berita
31 Januari 2025
Bangkrut! Kisah 4 Perusahaan Besar di Indonesia yang Hancur karena Utang
Sejumlah perusahaan besar yang pernah berjaya pada masanya kini mengalami kebangkrutan dengan berbagai penyebab. Salah satu faktor utama yang sering menjadi alasan adalah utang dalam jumlah besar yang sulit terbayar.
Sahabat LBS, mari kita bahas 4 perusahaan yang sempat menjadi raksasa namun akhirnya tumbang, serta pelajaran penting yang bisa diambil terkait modal kerja, pendanaan syariah, dan pembiayaan yang sehat.
1. PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA)
SAEA adalah perusahaan teh legendaris yang berdiri sejak 1973 dan terkenal dengan produk teh celupnya. Sayangnya, perusahaan ini dinyatakan pailit pada 2018 karena tidak mampu membayar cicilan kredit utang kepada Bank ICBC Indonesia. Total utangnya mencapai sekitar US$ 20.505.116 atau Rp 316 miliar.
Ketidakmampuan Sariwangi dalam mengelola modal kerja dan utang dengan bijak menjadi salah satu faktor yang mempercepat kejatuhannya. Kejadian ini menjadi contoh nyata pentingnya memilih pendanaan yang tepat, termasuk mempertimbangkan pembiayaan syariah yang lebih transparan dan beretika.
2. Nyonya Meneer
Sebagai salah satu perusahaan jamu tertua di Indonesia, Nyonya Meneer telah mengukir sejarah panjang dalam dunia herbal. Namun, pada 2017 perusahaan ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang. Penyebab utamanya adalah perselisihan internal keluarga, utang yang besar, serta kurangnya inovasi produk yang berasal dari kurangnya ide bisnis yang kreatif.
Dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), utang perusahaan kepada kreditur mencapai Rp 7,04 miliar. Kasus ini menyoroti bagaimana pengelolaan keuangan yang buruk dan kurangnya perencanaan modal kerja dapat membawa perusahaan besar sekalipun menuju kehancuran.
Baca juga: Mau Bisnis Lancar? Simak 7 Tips Mengatur Modal Kerja dengan Tepat
3. 7-Eleven (Sevel)
Sevel sempat menjadi ikon convenience store anak muda Indonesia pada era 2010-an dengan produk andalannya seperti Slurpee. Namun, pada 2017 anak perusahaan PT Modern Internasional Tbk (MDRN) menutup seluruh gerai Sevel akibat tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan pendapatan.
Besarnya kebutuhan modal kerja untuk operasional yang tidak dikelola dengan baik menunjukkan pentingnya akses terhadap pendanaan yang efektif. Pendanaan berbasis securities crowdfunding dapat menjadi solusi modern yang sesuai dengan prinsip syariah untuk bisnis serupa yang ingin berkembang tanpa terbebani utang konvensional.
4. Kodak
Sebagai pionir industri fotografi sejak 1892, Kodak atau Eastman Kodak Company asal Amerika Serikat menghadapi kebangkrutan pada 2012 karena gagal bersaing di era digital. Keengganan untuk berinovasi membuat mereka tertinggal dari kompetitor yang lebih adaptif.
Selain inovasi, belajar dari kisah Kodak modal kerja yang sehat dan strategi pembiayaan yang tepat sangat penting untuk menghadapi dinamika pasar yang berubah cepat.
Penyebab Umum Perusahaan Bangkrut
Dari berbagai kasus di atas, sebagaimana dikutip dari CNBC pada Jumat (31/01) ada beberapa faktor umum yang menyebabkan perusahaan, baik besar maupun kecil, mengalami kebangkrutan:
1. Utang yang Menggunung
Terlilit utang dengan bunga tinggi dapat membuat perusahaan kesulitan mencapai laba yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Kondisi ini menjadi semakin berat ketika pembayaran bunga yang besar terus menyedot arus kas perusahaan. Akhirnya, perusahaan kesulitan menjalankan operasional dan mencapai target bisnis.
2. Manajemen yang Buruk
Kurangnya kompetensi dalam manajemen strategis, termasuk perencanaan modal kerja, anggaran keuangan, dan operasional, dapat menyebabkan kerugian besar. Perusahaan dengan manajemen yang tidak terorganisir sering kali menghadapi keputusan bisnis yang buruk, seperti pengelolaan sumber daya yang tidak efisien atau investasi yang tidak produktif, yang pada akhirnya menggerogoti profitabilitas.
3. Penurunan Penjualan
Penurunan signifikan dalam angka penjualan, baik karena persaingan ketat maupun kurangnya inovasi, dapat mengganggu pencapaian laba. Situasi ini semakin parah jika perusahaan tidak mampu membaca tren pasar atau memenuhi kebutuhan pelanggan. Selain itu, tanpa promosi yang efektif dan pengembangan produk, penurunan penjualan bisa terjadi secara terus-menerus hingga perusahaan kehilangan pangsa pasar.
4. Ketidakstabilan Ekonomi Global
Saat ekonomi global melemah, daya beli masyarakat menurun, sehingga bisnis ikut tertekan. Situasi ini sering kali diperparah oleh fluktuasi nilai tukar, inflasi yang tinggi, atau krisis finansial. Contoh nyata adalah dampak pandemi COVID-19 yang membuat banyak perusahaan gulung tikar karena perubahan drastis dalam pola konsumsi dan aktivitas bisnis.
Dalam menghadapi tantangan bisnis, pendanaan syariah melalui platform securities crowdfunding LBS Urun Dana dapat menjadi pilihan yang tepat dan sesuai dengan prinsip keuangan Islam. Pendanaan syariah ini tidak hanya membantu perusahaan memperoleh modal kerja tanpa riba, tetapi juga mendorong kolaborasi yang lebih adil antara investor dan pelaku usaha.
Baca juga: 5 Manfaat Investasi di Securities Crowdfunding Syariah untuk Investor Pemula
Kisah-kisah kebangkrutan ini menjadi pengingat penting bahwa pengelolaan modal kerja dan pembiayaan yang tepat adalah kunci untuk menjaga keberlangsungan bisnis. Bagi Sahabat LBS yang ingin mengembangkan bisnisnya dengan prinsip syariah, bisa ajukan pendanaan syariah di LBS Urun Dana dan rasakan manfaat dan keberkahannya.