artikel
20 Mei 2025
Teladan! Ini Kiprah Bisnis dan Politik Khalifah Ali bin Abi Thalib
Di tengah hiruk-pikuk dunia bisnis saat ini, Anda mungkin bertanya: mungkinkah menjalani usaha dengan cara yang jujur, bersih dan tetap sukses? Sosok Ali bin Abi Thalib, sahabat Nabi ﷺ sekaligus khalifah keempat Islam, menawarkan jawaban dari kisah masa lalunya yang tetap relevan hingga sekarang.
Meski hidup dalam kesederhanaan, Ali membuktikan bahwa nilai integritas, kerja keras, dan keberpihakan pada rakyat bisa menjadi fondasi ekonomi yang kokoh. Kisahnya bukan sekadar sejarah, tapi pelajaran penting bagi siapa pun yang ingin menjadikan bisnis sebagai jalan menuju keberkahan dan keadilan.
Lahir dari Keluarga Sederhana dan Bertakwa
Ali bin Abi Thalib lahir pada tanggal 13 Rajab tahun 23 sebelum Hijriyah, bertepatan dengan sekitar 17 Maret 599 M di Kota Mekkah dari keluarga Bani Hasyim. Meski berasal dari klan terhormat, keluarganya hidup dalam kesederhanaan. Ketika ekonomi Abu Thalib melemah, Nabi Muhammad ﷺ mengambil Ali kecil untuk diasuh sendiri.
Dari sinilah etos kerja dan nilai tanggung jawab Ali mulai tumbuh. Tinggal bersama Rasulullah ﷺ tidak hanya membentuk karakternya, tetapi juga menanamkan kesadaran bahwa harta adalah amanah, bukan tujuan.
Menikah dengan Puteri Rasulullah ﷺ
Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad ﷺ, pada tahun 1 Hijriyah (622 M) tak lama setelah hijrah ke Madinah. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai 5 orang anak: Hasan, Husain, Zainab, Ummu Kultsum, dan Muhsin (yang meninggal saat masih kecil).
Pernikahan ini tidak hanya menjadi ikatan keluarga antara Ali dan Rasulullah, tetapi juga simbol cinta, kesabaran, dan kerja sama dalam membangun rumah tangga Islami yang penuh keberkahan. Ali menikah dengan Fatimah Az-Zahra, putri Nabi. Pernikahan ini adalah perpaduan cinta dan perjuangan.
Baca juga: Meneladani Kesuksesan Bisnis Abu Bakar as-Siddiq yang Penuh Keberkahan
Fatimah menggiling gandum hingga tangannya kasar, Ali memikul air dan bekerja hingga punggungnya terasa sakit. Ini menggambarkan bagaimana rumah tangga mereka dibangun bukan di atas kekayaan, tetapi ketekunan dan keikhlasan.
Pengusaha Tangguh dan Amanah
Ali bin Abi Thalib sejatinya adalah seorang pengusaha dalam makna yang lebih luas dan mendalam. Ia menjalankan usaha dengan tenaga, pikiran, dan integritas tinggi. Ali fokus pada kerja nyata: menggali sumur, mengelola lahan, dan mendistribusikan hasilnya kepada masyarakat. Ali adalah contoh wirausahawan yang tidak hanya mencari keuntungan, tetapi menjadikan aktivitas ekonominya sebagai jalan memberi manfaat untuk umat.
Meskipun bukan pebisnis besar seperti Utsman bin Affan, Ali menunjukkan bahwa keberhasilan usaha tidak selalu diukur dari skala bisnis, melainkan dari nilai-nilai yang ditanamkan.
Saat Nabi Muhammad ﷺ berhijrah ke Madinah, Ali diberi amanah mengembalikan barang-barang titipan masyarakat Quraisy tugas yang hanya bisa dipercayakan kepada orang yang sangat jujur dan bertanggung jawab.
Ali juga pernah bekerja kepada seorang Yahudi dengan bayaran berupa beberapa butir kurma. Meski hasilnya sederhana, ia tetap menyedekahkan sebagian darinya. Ia tidak hanya bekerja untuk hidup, tetapi menjadikan kerja sebagai bentuk kontribusi sosial. Dari sini kita belajar bahwa Ali bukan hanya sahabat Nabi ﷺ dan pemimpin politik, tapi juga seorang pengusaha yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebermanfaatan ekonomi.
