berita
12 Maret 2025
Oke Gas! Rupiah Diprediksi Menguat, Bisa Tembus Rp15.000/US$
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan penguatan yang impresif dalam beberapa hari terakhir. Tren apresiasi ini membuka peluang bagi rupiah untuk semakin menguat ke level yang lebih stabil.
Menurut data Refinitiv, pada awal perdagangan 6 Maret 2025, harga dollar saat ini berada di Rp16.250/US$, yang merupakan posisi terkuat sejak 17 Februari 2025 atau dalam kurun waktu dua minggu terakhir. Dalam empat hari terakhir, rupiah telah menguat sebesar Rp325/US$.
Menariknya, rupiah mengalami lonjakan signifikan karena dalam empat hari saja, mata uang ini menguat lebih dari 300 poin, dari Rp16.575/US$ pada 28 Februari 2025 menjadi Rp16.250/US$ pada 6 Maret 2025.
Baca juga: Gawat, Ekonomi Global Bergejolak! Ini 7 Tips Agar Bisnis Tetap Bertahan
Dikutip dari CNBC pada Rabu (12/3/2025), apresiasi rupiah tidak terlepas dari melemahnya indeks dolar AS (DXY), yang sejak 3 Maret 2025 mengalami tekanan. Pada 5 Maret 2025, DXY tercatat di level 104,3—posisi terendah dalam empat bulan terakhir sejak 5 November 2024.
Menurut para analis, pelemahan harga dollar saat ini disebabkan oleh beberapa faktor utama, termasuk kebijakan ekonomi AS yang kurang stabil dan berbagai indikator yang menunjukkan potensi pelemahan ekonomi negara tersebut.
Sinyal Buruk Ekonomi AS
Sejumlah indikator mengisyaratkan bahwa ekonomi AS tengah menghadapi tantangan besar usai dilantiknya Donald Trump terpilih kembali menjadi Presiden Amerika Serikat. Berikut beberapa tanda yang menunjukkan potensi perlambatan ekonomi AS yang membuat harga dollar melemah:
1. Proyeksi PDB AS Kuartal I-2025 yang Menurun
Model GDPNow dari Federal Reserve Atlanta memperkirakan PDB AS akan mengalami kontraksi sebesar 2,8% pada kuartal pertama 2025. Sebelumnya, proyeksi pertumbuhan masih berada di angka 2,3%. Perubahan drastis ini terjadi setelah belanja konsumen menurun tajam, sebagaimana dilaporkan dalam Personal Consumption Expenditures (PCE) bulan Januari. Dengan belanja konsumen menyumbang sekitar dua pertiga dari ekonomi AS, penurunan ini berpotensi berdampak besar pada PDB.
2. Kurva Imbal Hasil Terbalik
Imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun turun di bawah obligasi tenor 3 bulan, menciptakan "inverted yield curve" atau kurva imbal hasil terbalik. Fenomena ini sering kali menjadi indikasi kuat akan terjadinya resesi dalam 12 hingga 18 bulan ke depan. Federal Reserve New York bahkan menganggapnya sebagai indikator yang sangat andal dalam memprediksi resesi.
3. Inflasi AS yang Kian Meningkat
Inflasi tahunan di AS naik menjadi 3% pada Januari 2025, dibandingkan dengan 2,9% pada Desember 2024. Inflasi inti juga meningkat menjadi 3,3%, melebihi ekspektasi pasar yang memprediksi penurunan ke 3,1%. Dengan inflasi yang tinggi, bank sentral AS (The Fed) kemungkinan besar akan kesulitan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat, yang berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
Baca juga: Ekonomi Indonesia 2024 Tumbuh 5,03%, Sukses Kalahkan Raksasa China!
DXY Melemah, Harga Dollar Tertekan
Faktor lainnya tekanan terhadap DXY semakin besar karena beberapa kebijakan kontroversial dari Presiden AS Donald Trump. Menurut para ekonom, pelemahan harga dollar saat ini terjadi akibat kebijakan tarif yang diterapkan terhadap China, Kanada, dan Meksiko.
Seorang ekonom dari Bank Danamon menjelaskan bahwa dolar AS terus melemah hingga ke level 104 akibat ketidakpastian kebijakan tarif Trump. Sementara itu, analis dari BCA menambahkan bahwa kekhawatiran resesi di AS membuat dolar AS semakin terkoreksi.
Selain itu, Chief FX Strategist Sumitomo Mitsui Banking Corp., Hirofumi Suzuki, mengatakan bahwa peningkatan belanja pertahanan Jerman turut menyebabkan pelemahan dolar AS. Pelemahan harga dollar saat ini juga dipicu oleh aksi jual dolar yang dilakukan investor global, dengan rupiah menjadi salah satu mata uang yang mendapatkan keuntungan dari situasi ini.
Menurut Hirofumi, tren pelemahan dolar AS kemungkinan masih akan berlanjut dalam beberapa waktu ke depan. Jika tren ini terus terjadi, nilai tukar rupiah berpotensi turun di bawah Rp16.000/US$ dalam beberapa bulan mendatang.
Harga Dollar Diprediksi Tembus Rp15.000
Beberapa lembaga keuangan telah merilis prediksi mereka mengenai pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS:
- Sucor Sekuritas: Rp15.000 per US$ pada akhir tahun.
- Sumitomo Mitsui Banking Corp.: Rp15.700 - Rp15.800 dalam jangka pendek.
- IPOT Sekuritas: Rp16.000 berdasarkan hitungan standar deviasi.
- Bank Central Asia (BCA): Rp16.100 dalam jangka pendek.
- Mirae Asset Sekuritas Indonesia: Rp16.100 - Rp16.200 dalam jangka menengah.
- Bank Danamon: Rp16.270 dengan kemungkinan menembus support level.
Dengan semakin melemahnya harga dollar saat ini akibat faktor ekonomi dan kebijakan AS, rupiah memiliki peluang besar untuk terus menguat. Namun, investor dan pelaku pasar tetap perlu mencermati perkembangan global guna mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar di masa mendatang.
Baca juga: Error! Dolar AS Sempat Sentuh Rp 8.170 dan Pengaruhnya Bagi Investasi
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, investasi berbasis syariah dapat menjadi pilihan yang lebih stabil dan menguntungkan. LBS Urun Dana menawarkan solusi pendanaan dan investasi yang sesuai dengan prinsip Islam memberikan peluang bagi investor untuk memperoleh imbal hasil yang halal dan berkelanjutan.
Melalui LBS Urun Dana, investor dapat berpartisipasi dalam pertumbuhan bisnis UKM yang berpotensi berkembang di tengah pelemahan dolar dan penguatan rupiah!