artikel
24 Juli 2025
Waspada! 10+ Transaksi Gharar yang Batil dan Bikin Harta Haram! (Bagian Ketiga)
Dalam ekonomi Islam, akad jual beli harus memenuhi prinsip kejelasan dan keadilan. Salah satu unsur yang dilarang keras adalah gharar, yaitu ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam transaksi. Gharar dapat muncul dalam berbagai aspek akad, seperti bentuk akad, objek yang diperjualbelikan, maupun waktu pelunasan. Dalam tulisan ini, kita akan menelusuri berbagai bentuk gharar yang dapat membatalkan atau merusak keabsahan jual beli menurut syariat Islam.
1. Gharar dalam Akad
Gharar jenis ini terjadi ketika akad tidak jelas atau mengandung dua kemungkinan yang berbeda. Contohnya:
Seorang penjual berkata, “Saya jual motor ini kepada Anda, jika tunai harganya Rp10 juta, jika kredit 2 tahun harganya Rp12 juta.” Kemudian pembeli langsung mengambil motor tanpa menyebutkan pilihannya antara tunai atau kredit, lalu berkata, “Saya beli motor ini.”
Akad ini mengandung gharar karena tidak jelas bentuk perjanjian yang disepakati. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Rasulullah ﷺ melarang dua jual beli dalam satu jual beli.” (HR. An-Nasa’i, dinyatakan shahih oleh Al-Albani)
2. Gharar dalam Objek Akad
Objek akad terdiri dari barang yang dijual dan harga yang dibayarkan. Gharar dalam objek akad terjadi dalam beberapa bentuk:
a. Fisik Barang Tidak Jelas
Penjual berkata, “Saya jual barang dalam kotak ini seharga Rp100.000.” Padahal pembeli tidak mengetahui isi kotak tersebut.
b. Sifat Barang Tidak Diketahui
Penjual berkata, “Saya jual satu unit mobil Rp100 juta,” tetapi pembeli tidak tahu merek, warna, kondisi, atau spek mobil tersebut.
c. Ukuran Barang Tidak Jelas
Penjual menawarkan “sebagian tanah” seharga Rp100 juta tanpa menjelaskan ukurannya.
Baca juga: Gharar Itu Haram? Simak Dulu Disini Biar Gak Salah Paham (Bagian Kedua)
d. Barang Bukan Milik Penjual
Seorang calo menjual tanah milik orang lain tanpa izin atau kepemilikan sah.
Nabi ﷺ melarang jual beli semacam ini:
“Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, apakah boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang diinginkan dari pasar? Maka Nabi ﷺ menjawab, 'Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki.'” (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani)
e. Barang Belum Diterima oleh Penjual
Seseorang membeli motor, lalu langsung menjualnya ke pihak lain sebelum menerima barang dari penjual pertama.
“Wahai Rasulullah, saya adalah seseorang yang sering melakukan jual beli, apa jual beli yang halal dan yang haram? Nabi ﷺ bersabda, 'Wahai anak saudaraku! Bila engkau membeli sebuah barang, janganlah engkau jual sebelum barang tersebut engkau terima.'” (HR. Ahmad, dinilai hasan oleh Imam Nawawi)
f. Barang Tidak Bisa Diserahterimakan
Menjual barang yang masih berada di luar negeri dan belum jelas bisa diimpor atau tidak.
g. Harga Tidak Ditetapkan
Penjual berkata, “Saya jual mobil ini, bayarlah sesukamu.” Padahal harga tidak dibicarakan dan tidak disepakati sebelumnya.
Namun, sebagian ulama Syafi’iyyah, termasuk Ibnu Taymiyyah dan Ibnul Qayyim, membolehkan jual beli berdasarkan harga pasar dengan beberapa pertimbangan:
a. Kedua belah pihak telah mengetahui harga yang berlaku umum.
b. Kerelaan (ridha) telah dicapai sebelum akad.
c.Transaksi seperti ini umum dilakukan masyarakat sejak zaman awal Islam.
d. Dikiaskan dengan ijma dalam mahar yang tidak disebutkan secara eksplisit.
3. Gharar dalam Waktu Pembayaran
Gharar juga terjadi jika waktu pembayaran tidak jelas atau tidak disepakati. Contoh:
Penjual berkata, “Saya jual motor ini Rp5 juta, bayarnya kapan saja kamu mampu.”
Akad seperti ini dilarang karena waktu pembayaran tidak pasti. Nabi ﷺ bersabda:
“Rasulullah ﷺ melarang jual beli habalul habalah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Habalul habalah yaitu menjual barang dengan pembayaran yang dikaitkan dengan kelahiran anak dari janin unta yang sedang dikandung. Ketidakjelasan waktu inilah yang menjadi dasar larangan.
Namun, menurut Ibnu Taimiyah dan Ibnu Utsaimin, jual beli seperti ini diperbolehkan dalam kondisi tertentu. Mereka mengacu pada hadis:
“Aku membeli dua lembar kain dari seorang Yahudi dengan pembayaran ditangguhkan hingga aku mampu membayarnya.” (HR. Al-Hakim, disetujui oleh Az-Zahabi)
4. Contoh Ba’i Gharar yang Dilarang pada Masa Jahiliyah
Nabi Muhammad ﷺ melarang berbagai bentuk transaksi yang populer di masa Jahiliyah karena mengandung unsur gharar. Berikut beberapa contohnya:
a. Ba’i Hasah
Transaksi yang sah jika penjual melempar batu ke arah barang, dan barang yang terkena batu itulah yang dijual. Ini menyebabkan ketidakjelasan barang.
b. Ba’i Mulamasah
Pembeli dan penjual menyentuh kain atau barang dalam gelap tanpa melihat secara jelas. Sentuhan dianggap sebagai tanda sepakat.
c. Ba’i Munabazah
Penjual melempar barang kepada pembeli atau sebaliknya tanpa meninjau kondisi barang. Lemparan dianggap sebagai akad.
d. Ba’i Habalul Habalah
Menjual sesuatu dengan janji pembayaran saat anak dari janin seekor unta yang sedang mengandung lahir. Waktu pembayaran sangat spekulatif dan tidak pasti.
e. Ba’i Madhamin dan Malaqih
Menjual janin dalam kandungan hewan (madhamin) atau sperma hewan jantan (malaqih) sebagai bentuk prediksi atas hasil di masa depan.
Transaksi seperti ini menunjukkan bahwa Islam melarang spekulasi berlebihan yang bisa merugikan salah satu pihak. Prinsip utama dalam jual beli adalah kejelasan dan keadilan bagi seluruh pihak.
Baca juga: Fix Bahaya! Kupas Tuntas Gharar, Akad Gak Jelas Bisnis Jadi Was-Was (Bagian Pertama)
Sebagai umat Muslim, kita tidak hanya bertanggung jawab secara hukum di dunia, tapi juga akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Jangan sampai niat baik Anda mencari nafkah atau membangun usaha justru terjerumus dalam transaksi yang tidak halal.
Pilih jalan yang jelas dan halal bersama LBS Urun Dana. Ajukan pendanaan syariah hingga Rp10 miliar untuk mengembangkan bisnis Anda, atau mulai investasi halal melalui instrumen sukuk dan saham mulai dari Rp500 ribu saja. Jangan tunggu sampai terlambat. Mulai sekarang, pilih transaksi yang diberkahi bersama LBS Urun Dana.