investasi
11 November 2025
Krusial! Peran Mulia Mudharib, Sosok Transaksi Investasi Halal Bebas Riba!
Banyak wirausaha dan calon investor mengenal akad mudharabah, tetapi tidak semua memahami siapa sosok yang sebenarnya memegang peran inti di dalamnya. Jika Anda pernah mengelola usaha milik orang lain, menerima modal kerja dari mitra, atau menjalankan proyek yang dananya bukan dari kantong pribadi, sebenarnya Anda sudah bersinggungan dengan konsep ini tanpa disadari.
Mudharib adalah pengelola amanah dalam akad mudharabah, yaitu pihak yang menggerakkan roda usaha, mengambil keputusan, dan menjaga kepercayaan pemilik modal. Memahami peran ini bukan hanya penting bagi wirausaha, tetapi juga bagi siapa pun yang ingin menjalankan bisnis secara syariah, profesional, dan transparan.
Apa Itu Mudharib?
Secara sederhana, Mudharib adalah pengelola usaha yang menerima modal dari pemilik modal (shahibul maal) untuk mengembangkan usaha sesuai prinsip syariah.
Perannya bukan sekadar operator, tetapi pengambil keputusan yang memikul amanah besar. Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati bersama, sedangkan kerugian menjadi tanggungan pemilik modal selama Mudharib tidak melanggar akad atau melakukan kelalaian.
Baca juga: Cuzz Baca! Kupas Akad Wakalah, Dari Hukum Hingga Model Bisnis Halal Berkah!
Peran ini menjadikan Mudharib sebagai pusat penggerak seluruh aktivitas usaha dalam mudharabah. Landasan mudharib dalam hadits adalah hadits Abbas bin Abdul Muthalib. Dalam praktiknya, Abbas mensyaratkan tiga hal kepada Mudharib yang mengelola modalnya:
a. Tidak boleh membawa modal melewati lautan
b. Tidak boleh turun ke lembah berbahaya
c. Tidak boleh membeli binatang tunggangan
Jika Mudharib melanggar syarat tersebut, ia wajib menanggung risiko. Ketika syarat itu disampaikan kepada Rasulullah ﷺ, beliau membenarkannya.
(HR. At Thabrani, At Tabrani 1995)
Hadits ini menunjukkan bahwa pemilik modal boleh menetapkan syarat untuk membatasi risiko dan Mudharib wajib mematuhinya. Pelanggaran syarat berdampak pada tanggung jawab kerugian.
Tugas dan Kewenangan Mudharib
AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) adalah lembaga internasional yang menetapkan standar syariah memberikan pedoman teknis dan syariah yang sangat rinci, sehingga menjadi acuan global bagi akad mudharabah, termasuk peran Mudharib. Berdasarkan standar AAOIFI dalam buku Sharia Standards (2017), peran Mudharib dijelaskan sebagai berikut:
1. Tugas Utama Mudharib
a. Menjalankan usaha sepenuhnya berdasarkan amanah
b. Mengelola modal tanpa intervensi pemilik modal
c. Menggunakan modal untuk kegiatan usaha yang produktif
d. Mengambil keputusan bisnis secara profesional
e. Bekerja dengan usaha terbaik, bukan menjanjikan hasil tertentu.
Baca juga: Komplit Pol! 15 Istilah Akad Sukuk, Ngerti Konsep Biar Investasi Gak Nyasar!
2. Hal yang Diperbolehkan
a. Menggunakan modal untuk operasional yang berkaitan langsung dengan usaha
b. Melakukan perjalanan usaha
c. Menunjuk pihak lain membantu pekerjaan operasional, selama pengawasan tetap di tangan Mudharib
3. Larangan Bagi Mudharib
a. Tidak boleh meminjamkan modal kepada pihak lain
b. Tidak boleh memberikan hadiah atau sedekah dari modal
c. Tidak boleh mencampur harta pribadi dengan modal mudharabah
d. Tidak boleh melakukan transaksi di luar batas yang disepakati
4. Tanggung Jawab Kerugian
a. Kerugian ditanggung pemilik modal
b. Tetapi jika Mudharib lalai, melanggar akad, atau melakukan kecurangan, kerugian menjadi tanggungannya
c. AAOIFI menekankan transparansi total dalam laporan dan penggunaan dana.
