artikel
21 Agustus 2025
No Khianat! Bedah Akad Syirkah, Kerja Sama Halal Berkeadilan dan Berkah!
Dalam Fiqih Muamalah syirkah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk kerja sama yang adil dan sesuai syariat. Konsep ini penting agar bisnis atau investasi dijalankan dengan prinsip halal, amanah, dan menguntungkan semua pihak. Berikut pembahasan lengkap tentang syirkah: pengertian, dasar hukum, rukun, syarat, jenis, serta keuntungan dan risiko.
Pengertian Syirkah
Secara bahasa, syirkah adalah al-ikhtilat (percampuran) atau persekutuan antara dua orang atau lebih yang mencampurkan hartanya. Sebagaimana dikutip dari An-Nabhani (1996) dalam bukunya berjudul “Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam” syirkah merupakan transaksi ekonomi yang mana keuntungan dan kerugian dibagi bersama, sesuai kesepakatan atau proporsi modal.
Sedangkan menurut Imam Maliki sebagaimana dikutip dari Silvia dan Wafa (2024) syirkah adalah izin bagi dua pihak untuk bersama-sama menggunakan harta yang dimiliki, di mana masing-masing pihak memiliki hak memanfaatkan harta tersebut.
Baca juga: Hati-Hati! 5 Trik Selamat dari Pendanaan Bodong, Bisnis Selamat Cuan Berlipat
Adapun merujuk dari Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 114 Tahun 2017 syirkah adalah akad kerja sama di mana setiap pihak menyumbangkan modal atau aset, dan keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati.
Dasar Hukum Akad Syirkah
Syirkah memiliki pijakan kuat dalam syariat Islam, baik dari Al-Qur’an maupun hadits:
1. Al-Qur’an Surat Shad ayat 24
“Dia (Daud) berkata, “Sungguh, dia benar-benar telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (digabungkan) kepada kambing-kambingnya. Sesungguhnya banyak di antara orang-orang yang berserikat itu benar-benar saling merugikan satu sama lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan sedikit sekali mereka itu.” Daud meyakini bahwa Kami hanya mengujinya. Maka, dia memohon ampunan kepada Tuhannya dan dia tersungkur jatuh serta bertobat”
Ayat ini menegaskan bahwa dalam kerja sama, kadang terjadi ketidakadilan. Allah ﷻ menyebut sebagian orang berserikat ada yang berbuat zalim terhadap rekannya. Oleh karena itu, syirkah adalah bentuk kerja sama yang harus dijalankan dengan keadilan dan amanah.
2. Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 64
Perdayakanlah (wahai Iblis) siapa saja di antara mereka yang engkau sanggup dengan ajakanmu. Kerahkanlah pasukanmu yang berkuda dan yang berjalan kaki terhadap mereka. Bersekutulah dengan mereka dalam harta dan anak-anak, lalu berilah janji kepada mereka.” Setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.
Ayat ini menekankan pentingnya kesepakatan dan tanggung jawab bersama. Artinya, syirkah adalah kemitraan yang melibatkan harta dan tanggung jawab bersama, dilakukan dengan niat baik dan pengaturan yang jelas.
3. Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Abu Dawud
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Manhal yang berkata:
"Aku dan rekanku dalam syirkah pernah membeli sesuatu secara tunai dan juga secara hutang. Lalu kami didatangi oleh Barra’ bin Azib, dan kami menanyakan hal tersebut kepadanya. Ia menjawab: ‘Aku dan Zaid bin Arqam juga pernah melakukan hal yang sama, kemudian kami menanyakannya kepada Nabi Muhammad ﷺ.’ Beliau bersabda: ‘Barang yang dibeli secara tunai boleh kalian ambil, sedangkan yang dibeli dengan hutang, silakan kalian berikan kepada penjual.’" (HR. al-Bukhari)
Selain itu, sebuah hadits lain diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya Allah ﷻ berfirman: ‘Aku menjadi pihak ketiga di antara dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak berkhianat kepada yang lain. Apabila salah seorang berkhianat, maka Aku keluar dari keduanya.’" (HR. Abu Dawud).
