artikel
12 Juni 2025
Bocorin! Jurus Cuan Zubair bin Awwam, Sang Pionir Investasi Syariah Modern
Kisah para sahabat Nabi ﷺ bukan hanya tentang keberanian di medan perang, tetapi juga tentang keunggulan mereka dalam membangun peradaban termasuk dalam hal ekonomi dan bisnis.
Di antara mereka, ada satu nama yang mencerminkan kekuatan integritas, kejernihan visi, dan kecerdasan finansial: Zubair bin Awwam. Ia adalah sahabat Nabi kaya, sukses secara materi, dan tetap memegang teguh nilai amanah dalam bisnis.
Kisahnya bukan sekadar sejarah, tapi juga kisah inspiratif sahabat Nabi yang hidup hingga kini relevan bagi siapa pun yang ingin menapaki jalan investasi syariah yang adil, berkah, dan bertanggung jawab. Inilah teladan bisnis Islam yang layak dijadikan cermin dalam kehidupan finansial masa kini.
Siapa Zubair bin Awwam?
Zubair bin Awwam adalah salah satu dari sepuluh sahabat Nabi ﷺ yang dijamin masuk surga. Ia lahir di kota Makkah pada tahun 594 M, tepatnya 28 tahun sebelum Hijrah. Ayahnya bernama Awwam bin Khuwaylid, dan ibunya adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib, yang juga merupakan bibi dari Rasulullah ﷺ. Artinya, Zubair adalah sepupu langsung Nabi Muhammad ﷺ dari jalur ibu.
Sejak usia muda, Zubair telah memeluk Islam menjadi bagian dari generasi awal (as-sabiqun al-awwalun) yang memeluk ajaran tauhid meskipun harus menghadapi tekanan berat dari Quraisy. Ia dikenal sebagai pribadi yang pemberani, tegas, dan setia dalam perjuangan Islam, bahkan menjadi salah satu panglima penting dalam berbagai pertempuran besar.
Baca juga: Panutan! Ini Rahasia Keberanian dan Kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah!
Namun di balik keberaniannya di medan perang, Zubair juga dikenal sebagai pemimpin yang cerdas secara ekonomi. Ia membangun reputasi sebagai sahabat Nabi kaya yang sukses bukan karena warisan, tetapi melalui kerja keras, kecermatan dalam bisnis, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai tanggung jawab finansial dalam Islam.
Strategi Bisnis Zubair bin Awwam
Selain dikenal sebagai pejuang, Zubair bin Awwam juga merupakan sosok sahabat Nabi kaya yang sukses secara finansial. Zubair memiliki aset berupa tanah di Ghabah, 11 rumah di Madinah, serta rumah-rumah di Basra, Kufah, dan Mesir dengan total estimasi nilai 57,6 juta dirham atau Rp3,5 triliun.
Kekayaannya berasal dari berbagai sumber seperti perdagangan, kepemilikan properti (tanah), serta investasi produktif yang dikelola dengan penuh amanah dan kecermatan. Menariknya, ia tidak bergantung pada utang konsumtif, melainkan membangun reputasi sebagai pengelola dana yang dipercaya banyak orang.
Banyak sahabat dan masyarakat menitipkan modal kepadanya, bukan karena jaminan untung, melainkan karena kepercayaan pada tanggung jawab finansial dalam Islam yang dijunjung tinggi oleh Zubair. Ia mengelola harta titipan itu dengan prinsip mudharabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pengelola usaha dengan sistem bagi hasil yang adil tanpa riba dan tanpa janji keuntungan tetap.
Model ini bukan hanya mencerminkan bisnis ala Rasulullah ﷺ, tetapi juga menjadi cikal bakal dari sistem investasi syariah modern. Prinsip dasar seperti kejelasan akad, transparansi, amanah, dan keadilan dalam pembagian hasil menjadi fondasi utama dalam banyak skema pembiayaan syariah saat ini, termasuk dalam konsep urun dana syariah.
Dengan kata lain, apa yang dijalankan Zubair lebih dari sekadar bisnis. Ia sedang membangun sistem ekonomi Islam yang beretika, kolaboratif, dan mensejahterakan umat.
5 Pelajaran dari Teladan Bisnis Zubair bin Awwam
Kisah Zubair bin Awwam tak hanya menginspirasi dari sisi keberanian, tapi juga dari cara beliau mengelola harta dengan amanah dan etika. Dalam praktik bisnisnya, kita bisa melihat nilai-nilai Islam yang kuat mulai dari kejujuran hingga tanggung jawab sosial.
Berikut adalah 5 pelajaran penting dari teladan bisnis Islam Zubair bin Awwam yang tetap relevan, bahkan dalam konteks investasi syariah modern saat ini.