Peran Mudharib dalam Keuangan Syariah Indonesia
Dalam keuangan syariah Indonesia, kedudukan Mudharib dijelaskan melalui Fatwa DSN-MUI No. 115/DSN-MUI/2017 dan Fatwa No. 07/2000. Kedua fatwa ini menegaskan bahwa Mudharib adalah pengelola usaha yang menerima modal dari pemilik dana dan menjalankan usaha sesuai akad serta prinsip syariah. Modal berasal sepenuhnya dari pemilik modal, keuntungan dibagi berdasarkan nisbah, dan kerugian menjadi tanggung jawab pemilik modal selama Mudharib tidak lalai. Biaya pribadi Mudharib juga tidak boleh dibebankan ke modal mudharabah.
Sementara itu, Fatwa DSN-MUI No. 07/2000 mengatur teknis pembiayaan mudharabah, termasuk kewajiban usaha yang halal dan jelas, penggunaan sistem profit-sharing, dan keharusan laporan usaha yang transparan. Fatwa ini juga melarang adanya jaminan keuntungan bagi pemilik modal. Dengan demikian, ketentuan Mudharib menurut DSN-MUI menjadi pedoman resmi agar akad mudharabah berjalan aman, adil, dan sesuai syariah di Indonesia.
Mekanisme Keuntungan dan Kerugian dalam Akad Mudharabah
Dalam mudharabah, aturan pembagian keuntungan dan penanganan kerugian dibuat agar hubungan pemilik modal dan Mudharib berjalan adil sesuai syariah. Penjelasan ini membantu wirausaha memahami bagaimana keuntungan dihitung, kapan Mudharib berhak menerima bagiannya, serta bagaimana kerugian harus ditanggung.
Keuntungan
a. Terjadi ketika modal kembali dalam keadaan utuh dan terdapat surplus
b. Surplus dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sejak awal
c. Mudharib dapat mengambil porsi keuntungannya setelah usaha menunjukkan laba yang jelas.
Kerugian
a. Secara prinsip menjadi tanggung jawab pemilik modal
b. Namun Mudharib wajib menanggung kerugian jika terbukti lalai atau melanggar akad
c. Kerugian dapat dikompensasi oleh keuntungan usaha pada periode selanjutnya
d. AAOIFI dan DSN-MUI menegaskan bahwa perlindungan modal adalah prioritas utama dalam mudharabah.
Contoh Peran Mudharib di Dunia Modern
Konsep Mudharib tidak hanya hidup dalam kitab fikih muamalah, tetapi sangat relevan dalam ekosistem bisnis masa kini. Pada era digital dan ekonomi berbasis kolaborasi, peran Mudharib muncul dalam berbagai bentuk pengelolaan modal yang amanah dan produktif.
1. Kemitraan Bisnis UMKM
Mudharib juga bisa muncul dalam pola kemitraan UMKM, misalnya pemilik modal menyediakan dana pembelian bahan baku atau peralatan, sementara wirausaha mengelola operasional dan distribusi. Keuntungan dibagi secara nisbah berdasarkan performa usaha, bukan berdasarkan utang.
2. Pembiayaan Syariah di Lembaga Keuangan
Banyak lembaga keuangan syariah seperti bank syariah menyalurkan modal kepada wirausaha melalui akad mudharabah. Di sini, wirausaha bertindak sebagai Mudharib yang menjalankan usaha secara profesional, transparan, dan sesuai prinsip syariah, sementara bank atau lembaga syariah berperan sebagai pemilik modal.
3. Securities Crowdfunding Syariah
Dalam praktik saat ini, Mudharib dapat berupa wirausaha yang mengelola dana investor, founder startup yang menerima modal dari mitra, hingga penerbit proyek sukuk saham di platform securities crowdfunding syariah. Model ini memungkinkan usaha berkembang tanpa bunga, tanpa tekanan cicilan, dan dengan sistem bagi hasil yang adil sesuai syariah.
Baca juga: Haram No! Ini 10 Langkah Akad Syariah Biar Gak Kena Tilang di Akhirat
Kini Anda tidak perlu bingung lagi ketika ingin memulai investasi halal berbasis akad mudharabah maupun akad halal lainnya. Melalui LBS Urun Dana, Anda bisa berinvestasi mulai dari Rp500 ribu, memilih sukuk atau saham yang sudah diawasi OJK dan berada di bawah bimbingan langsung Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi.
Kesempatannya sudah ada. Jalannya sudah jelas. Tunggu apa lagi? Mulai investasi halal Anda sekarang.






