artikel
7 Agustus 2025
Clear Ya! Ini Pandangan Ustadz Erwandi Soal Dropship: Boleh atau Tidak? (Bagian Kelima)
Dahulu, transaksi jual beli hanya bisa dilakukan apabila penjual dan pembeli bertemu langsung dalam satu majelis. Namun, perkembangan teknologi internet telah mengubah segalanya. Kini, jarak bukan lagi menjadi penghalang. Berbagai transaksi bisa dilakukan dengan mudah melalui aplikasi belanja online, termasuk salah satu yang populer: dropship.
Dropship telah menjadi inovasi dalam praktik jual beli online karena memungkinkan seseorang menjual barang tanpa harus menyetok produk terlebih dahulu. Tapi, bagaimana pandangan Islam terhadap model bisnis ini? Apakah dropship sesuai dengan prinsip syariah?
Supaya tidak jadi debat kusir, mari kita simak penjelasan pakar Fiqih Muamalah Kontemporer, Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA dalam bukunya Harta Haram: Muamalat Kontemporer.
Pengertian Dropship
Istilah dropship atau dropshipping semakin sering terdengar, terutama di era maraknya jualan online. Banyak orang tertarik mencoba metode ini karena dinilai mudah dan tidak membutuhkan modal besar. Namun, sebenarnya seperti apa sistem dropship itu?
Menurut Amazon.com, dropshipping adalah metode pemenuhan pesanan di mana penjual tidak menyimpan produk secara fisik. Ketika ada pesanan masuk, penjual hanya meneruskan informasi pesanan tersebut ke pemasok atau produsen. Pihak pemasok inilah yang kemudian mengirimkan produk langsung ke pembeli.
Baca juga: Mau Belanja? Pahami Hukum Transaksi Jual Beli Online, Gak Ngerti Bisa Celaka! (Bagian Keempat)
Agar lebih mudah dipahami, bayangkan Anda memiliki toko online yang menjual sepatu. Saat seseorang melakukan pembelian, Anda tidak perlu menyimpan stok sepatu di rumah atau di gudang. Anda cukup menghubungi pemasok yang akan langsung mengirimkan sepatu tersebut ke pelanggan atas nama toko Anda.
Dengan metode ini, Anda sebagai dropshipper cukup fokus pada pemasaran dan layanan pelanggan, tanpa harus repot mengurus inventaris atau proses pengiriman barang.
Hukum Jual Beli Dropship
Sekilas, sistem dropship tampak hanya sebagai inovasi baru dalam transaksi jual beli online. Namun, sebagai Muslim, kita tidak boleh lengah dan harus tetap kritis terhadap setiap bentuk aktivitas muamalah, termasuk praktik dropship yang kini marak di platform belanja online.
Pandangan Fikih Muamalah
Para ulama fikih muamalah kontemporer sepakat bahwa ada transaksi tertentu yang tidak boleh dilakukan dengan metode dropship. Terutama transaksi yang disyaratkan harus tunai, seperti jual beli emas, perak, atau mata uang, karena syaratnya adalah serah terima barang dan uang dalam satu majelis. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka jatuh dalam riba nasi’ah.
Sebagaimana ilustrasi berikut:
1. Pertama, antara dropshipper dan konsumennya. Konsumen mentransfer uang, namun barang (misalnya emas) belum diserahterimakan secara langsung pada saat yang sama. Ini termasuk riba nasi’ah karena tidak terjadi serah terima yang sah antara uang dan emas.
2. Kedua, antara dropshipper dan marketplace. Dropshipper mentransfer uang ke rekening marketplace dan memerintahkan marketplace untuk mengirim barang (emas) kepada konsumen. Barang baru diterima setelah beberapa waktu, bukan saat transaksi berlangsung. Ini pun termasuk riba nasi’ah karena tidak terjadi serah terima tunai.
Baca juga: Waspada! 10+ Transaksi Gharar yang Batil dan Bikin Harta Haram! (Bagian Ketiga)
Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fikih OKI) dalam keputusan No. 52 (3/6) tahun 1990 menyebutkan bahwa akad yang disyaratkan serah terima langsung tidak sah dilakukan melalui media komunikasi jarak jauh. Ini berlaku pada akad-akad seperti nikah dan jual beli emas, perak, atau mata uang.
