berita
3 April 2025
Daya Beli Anjlok! Ekonomi Indonesia di Ujung Tanduk?
Kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih menunjukkan ketahanan meskipun tekanan ekonomi global terus meningkat. Pemerintah, legislatif, dan ekonom menilai bahwa aktivitas ekonomi domestik masih cukup stabil di tengah ketidakpastian yang melanda berbagai negara.
Saat ini, banyak negara menghadapi risiko resesi akibat perang tarif yang dipicu oleh kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat. Tarif bea masuk yang lebih tinggi telah diberlakukan terhadap sejumlah negara mitra dagang seperti Kanada, Meksiko, China, dan Uni Eropa. Mulai 2 April 2025, kebijakan ini diperluas dengan penerapan tarif timbal balik kepada semua mitra dagang AS, termasuk Korea Selatan. Hal ini semakin meningkatkan ketidakpastian ekonomi global.
Probabilitas Resesi Indonesia di Bawah 5%
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa Indonesia tetap berada dalam kondisi ekonomi yang baik. Berdasarkan data Bloomberg pada Februari 2025, probabilitas resesi Indonesia tercatat kurang dari 5%, jauh lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Meksiko (38%), Kanada (35%), dan Amerika Serikat (25%).
Baca juga: Gawat! Dollar AS Melesat ke Rp16.640, Alarm Keras Investasi?
Dengan fondasi ekonomi yang kuat, diversifikasi mitra dagang, serta hilirisasi industri yang terus diperkuat, Indonesia diyakini dapat menjaga stabilitas dan daya saingnya di tengah tantangan global. Pemerintah juga terus berupaya menjaga daya beli masyarakat, terutama dalam menghadapi tekanan ekonomi global yang berpotensi mempengaruhi konsumsi domestik. Namun, munculnya deflasi tahunan menjelang Ramadhan dan Lebaran menjadi perhatian tersendiri.
Deflasi dan Penurunan Impor Barang Konsumsi
Secara historis, periode sebelum Ramadhan dan Lebaran biasanya mengalami peningkatan inflasi akibat meningkatnya konsumsi masyarakat. Namun, pada Februari 2025, terjadi deflasi sebesar 0,09%, yang merupakan pertama kalinya dalam 25 tahun setelah deflasi terakhir pada Maret 2000 sebesar 1,10%.
Deflasi ini juga diiringi oleh penurunan impor barang konsumsi. Total impor barang konsumsi pada Februari 2025 hanya mencapai US$ 1,47 miliar, turun 10,61% dibandingkan Januari 2025 dan merosot 21,05% dibandingkan Februari 2024. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa penurunan impor ini mencerminkan daya beli masyarakat yang melemah. Ketika permintaan barang berkurang, harga-harga pun ikut turun, sehingga impor tidak diperlukan dalam jumlah besar.
Dikutip dari CNBC pada Kamis (27/3/2025), Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, juga menyoroti fenomena ini sebagai indikasi melemahnya daya beli masyarakat. Ia menyebutkan bahwa pendapatan riil masyarakat mengalami penurunan, diperburuk oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri.
Pemerintah Optimistis, Fundamental Ekonomi Masih Kuat
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa deflasi yang terjadi bukanlah tanda krisis ekonomi. Menurutnya, deflasi terjadi akibat penurunan harga yang diatur pemerintah, seperti diskon tarif listrik, pajak tiket pesawat, serta tarif tol.
Sri Mulyani juga menyatakan bahwa sektor manufaktur masih menunjukkan pertumbuhan positif. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tumbuh 4,3% pada 2024, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 2%. Industri alas kaki juga mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 6,8% pada 2024, bahkan ekspor alas kaki Indonesia naik 17% pada awal 2025.
Survei Economic Experts Survey dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menunjukkan bahwa 55% responden menilai kondisi ekonomi saat ini lebih buruk dibandingkan tiga bulan sebelumnya. Meski demikian, tidak ada indikasi bahwa kontraksi ekonomi akan semakin dalam.
Dikutip dari CNBC pada Kamis (27/3/2025), Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, memastikan bahwa fundamental ekonomi Indonesia tetap terjaga dengan baik. Ia menegaskan bahwa integrasi kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan pemerintah, Bank Indonesia, dan Bappenas akan terus diperkuat guna mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
Peluang Investasi di Tengah Dinamika Ekonomi
Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia masih menunjukkan daya tahan yang cukup kuat. Meskipun beberapa indikator seperti deflasi dan penurunan daya beli masyarakat menjadi perhatian, pemerintah optimistis bahwa fundamental ekonomi tetap solid.
Dengan langkah-langkah strategis dalam menjaga daya beli, meningkatkan hilirisasi, serta memperkuat integrasi kebijakan ekonomi, Indonesia diyakini dapat menghadapi tantangan ekonomi global dan menjaga pertumbuhan di masa mendatang.
Baca juga: Tabungan Warga RI Kritis! THR Cuma Jadi Angin Lalu?
Bagi para investor, kondisi ini menjadi momen yang tepat untuk mencari peluang investasi yang lebih stabil dan sesuai dengan prinsip keuangan syariah. LBS Urun Dana hadir sebagai platform pendanaan syariah yang menghubungkan investor dengan bisnis potensial yang berdaya saing.
Berinvestasi melalui LBS Urun Dana, Anda tidak hanya memperoleh manfaat finansial, tetapi juga berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi berbasis keadilan dan keberkahan. Investasi halal sekarang untuk raih keberkahan yang menguntungkan!