artikel
11 September 2025
Hayoloh! Ternyata Gak Semua Hadiah Lomba Halal, Catet Rambu-rambunya!
Islam sangat detail dalam membahas hukum hadiah, baik dalam bentuk barang, uang, maupun layanan. Setiap bentuk hadiah memiliki ketentuan hukum tersendiri yang harus diperhatikan agar tidak menyalahi prinsip syariah. Hal ini penting, sebab hadiah tidak hanya menyangkut aspek sosial, tetapi juga berkaitan erat dengan akad dan muamalah.
Untuk memperdalam pembahasan ini, kita bisa merujuk buku Harta Haram (2021) karya Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA. Dalam karya tersebut, beliau menguraikan berbagai jenis hadiah, termasuk yang kerap muncul dalam kehidupan sehari-hari, serta menjelaskan batasan syariah agar hadiah tetap halal dan membawa keberkahan.
Hadiah Emas atau Uang Tunai pada Produk
Apabila hadiah emas atau uang tunai dimasukkan ke dalam produk, lalu diumumkan bahwa pembeli berkesempatan mendapatkannya jika beruntung, bagaimana hukumnya?
Dalam pandangan syariah, praktik ini termasuk qimar (perjudian) dan gharar (ketidakjelasan). Sebab, ketika seseorang membeli produk, ia bukan hanya menginginkan barang tersebut, tetapi juga berharap memperoleh hadiah emas atau uang. Jika ternyata tidak ada emas di dalam kemasan, pembeli merasa rugi. Sebaliknya, jika ada, ia merasa untung. Mekanisme “untung-rugi spekulatif” inilah yang menyerupai perjudian, sehingga hukumnya dilarang.
Baca juga: Ups Khilaf! Penjelasan Ustadz Erwandi Soal Hadiah, Lebih Baik Terima atau Tolak?
Selain itu, praktik ini mendorong masyarakat untuk hidup boros. Banyak orang membeli barang berlebihan bukan karena kebutuhan, tetapi hanya untuk mengejar peluang hadiah. Fenomena ini dapat kita lihat pada berbagai produk makanan, minuman, atau barang konsumsi lain yang menggunakan strategi hadiah tersembunyi. Dari sisi syariah, tindakan tersebut bukan hanya gharar, tetapi juga membuka pintu israf (pemborosan) yang jelas dilarang Allah ﷻ. Adapun Allah ﷻ berfirman:
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra: 26–27)
Ayat ini menunjukkan bahwa praktik konsumsi berlebihan karena iming-iming hadiah adalah bentuk pemborosan yang mendekatkan manusia pada sifat setan.
Hakikat Manusia Terkait Perlombaan
Sudah menjadi tabiat manusia bahwa ia lebih bersemangat bila ada tantangan. Al-Qur’an pun menggunakan metode ini untuk memotivasi manusia agar bersungguh-sungguh dalam kebaikan. Allah ﷻ berfirman:
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 148)
Ayat ini menegaskan bahwa umat manusia memiliki arah dan jalannya masing-masing, tetapi yang utama adalah bagaimana mereka berlomba dalam kebajikan. Allah ﷻ mengingatkan bahwa apapun kiblat atau arah amal, semua akan dikumpulkan kembali kepada-Nya, sehingga yang menjadi fokus adalah amal saleh yang membawa manfaat.
