artikel
28 September 2025
Beuh Ngeri! Ustadz Erwandi Tarmizi “Bongkar” Hukum Lomba Beserta Hadiahnya
Perlombaan dan kompetisi sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, baik dalam bidang agama, olahraga, maupun hiburan. Islam sebagai agama yang sempurna tentu memberikan panduan agar setiap aktivitas tetap berada dalam koridor syariat. Termasuk dalam hal ini adalah hukum perlombaan dan hadiah yang diberikan kepada para pemenang. Bagaimana fikih Islam memandang hadiah lomba Islami, olahraga, hingga lomba promosi di pusat perbelanjaan? Mari kita simak kembali pandangan Pakar Fikih Muamalah Kontemporer Ustadz, Dr. Erwandi Tarmizi, MA melalui bukunya Harta Haram: Muamalat Kontemporer (2021).
Hukum Hadiah Perlombaan Islami
Di berbagai kesempatan, sering kita temui lomba bertema Islami seperti lomba adzan, hafalan Al-Qur’an, qira’atul Qur’an, dan sejenisnya. Biasanya, lomba tersebut diadakan oleh lembaga, masjid, sekolah, atau bahkan perorangan, dengan hadiah tertentu bagi para pemenang. Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya hukum menerima hadiah dari perlombaan semacam ini?
Menurut Fatwa Dewan Ulama Besar Kerajaan Arab Saudi No. 6498, ketika ditanya mengenai hukum mendapatkan hadiah dari lomba Al-Qur’an, jawabannya adalah:
“Boleh menerima hadiah yang diberikan oleh lembaga atau donatur yang peduli terhadap Al-Qur’an.”
Fatwa ini juga dikuatkan oleh Fatwa No. 5966, yang menegaskan:
“Boleh menerima hadiah yang disediakan oleh pemerintah maupun donatur dalam perlombaan kegiatan keagamaan, meskipun berhadiah uang tunai dalam jumlah besar. Sebab perlombaan semacam ini mendorong umat untuk menuntut ilmu agama dan menghafal Al-Qur’an.”
Baca juga: Hadeuh! 5 Cara Jauhi Gharar dan Maysir, Pengen Untung Instan Malah Duit Melayang!
Dengan demikian, hadiah perlombaan Islami hukumnya boleh selama sumber hadiah berasal dari lembaga, pemerintah, atau donatur yang bertujuan mendukung syiar Islam, bukan dari praktik yang mengandung riba, judi, atau hal yang diharamkan.
Hukum Perlombaan Olahraga: Jenis Olahraga dan Hadiahnya
Dalam fikih Islam, perlombaan yang secara jelas diperbolehkan adalah pacu kuda, pacu unta, dan memanah. Hal ini disebutkan dalam beberapa hadits Nabi ﷺ. Namun bagaimana dengan jenis olahraga lain yang berkembang saat ini?
Para ulama menjelaskan bahwa perlombaan olahraga lain pada dasarnya boleh, dengan beberapa syarat:
1. Olahraga Bermanfaat untuk Tubuh dan Pikiran
Selama olahraga itu memberikan manfaat, baik untuk kebugaran tubuh maupun penyegaran pikiran, maka ia tidak dianggap sebagai hal yang sia-sia. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Segala hal permainan adalah batil, kecuali permainan memanah, melatih kuda, bercanda dengan anak dan istri, maka hal itu tidak termasuk hal yang batil.” (HR. Ahmad, sanadnya dihasankan oleh Arnauth)
Kata batil dalam hadits tersebut dimaknai sebagai sesuatu yang tidak berguna. Adapun permainan yang bermanfaat, tidak termasuk batil.
2. Tidak Menjadi Kebiasaan Berlebihan
Olahraga hanya boleh dilakukan sebagai selingan atau penyegar aktivitas. Jika sampai menjadi kebiasaan yang berlebihan sehingga menimbulkan ketergantungan, melalaikan ibadah, pekerjaan, atau kewajiban keluarga, maka hukumnya tidak dibenarkan.
3. Tidak Ada Hadiah dari Pihak Manapun
Inilah poin penting. Pemenang lomba olahraga tidak boleh menerima hadiah dari peserta lain maupun penyelenggara, karena hal itu mengandung unsur maysir (perjudian). Haramnya hadiah ini berlaku meskipun pemberi dan penerima sama-sama rela. Kerelaan hanya berlaku dalam muamalat yang tidak dilarang.
Perbedaan Pendapat Ulama
a. Pendapat Pertama: Ulama dari seluruh mazhab Hanafi, Syafi’i, Hanbali, dan mayoritas Maliki menegaskan bahwa hadiah dalam perlombaan olahraga (selain pacu kuda, pacu unta, dan memanah) hukumnya haram.
b. Pendapat Kedua: Sebagian ulama Maliki membolehkan hadiah jika datang dari pihak ketiga yang tidak ikut lomba.