Sepak Terjang Khalifah Ali bin Abi Thalib
Ali diangkat menjadi khalifah pada tahun 35 Hijriyah (656 M), setelah terbunuhnya Utsman bin Affan. Masa kekhalifahannya berlangsung selama 5 tahun yang penuh tantangan politik dan sosial.
Meski demikian Ali bin Abi Thalib tak hanya fokus pada urusan politik dan hukum. Ia memahami bahwa pembangunan fisik adalah bagian penting dari kesejahteraan umat. Salah satu kontribusi besarnya adalah membangun infrastruktur jangka panjang yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
1. Pembangunan Sumur Air Bersih
Ali memprakarsai penggalian sumur-sumur air bersih, membuka lahan pertanian, dan menciptakan akses air yang merata di wilayah kekuasaannya. Proyek-proyek ini bukan sekadar solusi sementara, tapi warisan ekonomi nyata yang manfaatnya terasa hingga generasi berikutnya.
Hingga hari ini, lokasi Abyar Ali di Madinah tetap dikenal umat Islam sebagai miqat haji menandakan bahwa infrastruktur yang dibangun Ali bukan hanya relevan secara ekonomi, tetapi juga spiritual. Ia memperlihatkan bahwa pembangunan fisik, jika dilakukan dengan niat tulus, bisa menjadi bagian dari investasi akhirat.
2. Sistem Pajak Berkeadilan dan Perlindungan Petani
Ali memahami bahwa produktivitas adalah kunci. Ia menganjurkan pembangunan lahan pertanian sebelum menarik pajak besar. Suratnya kepada Malik al-Asytar menegaskan pentingnya menyejahterakan petani.
Dalam pandangannya, jika tanah makmur, rakyat makmur, dan negara pun stabil. Ini adalah prinsip ekonomi berkelanjutan yang mengutamakan akar masalah.
3. Pasar Bersih, Harga Wajar
Ali turun langsung ke pasar untuk memastikan tidak ada monopoli, manipulasi harga, atau penimbunan barang. Ia membela konsumen dan pedagang kecil, memastikan takaran adil dan barang berkualitas. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pengawasan pasar bukan sekadar teknis, tetapi bagian dari jihad ekonomi.
4. Anti-Korupsi
Ketika menjadi khalifah, gaya hidup Ali tidak berubah. Ia menolak privilese, tetap memakai pakaian tambalan, dan menghindari akumulasi kekayaan. Ia membagikan baitul mal setiap minggu dan memastikan uang negara tidak mengendap. Gaji pegawai dibayarkan mingguan agar kebutuhan rakyat cepat terpenuhi.
Baca juga: Pemimpin Wajib Baca! Strategi Bisnis dan Kebijakan Ekonomi Khalifah Umar bin Khattab
Wafatnya Sosok Pekerja Keras dan Adil
Ali bin Abi Thalib wafat pada 21 Ramadan tahun 40 Hijriyah, atau sekitar 29 Januari 661 M di Kufah, Irak. Ali setelah ditikam oleh kelompok Khawarij. Ia syahid saat hendak salat subuh. Hingga akhir hayatnya, Ali tidak meninggalkan kekayaan besar. Yang ia wariskan adalah teladan: bekerja keras, hidup jujur, dan menjadikan ekonomi sebagai jalan menuju keberkahan.
Kisah hidup Ali bin Abi Thalib membuktikan bahwa kesuksesan bukan hanya soal jumlah harta, tetapi soal kejujuran, kerja keras, dan kontribusi. Ia adalah contoh bahwa bisnis bisa menjadi ibadah, dan bahwa keberkahan lebih utama daripada kekayaan. Bagi Anda yang ingin menapaki jalan bisnis yang bersih dan bermakna, teladan Ali bin Abi Thalib adalah titik awal yang menginspirasi.
Jika Anda ingin menerapkan nilai-nilai itu dalam kehidupan nyata, LBS Urun Dana memberi Anda peluang untuk investasi halal melalui sukuk dan saham. Anda bisa mendukung usaha yang tumbuh dari bisnis yang halal dan bebas riba.
Mulailah investasi yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga membawa keberkahan. Klik sekarang dan wujudkan investasi halal bersama LBS Urun Dana.