Larangan Dropship Barang yang Belum Dimiliki
Selain masalah serah terima, ada hal lain yang membuat praktik dropship tidak sah: dropshipper menjual barang yang belum ia miliki. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
"Wahai Rasulullah ﷺ, seseorang datang kepadaku untuk membeli sesuatu yang belum kumiliki, apakah aku boleh menjualnya lalu membelinya dari pasar?"
Rasulullah ﷺ menjawab: "Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki." (HR. An-Nasa’i, disahihkan oleh Al-Albani)
Dalam konteks dropship, barang yang dijual belum berada dalam penguasaan dropshipper dan belum diterima secara fisik dari supplier. Bahkan, pengiriman dilakukan langsung dari supplier ke konsumen. Ini menyalahi prinsip jual beli yang sah, seperti disebut dalam hadis:
"Apabila engkau membeli sesuatu, maka jangan engkau jual sebelum engkau menerimanya." (HR. Ahmad, derajat hadits ini shahih lighairihi menurut Arnauth)
Solusi Syar’i Transaksi Jual Beli Dropship
Agar transaksi dropship sesuai syariat, ada beberapa alternatif yang dapat Anda lakukan:
1. Jual beli setelah memiliki barang
Dropshipper harus membeli dan menerima barang terlebih dahulu dari supplier. Setelah barang dikuasai secara sah, barulah akad jual beli dilakukan dengan konsumen.
2. Menerapkan khiyar syarat
Dropshipper dapat menyepakati dengan supplier bahwa barang bisa dikembalikan dalam beberapa hari. Ini menghindari kerugian apabila konsumen membatalkan pesanan di tengah proses.
3. Dropshipper sebagai wakil pembeli
Dropshipper berperan sebagai wakil dari konsumen. Ia mencarikan barang dan membelinya atas nama konsumen, lalu menerima imbalan jasa. Dalam hal ini, akad bukan jual beli, tapi wakalah (perwakilan).
4. Solusi akad salam
Sebagian orang menawarkan solusi menggunakan akad salam, yaitu pembayaran di muka untuk barang yang dikirim belakangan. Namun, solusi ini lemah. Sebab dalam akad salam, syarat utama adalah pembayaran (ra’su al-mal) harus dilakukan langsung di majelis akad. Jika akad dilakukan via online dan tidak terjadi serah terima saat itu juga, maka dianggap sebagai jual beli utang dengan utang, yang hukumnya haram berdasarkan ijma’ ulama.
Majma’ Al Fiqh Al Islami juga menegaskan bahwa akad salam tidak sah dilakukan lewat online karena tidak terjadi serah terima pembayaran secara langsung di majelis akad.
Jadi Bagaimana Hukum Dropship?
Dropship dalam bentuk umum yang banyak dipraktikkan saat ini mengandung beberapa pelanggaran syariat, seperti riba nasi’ah dan jual beli barang yang belum dimiliki. Karena itu, praktik dropship semacam ini sebaiknya dihindari.
Namun, ada solusi syar’i yang bisa diterapkan agar aktivitas jual beli tetap sah secara fikih. Pahami akadnya, niatkan kejujuran, dan jangan terburu-buru menjual barang yang belum Anda miliki.
Investasi Halal Pasti di LBS Urun Dana!
Pastikan transaksi Anda halal dan jauh dari unsur riba, gharar, dan dzalim. Termasuk dalam hal investasi. LBS Urun Dana adalah solusi investasi halal untuk meraih kemandirian finansial dan insya Allah penuh keberkahan.
Baca juga: Gharar Itu Haram? Simak Dulu Disini Biar Gak Salah Paham (Bagian Kedua)
Sebagai platform securities crowdfunding yang amanah dan berpengalaman, Anda bisa mulai investasi halal hanya dari Rp500 ribu melalui skema sukuk dan saham. Semua transaksi di LBS Urun Dana diawasi oleh OJK dan dibimbing langsung oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA. Jadi, insya Allah terjaga dari sisi hukum dan syariat.
Platform investasi memang banyak, tapi untuk investasi yang halal, pastinya di LBS Urun Dana. Daftar sekarang, lengkapi KYC, dan rasakan keberkahan berinvestasi karena #TransaksiHalalItuDisini.