Melalui kedua hadits ini Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa dalam setiap akad kerja sama atau syirkah yang dijalankan dengan jujur dan amanah, Allah ﷻ akan hadir sebagai pihak ketiga yang memberikan keberkahan serta menjaga keadilan di antara para mitra. Namun, jika salah satu pihak melakukan pengkhianatan atau kecurangan, maka Allah ﷻ menarik keberkahan-Nya dari akad tersebut."
Rukun Akad Syirkah
Untuk sah secara syariat, syirkah harus memenuhi rukun tertentu. Ulama Hanafiyah berpendapat rukun syirkah hanya ijab dan qabul (sighat), sementara pihak yang berakad dan harta dianggap di luar pembahasan sebagaimana dalam akad jual beli sebagaimana ditulis oleh Rasyid Sulaiman dalam bukunya Fiqih Islam (1992). Sedangkan jumhur ulama menyebut ada tiga rukun utama:
a. Sighat (Ijab dan Qabul)
Kesepakatan akad yang jelas, berisi izin untuk membelanjakan harta syirkah.
b. Al-‘Aqidain (Para Pihak)
Mitra harus berakal, baligh, merdeka, serta cakap dalam mengelola dan mewakilkan hartanya.
c. Mahallul ‘Aqd (Objek Akad)
Objek syirkah berupa modal atau usaha. Modal harus jelas wujudnya, bisa berupa uang tunai, emas, perak, atau aset perdagangan, dan digabung menjadi harta bersama. Dengan terpenuhinya rukun ini, syirkah sah secara syariat dan dapat dijalankan secara amanah serta adil.
Syarat Syirkah
Agar akad syirkah sah menurut syariat, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Adanya kesepakatan semua pihak terkait tujuan, peran, hak, dan kewajiban.
2. Modal yang jelas, dapat berupa uang, barang, atau aset lain yang memiliki nilai.
3. Pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan nisbah yang disepakati.
4. Kerja sama aktif dalam pengelolaan usaha dan pengambilan keputusan.
5. Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir.
Jenis-Jenis Syirkah
Secara umum, syirkah terbagi menjadi dua kategori besar, yaitu syirkah kepemilikan (syirkah al-amlak) dan syirkah akad atau transaksi (syirkah al-‘uqud).
Baca juga: Wajib Ngerti! Cara Mudah Paham Akad Jual Beli, No Riba Gharar Dzalim!
1. Syirkah al-Amlak (Syirkah Kepemilikan)
Syirkah ini menurut Haroen (2007) merupakan bentuk kepemilikan bersama atas suatu harta oleh dua orang atau lebih tanpa adanya akad khusus. Syirkah al-amlak dapat muncul dalam dua bentuk:
a. Syirkah Ikhtiyariyah, yaitu kepemilikan bersama yang terjadi karena kesepakatan atau kehendak para pihak, misalnya membeli tanah atau rumah secara patungan.
b. Syirkah Ijbariyah, yaitu kepemilikan bersama yang timbul secara otomatis tanpa adanya kesepakatan, seperti dalam kasus harta warisan yang dimiliki ahli waris secara bersama-sama.
2. Syirkah al-‘Uqud (Syirkah Akad/Transaksi)
Syirkah ini terbentuk melalui akad, di mana dua orang atau lebih sepakat untuk menggabungkan modal, tenaga, atau keduanya, guna menjalankan usaha dan membagi keuntungan sesuai perjanjian.
Mengenai pembagian bentuk syirkah al-‘uqud, para ulama memiliki pandangan berbeda:
a. Ulama Mazhab Hanbali membaginya menjadi lima: syirkah inan, mufawadhah, abdan, wujuh, dan mudharabah.
b. Ulama Mazhab Maliki hanya membaginya menjadi empat, yaitu syirkah inan, mufawadhah, abdan, dan mudharabah.
c. Ulama Mazhab Syafi’i membatasi pada dua bentuk, yaitu syirkah inan dan mudharabah.
d. Ulama Mazhab Hanafi mengelompokkan menjadi tiga, yaitu syirkah al-amwal (perserikatan modal), syirkah al-a‘mal atau abdan (perserikatan kerja), dan syirkah al-wujuh.
