berita
18 Maret 2025
APBN Jebol Rp 31,2 Triliun! Gawat atau Masih Aman?
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp 31,2 triliun hingga 28 Februari 2025. Kementerian Keuangan mencatat angka tersebut setara dengan 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa defisit APBN 2024 ini masih dalam koridor target yang telah ditetapkan dalam desain APBN 2025. Pemerintah memang merancang defisit APBN sebesar Rp 616,2 triliun atau sekitar 2,53% dari PDB. Oleh karena itu, defisit 0,13% di awal tahun dinilai masih sejalan dengan perencanaan fiskal.
Defisit dalam APBN berarti pengeluaran negara lebih besar dibandingkan pendapatan. Namun, dari sisi keseimbangan primer, kondisi fiskal masih menunjukkan surplus sebesar Rp 48,1 triliun.
Baca juga: 7 Program Prioritas Di Balik Pemangkasan APBD 2025, Peluang Baru Investasi?
Dari sisi penerimaan negara, hingga akhir Februari 2025, total pendapatan yang berhasil dihimpun mencapai Rp 316,9 triliun atau setara 10,5% dari target dalam APBN. Sumber pendapatan ini berasal dari pajak, bea cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Di sisi lain sebagaimana dikutip dari Detik Finance pada Senin (17/3/2025), realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp 348,1 triliun atau 9,6% dari total anggaran belanja yang telah ditetapkan. Belanja negara ini meliputi belanja pemerintah pusat—baik untuk kementerian/lembaga (K/L) maupun non-K/L—serta transfer ke daerah.
Dengan realisasi ini, kondisi APBN tekor masih dalam batas yang dikendalikan meskipun mengalami defisit. Pemerintah terus mengupayakan optimalisasi penerimaan serta pengelolaan belanja agar defisit tetap terkendali sesuai rencana fiskal tahun berjalan.
Dampak APBN Terhadap Investasi
Defisit APBN 2024 yang mencapai Rp 31,2 triliun hingga Februari menandakan bahwa pemerintah mengeluarkan lebih banyak dana dibandingkan pemasukan. Dalam jangka pendek, kondisi ini dapat berdampak pada dunia investasi, terutama bagi sektor yang bergantung pada kebijakan fiskal dan insentif pemerintah.
Dengan APBN tekor dan yang mengalami tekanan, investor cenderung lebih berhati-hati dalam menanamkan modal. Pasar saham dan obligasi bisa mengalami volatilitas karena investor mempertimbangkan risiko makroekonomi. Sektor yang bergantung pada belanja negara, seperti infrastruktur dan manufaktur, juga bisa berdampak apabila terjadi pemangkasan anggaran.
Baca juga: Kacau! Utang Indonesia Naik Rp 8.809 Triliun, Alarm untuk Investasi?
Di tengah ketidakpastian ini, investasi syariah menawarkan solusi yang lebih stabil dan berorientasi pada keberlanjutan. Investasi terutama melalui securities crowdfunding LBS Urun Dana menjadi pilihan yang lebih konkret dan berkelanjutan.
Pasalnya investor menanamkan modalnya di sektor riil, sehingga benar-benar digunakan untuk membiayai bisnis produktif. Selain itu bisnis yang dijalankan sesuai syariat Islam sehingga bebas gharar dan riba, yang mampu menciptakan mudharat dalam berbisnis. Cari tahu seputar investasi halal di LBS Urun Dana dan raih keberkahan dalam setiap rupiah yang Anda tanamkan!