artikel
1 Mei 2025
Derita Dunia Akhirat! Ini Status Akad Jual Beli dan Sanksi Pengusaha Penipu (Bagian Ketiga)
Dalam dunia perdagangan, tidak semua keuntungan diperoleh dengan cara yang jujur. Salah satu bentuk kecurangan yang sering terjadi adalah ghisysy atau penipuan terselubung dalam jual beli. Ghisysy tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga mencederai keberkahan dalam transaksi.
Setelah membahas jenis-jenis ghisysy sebelumnya, mari kita lanjutkan membahas bagaimana status akad jual beli yang mengandung unsur ghisysy dalam pandangan Fikih Muamalah, sebagaimana dijelaskan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA, dalam bukunya Harta Haram (2021).
Status Akad Jual Beli yang Mengandung Kecurangan
Dalam buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA, dijelaskan secara rinci tentang status akad jual beli yang mengandung ghisysy. Para ulama menyatakan bahwa akadnya sah, namun penjualnya berdosa karena melakukan kecurangan. Hal ini berdasarkan hadis dari Nabi ﷺ yang bersabda:
“Janganlah kalian melakukan tashriyah (membiarkan hewan ternak yang menyusui untuk tidak diperah agar kelihatan banyak susunya saat dijual). Siapa yang membeli hewan tersebut lalu memerahnya, maka ia boleh memilih: tetap membelinya atau mengembalikannya beserta satu sha' kurma.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: Nauzubillah! Ini Bahaya dan Azab Menipu dalam Jual Beli (Bagian Pertama)
Hadits ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi penipuan, akadnya tetap sah secara hukum. Namun, pembeli memiliki hak yang disebut khiyar aib, yaitu hak untuk memilih.
Mengenal Khiyar Aib: Hak Pembeli Jika Tertipu
Dalam Islam, apabila seorang pembeli menemukan cacat tersembunyi pada barang yang dibelinya. Maksudnya cacat yang tidak diberitahukan sebelumnya oleh penjual, maka ia memiliki hak yang disebut khiyar aib.
Hak ini memberikan kebebasan kepada pembeli untuk memilih salah satu dari tiga opsi: meneruskan pembelian tanpa meminta kompensasi apa pun, mengembalikan barang dan menarik kembali seluruh uang yang telah dibayar, atau jika penjual bersedia menahan barang dan meminta pengurangan harga senilai kekurangan kualitas barang tersebut, yang disebut dengan arsy.
Sebagai ilustrasi, jika seseorang membeli mobil seharga Rp54 juta, dan kemudian diketahui bahwa gigi transmisinya rusak, maka penilai profesional menaksir harga mobil tersebut dalam kondisi rusak menjadi Rp40 juta.
Artinya terdapat selisih Rp5 juta, atau sekitar 1/9 dari harga awal. Maka pembeli memiliki hak untuk meminta pengembalian sebesar Rp6 juta (1/9 dari Rp54 juta), tentunya dengan persetujuan dari penjual.
Sanksi Pedagang Penipu: Berkaca di Zaman Rasulullah ﷺ
Dalam sistem ekonomi Islam, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjaga kejujuran dan keadilan dalam aktivitas perdagangan. Untuk itu, pada masa Rasulullah ﷺ dibentuk lembaga hisbah, yaitu badan pengawas pasar yang bertugas memantau kecurangan seperti manipulasi timbangan, penyembunyian cacat barang, pemalsuan merek, dan praktik dagang yang merugikan konsumen.
Keteladanan Nabi ﷺ dalam menjaga pasar dari praktik curang sangat jelas. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah ﷺ pernah memeriksa tumpukan gandum di pasar Madinah. Saat tangannya menyentuh bagian bawah tumpukan, beliau mendapati bagian gandum tersebut basah dan rusak, sedangkan bagian atasnya tampak bagus.
Baca juga: Waspada! Penyanyi & Aktor Ternyata Profesi Haram? Ini Dalilnya! (Bagian Kelima)
Pedagang itu sengaja menyembunyikan cacat barang. Nabi ﷺ kemudian bersabda dengan keras, “Barang siapa yang menipu, maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim). Ini adalah peringatan keras terhadap pelaku penipuan dalam jual beli.
Sikap tegas ini dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Umar tak hanya menugaskan petugas pasar untuk mengawasi kecurangan, tetapi ia sendiri terjun langsung ke pasar. Suatu hari, ia mendapati seorang pedagang mencampur susu dengan air untuk menambah volume dagangan.
Umar pun menyita seluruh susu tersebut dan menumpahkannya ke tanah sebagai bentuk hukuman sosial dan edukasi publik. Tak hanya itu, Umar juga pernah menjatuhkan hukuman cambuk kepada seseorang yang memalsukan stempel Baitul Maal demi mendapatkan uang dari negara. Ia memerintahkan hukuman 100 cambukan per hari selama tiga hari berturut-turut.
Baca juga: Hati-Hati! Ini Aturan Jual Barang Palsu dan Iklan Menyesatkan (Bagian Kedua)
Khalifah Ali bin Abi Thalib juga dikenal sering berkeliling pasar sambil membawa tongkat. Ia menyampaikan seruan moral kepada para pedagang untuk bertakwa kepada Allah dan berdagang secara jujur.
Langkah-langkah tegas ini menjadi bukti bahwa Islam tidak hanya mengatur adab personal, tapi juga menegakkan sistem perlindungan konsumen dalam ekonomi pasar.
Dalam semangat ini pula, prinsip investasi yang halal dan bebas dari penipuan menjadi landasan penting dalam membangun keberkahan harta.
Cari cara aman dan halal untuk mengembangkan harta? Investasi di LBS Urun Dana jawabannya. Sukuk dan saham dari sektor rill serta bisnis halal. Mulai investasi sekarang insya allah membawa keberkahan!