Lebih lanjut, bentuk-bentuk syirkah al-‘uqud dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Syirkah al-Amwal: perserikatan antara dua pemilik modal atau lebih yang menggabungkan hartanya untuk suatu usaha. Keuntungan sebagaimana dikutip dari Mas’adi (2002) maupun risiko kerugian dibagi sesuai kesepakatan.
b. Syirkah al-A‘mal/Abdan: kerja sama antara dua orang atau lebih yang menyumbangkan tenaga atau keahlian. Upah atau hasil pekerjaan tersebut dibagi menurut perjanjian yang dibuat bersama.
c. Syirkah al-Wujuh: bentuk kemitraan yang tidak melibatkan modal, tetapi berdiri atas dasar reputasi dan kepercayaan pihak ketiga. Para mitra memperoleh barang secara kredit lalu menjualnya dan keuntungan dibagi bersama.
d. Syirkah al-Inan: kemitraan di mana para pihak menyertakan kontribusi yang berbeda, baik dari sisi modal, tenaga, maupun keterlibatan dalam usaha. Keuntungan serta kerugian dibagi berdasarkan proporsi yang disepakati.
e. Syirkah al-Mufawadhah: kemitraan yang bersifat setara dalam segala aspek. Modal, tenaga, serta risiko dibagi sama rata oleh seluruh pihak yang terlibat.
f. Syirkah al-Mudharabah: kerja sama antara pemilik modal dengan pihak pengelola. Modal disediakan sepenuhnya oleh pemodal, sedangkan pengusaha menjalankan usaha. Keuntungan dibagi sesuai perjanjian, sedangkan kerugian ditanggung pemilik modal kecuali akibat kelalaian pengelola.
Keuntungan dan Risiko akad Syirkah
Ada sejumlah manfaat yang bisa dirasakan para pihak ketika menjalankan syirkah secara benar. Di sisi lain, syirkah juga tidak lepas dari tantangan yang perlu diantisipasi sejak awal. Berikut ini penjelasan lengkapnya:
Keuntungan akad syirkah
a. Beban risiko ditanggung bersama sehingga tidak menumpuk pada satu pihak saja.
b. Modal usaha menjadi lebih besar karena adanya kontribusi dari semua mitra.
c. Keuntungan dibagi secara adil sesuai nisbah yang telah disepakati.
d. Masing-masing pihak dapat menyumbangkan keahlian, pengalaman, dan jaringan yang berbeda sehingga memperkuat usaha.
Risiko akad syirkah
a. Kerugian yang terjadi harus ditanggung oleh seluruh pihak sesuai porsi modal.
b. Berpotensi menimbulkan perselisihan dalam pengambilan keputusan usaha.
c. Semua pihak ikut bertanggung jawab atas kewajiban atau utang yang timbul dari syirkah.
d. Ruang gerak dalam pengambilan keputusan bisa menjadi terbatas karena harus melibatkan banyak pihak.
Baca juga: Apa Itu Securities Crowdfunding? Kenali Pengertian, Karakteristik dan Manfaatnya
Syirkah pada dasarnya merupakan bentuk kemitraan yang berlandaskan prinsip syariah. Apabila dijalankan dengan amanah, jujur, dan penuh tanggung jawab, syirkah bukan hanya menjadi jalan untuk meraih keuntungan, tetapi juga sarana untuk memperoleh keberkahan dari Allah ﷻ. Melalui pembagian hasil yang adil dan transparan, syirkah mampu memperkuat kerja sama, memperbesar peluang usaha, serta menjaga keberlanjutan bisnis.
Memahami konsep syirkah secara menyeluruh memberi umat Muslim bekal penting untuk terlibat dalam aktivitas bisnis dan investasi yang halal. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi tidak hanya memberi manfaat duniawi, tetapi juga bernilai ibadah karena sesuai dengan tuntunan syariat.