berita
8 Oktober 2025
Waswas! Gara-Gara Bayar Utang, Cadangan Devisa Indonesia Ambles US$2 Miliar
Cadangan devisa Indonesia kembali menurun pada akhir September 2025. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi devisa Indonesia hanya sebesar US$148,7 miliar, turun US$2 miliar dibandingkan Agustus 2025 yang mencapai US$150,7 miliar.
Penurunan ini tidak bisa dianggap sepele. BI menjelaskan bahwa turunnya devisa terjadi karena pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah di tengah ketidakpastian pasar global yang masih tinggi.
Penurunan cadangan devisa Indonesia sebenarnya sudah terjadi sejak Agustus 2025. Saat itu, posisi devisa tercatat sebesar US$150,7 miliar, turun dari US$152 miliar pada Juli. Artinya, dalam dua bulan terakhir, devisa Indonesia telah berkurang total sekitar US$3,3 miliar.
Baca juga: Aje Gile! 3 Penyebab Cadangan Devisa RI Nyusut, Utang Jadi Biang Kerok?
Faktor penyebabnya tetap sama, yaitu pembayaran utang luar negeri dan intervensi stabilisasi Rupiah. Jika tren ini berlanjut, maka pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam menambah pinjaman baru agar tidak memperdalam tekanan terhadap cadangan devisa.
Dengan posisi tersebut, cadangan devisa Indonesia kini hanya mampu membiayai 6,2 bulan impor atau 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Meski masih di atas standar internasional sekitar 3 bulan impor, tren penurunan ini menunjukkan bahwa utang Indonesia 2025 mulai memberi tekanan nyata pada ketahanan ekonomi nasional.
Devisa: Penopang Ekonomi yang Tergerus Utang
Dalam sistem ekonomi, fungsi devisa adalah sebagai cadangan untuk membayar impor, melunasi utang luar negeri, serta menjaga stabilitas nilai tukar mata uang. Ketika pembayaran utang meningkat, devisa yang seharusnya digunakan untuk mendukung ekspor dan pertumbuhan ekonomi justru tersedot ke luar negeri.
Setiap kali jatuh tempo pembayaran utang, cadangan devisa Indonesia berkurang dan memaksa Bank Indonesia melakukan intervensi untuk menahan pelemahan Rupiah. Kondisi ini membuat ruang kebijakan moneter semakin terbatas dan rentan terhadap gejolak global.
Meski menurun, Bank Indonesia tetap menilai cadangan devisa Indonesia masih cukup kuat.
Baca juga: Boom! 5 Arah Ekonomi Pasca Reshuffle Kabinet yang Bikin Investor Kalang Kabut!
“Cadangan devisa ini tetap memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso sebagaimana dikutip dari Detik Finance pada Rabu (8/10/2025).
BI juga optimistis ketahanan eksternal Indonesia akan tetap terjaga berkat prospek ekspor yang positif, surplus neraca transaksi modal dan finansial, serta minat investor asing yang masih tinggi terhadap imbal hasil di Indonesia.
Perlu Strategi Baru untuk Lindungi Devisa Negara
Namun ke depan, pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam menambah pinjaman baru. Ketergantungan berlebih pada utang luar negeri bisa memperdalam tekanan terhadap cadangan devisa.
Fungsi devisa seharusnya adalah melindungi perekonomian dari guncangan eksternal, bukan menambal defisit akibat pembiayaan utang. Untuk menjaga ketahanannya, strategi yang perlu diperkuat meliputi:
a. Meningkatkan ekspor bernilai tambah, terutama dari sektor manufaktur dan produk halal.
b. Mendorong investasi produktif dalam negeri, bukan hanya berbasis konsumsi.
c. Mengendalikan impor barang konsumtif, agar aliran devisa tidak terus keluar.
Semakin besar utang Indonesia 2025, semakin besar pula tekanan terhadap devisa akibat kewajiban pembayaran bunga dan pokok pinjaman.
Turunnya cadangan devisa sebesar US$2 miliar pada September 2025 menjadi sinyal bahwa ketergantungan terhadap utang luar negeri mulai berdampak nyata. Pemerintah dan BI perlu memperkuat sinergi dalam menjaga stabilitas ekonomi serta mengelola utang dengan lebih bijak.
Karena pada akhirnya, fungsi devisa adalah menjaga kemandirian ekonomi nasional. Jika pengelolaan utang tidak dilakukan secara hati-hati, justru devisa yang seharusnya menjadi penopang akan berubah menjadi sumber kerentanan bagi masa depan ekonomi Indonesia.