artikel
14 November 2025
Sadis! 7 Dampak Mengerikan Riba yang Menghancurkan Nurani dan Krisis Ekonomi!
Pembahasan mengenai riba selalu menarik perhatian karena praktik ini bukan sekadar masalah finansial, tetapi persoalan besar yang menyentuh akhlak, kesehatan, hingga stabilitas ekonomi. Dalam Harta Haram Muamalat Kontemporer (2021), Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA menjelaskan dengan sangat jelas betapa luasnya dampak negatif riba, mulai dari kerusakan pribadi, sistem sosial, hingga kehancuran ekonomi sebuah bangsa.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa memahami dampak riba dalam Islam bukan hanya urusan ibadah, tetapi langkah penting untuk menjaga ketertiban dan keselamatan hidup manusia secara menyeluruh.
1. Dampak Riba terhadap Pribadi
Tidak banyak yang menyadari bahwa riba bukan hanya merusak aspek spiritual, tetapi juga kesehatan fisik. Dr. Abdul Aziz Ismail, seorang akademisi kedokteran di Mesir dalam Islam dan Kedokteran Modern, menyebutkan bahwa pelaku riba cenderung memiliki kondisi psikologis yang rentan: tamak, gelisah, dan terlalu terikat pada harta.
Sifat ini membuat sistem saraf bekerja tidak seimbang. Ketika ekonomi bergejolak, para pelaku riba sangat mudah terserang tekanan darah tinggi, gangguan jantung, hingga stroke. Banyak kasus kematian mendadak pada rentenir modern terjadi karena tekanan mental saat menghadapi fluktuasi ekonomi.
Baca juga: Ngeri! Bongkar Riba dari Dalil, Jenis-Jenis, sampai Praktik yang Harus Diwaspadai!
Bahkan dunia perbankan pernah mencatat tragedi. Pada 2011, sebuah bank internasional terbukti melakukan tindakan kekerasan kepada pemegang kartu kredit yang menolak membayar bunga tinggi. Kasus ini sampai dibahas di DPR karena korban ternyata seorang pengurus partai politik. Fenomena ini menunjukkan betapa hilangnya belas kasih pada praktik riba.
2. Dampak Riba terhadap Kehidupan Bermasyarakat
Masyarakat yang sehat ditandai dengan kasih sayang dan saling menolong. Namun, begitu riba merasuki sistem sosial, hubungan antarmanusia berubah.
Mausu’ah Iqtishadiyyah mencatat bahwa riba menjadi faktor kehancuran banyak komunitas terdahulu. Pemberi pinjaman tanpa belas kasih menyita kebun, tanah, hingga kebebasan para peminjam. Mereka kehilangan tempat tinggal dan lahan untuk hidup.
Ketika kondisi sudah sedemikian berat, jalan pintas seperti pencurian, perampokan, dan tindak kriminal lainnya muncul. Rasa aman hilang, ketenteraman berubah menjadi ketakutan. Riba tidak hanya menekan individu, tapi merusak struktur sosial dari akar-akarnya.
3. Dampak Riba terhadap Sumber Daya Manusia
Menurut Ar-Razi, manusia yang terbiasa memperoleh keuntungan dari riba kehilangan semangat untuk bekerja.
Jika seseorang dapat memperoleh keuntungan tanpa usaha dan tanpa risiko, ia akan memilih jalan itu dibanding bekerja, berdagang, atau membangun.
Padahal kemajuan peradaban bertumpu pada kerja keras, kreativitas, dan keberanian mengambil risiko. Ketika SDM melemah, ekonomi negara pun melemah.
4. Dampak Riba terhadap Inflasi
Inflasi adalah naiknya harga barang secara luas yang menyebabkan daya beli uang menurun. Riba memiliki kontribusi besar dalam proses ini.
Ketika produsen meminjam modal berbunga, biaya bunga dimasukkan ke harga barang. Bunga naik, harga ikut naik. Itulah cost-push inflation. Sementara ketika bunga turun, permintaan kredit melonjak. Bank menciptakan uang lebih banyak dari uang riil yang mereka miliki. Akibatnya jumlah uang beredar berlipat, menciptakan demand-pull inflation.
Baca juga: Wasallam! 5 Teori Riba Barat yang Ambyar Kena Kritik Ustadz Erwandi Tarmizi!
Inilah sebab daya beli uang terus menurun dari tahun ke tahun. Secara hakikat, riba menggerus nilai uang secara perlahan namun pasti.
Yang sering tidak terlihat, bunga yang ditarik bank bukan hanya dibayar pengusaha, tetapi ditanggung jutaan konsumen dari kalangan menengah ke bawah. Kerugian tersebar luas, sementara keuntungan hanya terkonsentrasi pada segelintir pihak.
5. Riba Menghambat Pertumbuhan Ekonomi
John Maynard Keynes pernah menegaskan bahwa riba adalah penghalang utama pergerakan modal. Jika bunga dihapuskan, distribusi modal menjadi lebih cepat dan produktif, sehingga ekonomi bertumbuh lebih sehat.
Riba membuat modal “macet” di tangan pemilik uang, sehingga ekonomi berjalan tidak optimal.
6. Riba Menciptakan Kesenjangan Sosial
Dr. Schacht Hjalmar, mantan Direktur Bank Reichs Jerman, menegaskan bahwa riba secara matematis akan membuat harta dunia terkonsentrasi pada segelintir pemilik modal.
Pemberi pinjaman tidak pernah rugi, sementara peminjam selalu berada dalam posisi rentan.
Islam hadir dengan zakat, infak, sedekah, dan pelarangan riba untuk memutus lingkaran setan kesenjangan ini.