Hadiah Perlombaan yang Diperbolehkan dalam Islam
Di masa Rasulullah ﷺ dan para sahabat, terdapat beberapa jenis perlombaan yang dibolehkan syariat, bahkan disebutkan dalam hadits shahih:
1. Pacu Kuda
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: “Rasulullah melepas pacuan kuda yang telah terlatih dari Hafya hingga berakhir di Tsaniyatul Wada (jaraknya sekitar 21 km). Sedangkan untuk kuda yang belum terlatih, pacuan dilepas dari Tsaniyatul Wada hingga berakhir di Masjid Bani Zuraiq (jaraknya sekitar 3,7 km).” (HR. Bukhari)
2. Pacu Unta
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah memiliki seekor unta bernama Adhba yang tidak terkalahkan dalam pacuan. Suatu ketika datang seorang badui dengan untanya dan mengalahkan unta Rasulullah. Hal ini membuat para sahabat tidak nyaman. Lalu Nabi bersabda: ‘Sudah menjadi ketentuan dari Allah bahwa sesuatu yang berjaya pasti akan terkalahkan suatu ketika.’” (HR. Bukhari)
3. Lomba Memanah
Diriwayatkan dari Salamah bin Al-Akwa, ia berkata: “Rasulullah melewati sekelompok orang dari Bani Aslam yang sedang melakukan lomba memanah. Beliau bersabda: ‘Memanahlah, wahai keturunan Ismail, karena sesungguhnya ayah kalian adalah seorang pemanah. Saya akan bergabung dengan kelompok ini.’ Serta-merta kelompok lain berhenti memanah. Nabi bersabda: ‘Kenapa kalian berhenti?’ Mereka menjawab: ‘Bagaimana kami bisa menang sedangkan engkau bersama mereka?’ Rasulullah bersabda: ‘Memanahlah, sebab saya bersama kalian semua.’” (HR. Bukhari)
Untuk tiga jenis perlombaan ini, syariat membolehkan pemenangnya menerima hadiah, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
“Tidak boleh memberikan hadiah dalam perlombaan kecuali dalam lomba pacu unta, pacu kuda, atau memanah.” (HR. Abu Daud)
Pandangan Ulama tentang Perlombaan Lain
Lantas, bagaimana hukum perlombaan selain tiga jenis tersebut? Para ulama berbeda pendapat:
1. Pendapat Pertama
Sebagian ulama, khususnya dari mazhab Maliki dan Hambali, berpendapat bahwa permainan lain tidak dapat diqiyaskan dengan tiga perlombaan di atas. Maka, pemenang selain pacu kuda, pacu unta, dan memanah tidak boleh menerima hadiah, sekalipun hadiahnya berasal dari pihak ketiga. Dengan demikian, hadiah dari perlombaan tersebut termasuk harta haram berdasarkan hadits riwayat Abu Daud.
Namun, menurut sebagian ulama, sabda Nabi ﷺ bukan bermaksud membatasi, tetapi menekankan bahwa tiga perlombaan itu adalah contoh utama yang sangat layak diberikan hadiah karena mendukung syiar Islam.
2. Pendapat Kedua
Mazhab Syafi’i dan Hanafi membolehkan perlombaan lain yang serupa dengan tiga perlombaan tersebut. Imam An-Nawawi berkata: “Boleh memberikan hadiah dalam perlombaan memanah, juga melempar tombak dan meriam. Boleh juga memberikan hadiah dalam pacu kuda, begitu juga pacu gajah dan keledai menurut pendapat yang azhar (terkuat dalam mazhab).”
Baca juga: Simak Kuy! Pahami Margin Keuntungan Bersih Biar Gak Ketipu Omzet Kinclong!
Pendapat ini juga sejalan dengan keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islami (Divisi Fikih OKI) No. 127 (1/14) tahun 2003, yang menetapkan: “Sebuah perlombaan boleh pemenangnya mendapatkan hadiah dengan syarat: tujuan, sarana, dan jenis perlombaannya sesuai dengan syariat.”
Berdasarkan pendapat yang terkuat, jenis perlombaan yang mengandung unsur jihad dapat diqiyaskan dengan tiga perlombaan yang disebutkan Nabi ﷺ. Jihad tidak hanya dalam bentuk peperangan, tetapi juga jihad keilmuan dengan hujjah dan dalil yang kuat. Karena itu, perlombaan dalam bidang keilmuan Islam seperti lomba tilawah Al-Qur’an, lomba hafalan Al-Qur’an dan hadits, serta lomba wawasan keislaman dibolehkan dan pemenangnya sah menerima hadiah.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya ditegakkan dengan senjata, tetapi juga dengan ilmu dan argumen yang dapat mengalahkan kebatilan. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya ditegakkan dengan kekuatan fisik, tetapi juga dengan hujjah dan ilmu. Hadiah dari sponsor dalam perlombaan semacam ini menjadi sah karena fungsinya sebagai motivasi, bukan sebagai taruhan antar peserta.
Dengan demikian, perlombaan yang mendukung syiar Islam, baik fisik maupun intelektual, tetap berada dalam bingkai yang dibolehkan syariat. Hadiah pada hakikatnya bisa menjadi pemacu semangat, baik dalam transaksi maupun perlombaan.
Namun jika tidak berlandaskan syariah, hadiah justru berpotensi menjerumuskan pada praktik batil seperti gharar atau qimar. Islam menuntun agar semangat manusia tidak hilang, tetapi diarahkan pada jalan yang benar jujur, amanah, dan membawa keberkahan.
Karena itu, setiap muslim perlu berhati-hati. Keberkahan rezeki tidak lahir dari tipu daya atau peluang semu, melainkan dari kejelasan akad, niat yang tulus, serta ketelitian dalam bermuamalah. Hadiah seharusnya menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ, bukan jebakan yang membuat kita terjerumus pada dosa dan penyesalan. Wallahu a’lam bish-shawab.