaan dan keberkahan dalam aktivitas ekonomi. Untuk itu, LBS Urun Dana hadir sebagai mitra Anda dalam mewujudkan investasi dan pendanaan yang sesuai prinsip syariah, aman, dan berizin OJK.
Mulailah bertransaksi secara halal dan terarah bersama LBS Urun Dana, karena harta yang halal akan tumbuh dengan berkah. Klik di sini untuk memulai.