1. Bisnis halal dan produktif itu mulia
Zubair bin Awwam tidak membangun kekayaan dengan cara instan atau manipulatif. Ia memilih jalur perdagangan, investasi produktif, dan pengelolaan aset secara halal. Modal yang ia miliki tidak hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi umat. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, kekayaan bukan sesuatu yang harus dihindari, tetapi harus digunakan untuk kemaslahatan jika diperoleh dengan cara yang benar.
2. Amanah dalam bisnis adalah prinsip utama
Salah satu hal paling menonjol dari Zubair adalah reputasinya sebagai sosok yang sangat bisa dipercaya. Banyak orang menitipkan uang kepadanya tanpa kontrak tertulis, hanya berdasarkan kepercayaan dan akhlak.
Bahkan setelah wafat, ia tetap memastikan seluruh amanah tertunaikan melalui warisan yang ia kelola dengan penuh tanggung jawab. Ini mengajarkan bahwa dalam Islam, etika lebih utama dari legalitas formal, dan kepercayaan adalah aset terbesar dalam bisnis.
3. Transparansi dan kejujuran dalam setiap transaksi
Zubair menjalankan bisnisnya dengan prinsip kejelasan akad dan keterbukaan informasi. Tidak ada transaksi terselubung, tidak ada janji yang tak bisa ditepati. Hal ini sejalan dengan prinsip muamalah dalam Islam yang melarang gharar (ketidakjelasan) dan mendorong semua pihak untuk saling mengetahui hak dan kewajibannya. Kejujuran bukan hanya nilai moral, tapi juga pondasi keberlanjutan bisnis.
Baca juga: Super Dermawan! Bongkar Rahasia Bisnis dan Keimanan Utsman Bin Affan
4. Menjauhi riba dan utang konsumtif
Zubair memilih investasi produktif ketimbang berutang. Ia tidak mencari keuntungan melalui bunga atau spekulasi, melainkan melalui usaha nyata dan berbasis bagi hasil. Pendekatan ini menjadi dasar dari sistem investasi syariah hari ini, di mana keuntungan berasal dari aktivitas ekonomi riil, bukan dari penumpukan utang. Ia membuktikan bahwa hidup tanpa riba bukan hanya mungkin, tapi juga berkah dan berkelanjutan.
5. Warisan adalah bentuk tanggung jawab, bukan beban
Zubair tidak mewariskan kekayaan finansial kepada anak-anaknya. Sebaliknya, ia meninggalkan sistem yang terstruktur dan cukup kuat untuk melunasi semua amanah, bahkan menyisakan kelebihan. Ini menjadi pelajaran penting bahwa perencanaan warisan dalam Islam bukan hanya soal harta, tapi soal tanggung jawab dan kejelasan. Seorang Muslim seharusnya menyiapkan harta bukan untuk diperebutkan, tapi untuk diteruskan dalam kebaikan.
Akhir Kisah Zubair bin Awwam
Ketika Zubair bin Awwam wafat pada tahun 36 H (656 M), banyak orang datang menagih apa yang mereka sebut sebagai "utang." Namun sebenarnya, itu bukan utang dalam arti pinjaman, melainkan uang titipan yang mereka percayakan kepada Zubair selama hidupnya. Kepercayaan mereka bukan tanpa alasan, karena Zubair dikenal sebagai pribadi yang amanah dan sangat berhati-hati dalam menjaga harta orang lain.
Yang luar biasa, harta warisan yang ditinggalkannya tidak hanya cukup, tetapi bahkan lebih dari cukup untuk melunasi seluruh titipan tersebut. Ini menjadi bukti nyata keberhasilannya dalam menjalankan amanah dalam bisnis dan menerapkan tanggung jawab finansial dalam Islam. Ia merencanakan keuangan dengan matang, menyimpan catatan dengan jujur, dan menjadikan pemuliaan amanah sebagai prinsip utama dalam hidupnya.
Baca juga: Teladan! Ini Kiprah Bisnis dan Politik Khalifah Ali bin Abi Thalib
Nilai-nilai bisnis Zubair bin Awwam seperti kerja sama modal, bagi hasil yang adil, transparansi, dan amanah menjadi dasar praktik syirkah dan mudharabah. Prinsip ini kini hadir kembali lewat platform urun dana, di mana investor dan pelaku usaha saling membangun kepercayaan. Inilah warisan bisnis ala Rasulullah ﷺ yang terus relevan.
Zubair menunjukkan bahwa kekayaan bisa jadi jalan keberkahan jika dikelola dengan amanah. Ia menjadikan harta sebagai sarana memberi manfaat, bukan sekadar kepemilikan pribadi.
Kini saatnya meneladani semangat itu. Mulailah investasi di LBS Urun Dana. Investasi halal, di sektor produktif dan berkah.