Baca juga: Hayoloh! Ternyata Gak Semua Hadiah Lomba Halal, Catet Rambu-rambunya!
Namun, mayoritas ulama menilai pendapat pertama lebih kuat dan relevan hingga sekarang. Fenomena di zaman modern menunjukkan bahwa olahraga sering dijadikan sumber hadiah dan honor yang sangat besar. Akibatnya, profesi atlet lebih diminati dibandingkan profesi ilmuwan atau ustadz. Padahal, dalam timbangan syariat, ilmu dan dakwah memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan hiburan dan permainan.
Hukum Olahraga Modern dalam Pandangan Ulama
Olahraga di era modern semakin berkembang pesat dengan adanya berbagai kompetisi, baik nasional maupun internasional. Cabang olahraga seperti sepak bola, bola basket, voli, hingga atletik pada dasarnya merupakan olahraga ketangkasan yang tidak dimaksudkan untuk menyakiti lawan. Namun, para ulama memberikan pandangan yang berbeda mengenai hukumnya.
Pendapat Pertama: Hukumnya Haram
Sebagian ulama kontemporer menilai olahraga jenis ini haram karena sering disertai hal-hal yang dilarang syariat. Misalnya:
a. Pakaian pemain tidak sesuai syariat,
b. Potensi pengaturan skor (match fixing),
c. Praktik perjudian (judi bola),
d. Melalaikan kewajiban seperti shalat,
e. Atau hal-hal batil lainnya.
Karena itu, mereka berpendapat olahraga tersebut masuk dalam kategori maysir (perjudian) dan tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua: Hukumnya Boleh dengan Syarat
Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi memberikan pandangan lebih moderat. Dalam Fatwa No. 3323, mereka menjawab pertanyaan tentang hukum olahraga sepak bola:
“Permainan yang bukan termasuk ketangkasan berjihad, seperti sepak bola, tidak boleh dilakukan jika pemenangnya mendapatkan hadiah. Namun, jika tidak ada hadiah dari pihak manapun, tidak melalaikan kewajiban, tidak menimbulkan hal yang diharamkan, dan tidak membahayakan pemain, maka hukumnya boleh. Tetapi bila syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka hukumnya haram.”
Dengan demikian, olahraga modern seperti sepak bola, basket, atau voli pada dasarnya mubah (boleh) selama memenuhi syarat:
a. Tidak disertai praktik haram,
b. Tidak melalaikan kewajiban agama,
c. Tidak ada hadiah yang menjurus pada maysir,
d. Tidak menimbulkan mudarat bagi pemain.
Namun jika syarat-syarat tersebut dilanggar, maka hukum olahraga tersebut bisa jatuh pada kategori haram.
Hukum Perlombaan di Pusat Perbelanjaan
Banyak pusat perbelanjaan mengadakan lomba sebagai bagian dari promosi, namun seringkali dengan syarat peserta harus berbelanja dengan nominal tertentu. Para ulama kontemporer sepakat bahwa hukum mengikuti lomba semacam ini adalah haram, apabila pihak penyelenggara mensyaratkan pembelian produk tertentu. Hal ini termasuk dalam kategori qimār (perjudian) dan gharār (ketidakjelasan).
Ketentuan ini juga dipertegas oleh Majma’ al-Fiqh al-Islami (Divisi Fikih OKI) dalam keputusan No. 127 tahun 2003.
Hukum ini dapat dianalogikan dengan lomba yang diselenggarakan oleh stasiun televisi atau radio, di mana peserta harus menelepon ke nomor tertentu dengan biaya pulsa lebih tinggi dari tarif normal. Hadiah yang diberikan sejatinya berasal dari selisih biaya pulsa premium tersebut, sehingga termasuk praktik perjudian.
Baca juga: Ups Khilaf! Penjelasan Ustadz Erwandi Soal Hadiah, Lebih Baik Terima atau Tolak?
Dari berbagai penjelasan ulama dan fatwa yang ada, dapat disimpulkan bahwa hukum perlombaan dalam Islam sangat bergantung pada jenis lomba, tujuan, serta sumber hadiah. Perlombaan Islami yang mendukung syiar agama dan didanai pihak ketiga diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Sementara lomba olahraga boleh selama tidak melalaikan kewajiban, tidak disertai praktik haram, serta tidak ada hadiah yang mengandung unsur perjudian.
Adapun lomba promosi yang mewajibkan pembelian produk tertentu jelas termasuk dalam kategori haram. Dengan demikian, seorang Muslim hendaknya berhati-hati dalam memilih lomba yang diikuti, agar aktivitas yang tampak sepele sekalipun tidak terjerumus dalam perkara yang diharamkan syariat.