7. Riba sebagai Pemicu Krisis Ekonomi Global
Krisis ekonomi global tahun 2008 adalah salah satu bukti paling nyata bahwa riba bukan hanya ancaman moral atau sosial, tetapi ancaman sistemik yang dapat meruntuhkan ekonomi dunia.
Dalam penjelasan Dr. Samir Kantakji dalam bukunya Krisis Ekonomi Global dan Solusi Ekonomi Islam, terdapat rangkaian sebab-akibat yang sangat jelas bagaimana sistem riba menjadi akar runtuhnya sektor finansial internasional.
Tahap 1: Bunga Rendah, Kredit Properti Meledak (2002–2006)
Pada periode 2002 hingga 2006, Federal Reserve Amerika Serikat menurunkan suku bunga hingga titik sangat rendah.
Bunga rendah membuat kredit perumahan tampak murah. Masyarakat berbondong-bondong mengajukan KPR, bahkan yang sebenarnya tidak memiliki kelayakan kredit.
Bank-bank konvensional menerimanya karena mereka mengandalkan skema keuntungan berbasis bunga. Semakin banyak pinjaman yang disalurkan, semakin besar pendapatan bunga yang mereka dapatkan.
Saat yang sama, harga properti meningkat tajam. Orang merasa aman mengambil kredit karena yakin harga rumah akan terus naik. Spekulasi merebak, dan industri properti tumbuh tidak wajar.
Inilah fase awal gelembung properti.
Tahap 2: Bunga Naik Drastis, Harga Properti Jatuh (2006)
Pada tahun 2006, Federal Reserve menaikkan suku bunga secara agresif.
Dampaknya sangat besar:
1. Angsuran KPR naik berkali lipat.
2. Banyak debitur tidak sanggup membayar cicilan.
3. Harga properti mulai jatuh karena penawaran rumah meningkat, sementara pembeli baru menurun drastis.
Kondisi ini menciptakan situasi paradoks:
1. Cicilan membengkak, tapi nilai rumah justru turun.
2. Debitur tidak dapat menjual properti untuk melunasi utang karena nilainya sudah lebih rendah daripada total pinjaman berbunga yang mereka tanggung.
Baca juga: Ini 9 Sinyal Kuat Ekonomi Indonesia Melemah, Jangan Anggap Remeh
Di sinilah kredit macet atau subprime mortgage crisis meledak.
Tahap 3: Institusi Keuangan Runtuh
Bank-bank konvensional sebelumnya telah menggabungkan (sekuritisasi) kredit macet tersebut menjadi produk derivatif yang dijual ke investor global karena dianggap menghasilkan bunga tinggi. Ketika kredit macet meningkat, pasar derivatif runtuh.
Lehman Brothers, salah satu bank investasi terbesar dunia, bangkrut. Bank lain kehilangan likuiditas, dan pasar keuangan dunia lumpuh. Bursa saham Amerika jatuh dalam, diikuti indeks saham global termasuk Asia.
Menurut Dr. Samir Kantakji, seluruh rantai keruntuhan ini memiliki satu sumber utama: mekanisme riba yang membuat ekonomi rentan terhadap shock karena mengandalkan bunga dan spekulasi, bukan sektor riil.
Tahap 4: Dampak Domino ke Seluruh Dunia
Karena institusi keuangan Amerika memiliki peran sentral dalam ekonomi global, krisis langsung menjalar ke negara lain:
1. industri keuangan tertekan
2. investasi asing tertahan
3. harga komoditas turun
4. pengangguran meningkat di banyak negara
Seluruhnya lahir dari satu mekanisme yang sama: kredit berbunga yang menggembungkan ekonomi secara tidak sehat.
Kenapa Bank Syariah Tidak Terkena Dampak Besar?
Dalam laporan Islamic Finance 2009 oleh International Financial Services London, dijelaskan bahwa lembaga keuangan syariah relatif aman dari krisis. Alasannya:
1. bank syariah tidak menggunakan bunga
2. Tidak terlibat dalam kredit berbasis spekulasi
3. Tidak memperjualbelikan produk derivatif yang menjadi biang kerok krisis.
4. Aset mereka berbasis sektor riil, sehingga lebih stabil
Inilah bukti nyata bahwa prinsip tanpa riba memberikan perlindungan sistemik.
Pengakuan Tokoh-Tokoh Barat
Krisis tersebut membuat banyak tokoh Barat memuji sistem keuangan Islam:
1. Boufice Fanson, pemimpin redaksi Challenges Prancis
2. Roland Lasikin dari Law Journal and Finance
3. Vatikan melalui L’Osservatore Romano
Bahkan lebih jauh ke belakang, pada tahun 1930, setelah Great Depression, Mr. Arthur Kinston pernah berkata di hadapan Komite Keuangan Inggris:
“Saya memusuhi riba dalam segala bentuknya. Riba adalah kutukan dunia sejak kemunculannya.” Kata-kata itu bergema kembali di tahun 2008. Karena ketika sistem dunia tumbang, justru prinsip syariah yang berdiri tegak.
Riba bukan hanya persoalan finansial, tetapi sumber kerusakan yang merambat dari akhlak pribadi, hubungan sosial, struktur ekonomi, hingga stabilitas global. Dari kesehatan yang terganggu, masyarakat yang retak, pertumbuhan ekonomi yang terhambat, hingga krisis finansial yang mengguncang dunia, semuanya memperlihatkan bahwa riba membawa dampak negatif yang luas dan nyata.
Karena itu, memahami dan menjauhi riba adalah bagian penting dari upaya menjaga keselamatan hidup, martabat manusia, serta keberlanjutan ekonomi yang adil. Wallahu a’lam bish-shawab.






